Minggu, Maret 17, 2024

EJJ 2024 1500km: Bagian 9 - Gowes Day-2

Tidurku tak terlalu nyenyak. Jam 3 pagi aku bangun dan bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan, Tak lama Om Terry nge WA. Ternyata dia menginap di Jambu sekitaran km 414 dan ngajak barengan karena melihatku tak jauh dari lokasinya berada. Aku persilakan dia untuk duluan karena aku nanti mesti melipir lagi di Jambu untuk sholat shubuh.  Sebelum melanjutkan, BiB dan jerseyku di hari pertama kucuci dan kujemur aero bar & top tube. Agak sedikit menyesal seharusnya ini kulakukan di malam sebelumnya. bisa lebih cepet kering.

Tak disangka baru saja aku jalan, ketemu sama Ci Pat. Dia ternyata lanjut gowes dan belum tidur, rencananya mau gowes sampai Jambu dan beristirahat dulu disana. Akhirnya kami gowes bareng sambil ngobrol-ngobrol. Aku ijin duluan melipir untuk sholat Shubuh. Habis sholat shubuh ketemu lagi sedang sarapan. Ci Pat mengajak untuk makan, karena infonya mumpung nemu warung makan. Aku tolak dengan halus karena memang belum lapar dan nggak biasa sarapan. Akhirnya aku lanjut gowes menuju titik Check Point 1 di Paltuding Ijen km430.

sunrise, sebelum
tanjakan  Erek-erek
Aku melewati segmen Jambu-Paltuding ketika hari suda cukup terang. Dulu ketika ada acara kantor ke Ijen, sempet kepikiran pengen gowes kesini. Tak disangka bisa kesampaian juga, walaupun diluar ekspektasi karena start jam 3:30 pagi. Segmennya sesuai dengan ekspektasiku lumayan berat, apalagi barang bawaan cukup banyak. Dalam perjalanan banyak disalip oleh mobil pickup yang membawa banyak penumpang, sepertinya mereka adalah penduduk lokal yang menjadi petani.

Disinilah peran power meter dan sepatu MTB sangat terasa. Jika powerku sudah mendekati ke Zona 3 atas, tanpa banyak berpikir aku langsung lepas cleat dan menuntun. Ternyata walaupun tanjakannya curam menuntun menggunakan sepatu MTB tidak terlalu terasa membebani. Akan lain sepertinya jika menggunakan sepatu road bike. Boro-boro buat nanjak, jalan di jalanan datar saja sudah nggak nyaman.

awal segmen tanjakan Erek-erek
Tak terhitung berapa kali aku nuntun, terutama ketika melewati segmen tanjakan Erek-erek yang menurut Strava jaraknya hanya 1.77km namun average gradiennya mencapai 16.8%. Yang membuat sedikit frustasi adalah rasanya jarak 5km jauh banget dan nggak sampai-sampai. Awalnya kuperkirakan bisa sampai di Ijen jam 6 lewat, namun pada kenyataannya aku baru sampai Ijen jam 7:10. Luar biasa, jarak 26 km diselesaikan hampir 4 jam termasuk istirahat untuk sholat Shubuh. Jujur aku overekspektasi di segmen ini. Kesalahan estimasinya sampai diatas 2 jam. Wkwk Namun yang membuatku beruntung adalah titik start ku dari sebelum Jambu, bukan dari Rogojampi. Jadi bisa sampai lebih awal.

CP 1 Paltuding
Sesampainya di Ijen kulihat Om Terry masih disana, setelah menghabiskan 2 pop mie. Aku menaruh sepedaku untuk minta dibersihkan terutama di bagian rantai, sementara aku makan pop mie sambil ngobrol-ngobrol dengan Om Terry. Karena disana ada layanan buat massage juga, aku minta untuk dipijat, terutama bagian paha dan lutut yang sehari sebelumnya bermasalah.

Di CP ini aku baru tahu kalau di depan kami hanya ada 4 orang: Om Handika, Zidan, Hadi Tombro, dan Bembenx. Informasi ini jadi sedikit mengubah rencanaku. Menambah beban sebenarnya. Karena niat untuk gowes santai dan ngonten menjadi terdistraksi. Aku seolah menjadi terbebani jangan sampai tersusul peserta lain yang di belakangku. Disini aku mengubah plan, gowes tetap mengikuti pace awal, tetapi waktu berhenti jangan terlalu longgar.

Tak lama dari waktu kedatanganku, Om Terry bersiap-siap untuk jalan, pas ngajak jalan aku persilakan untuk duluan karena aku mau istirahat sebentar. Rasa-rasanya aku jalan 15 menit setelah Om Terry jalan, sambil nyetok Strive Gel, Beng beng, dan juga Antangin yang tersedia banyak di CP nya.

Ketika di jalur menuruni Ijen, beberapa kali jersey yang kujemur di top tube ku jatuh, akhirnya kupindahkan ke saddle, sekalian saja aku duduki. Apesnya karena di segmen turunan aku banyak off saddle, jerseyku jatuh dan membelit sprocketku yang membuat ku hampir jatuh karena ban belakang stuck nggak mau muter lagi. Disini perlu waktu cukup lama untuk bisa membereskan dan melepaskan jersey dari sprocket. Ketika akhirnya berhasil melepas jersey, kulihat udah nggak karuan lagi bentuknya. Sobek disana-sini belum lagi warnanya agak hitam terkena pelumas rantai. Dengannikhlas akhirnya kubuang jersenya. Aku berpikir masih ada performance t-shirt yang bisa kugunakan sebagai cadangan.

Disini aku baru sadar kalau rantaiku ternyata keluar dari cage pulley. Ternyata kemarin waktu mengganti rantai aku teledor. Sebenarnya suaranya cukup berisik, tetapi karena di hari sebelumnya aku terus menggunakan earphone, jadi nggak ngeh. Pantas saja ketika di hari pertama aku agak kesulitan untuk mengikuti ketika diawal-awal masih dikawal petugas. Jadi efek sampingnya adalah ketika menggunakan chainring besar, seperti ngempos, powernya nggak mau keluar. Gowes dengan kecepatan 30-34kpj aja udah agak effort. Beruntungnya ketika menggunakan chainring kecil, pulleynya tidak terlalu tertarik ke depan, jadi nggak banyak power loss nya. Mau balik lagi ke CP1, tentu saja ogah, karena artinya nanjak lagi. 

Akhirnya kuputuskan untuk lanjut lagi walaupun tahu di depan masih ada satu segmen tanjakan lagi. Rencanaku adalah mencari bengkel motor terdekat. Untuk bengkel sepeda sih sejujurnya aku nggak yakin bakalan melewati karena seingatku rutenya tidak melalui kota besar lagi sampai Blitar. Setelah menemukan bengkel motor pun ternyata mereka tidak memiliki tang yang cukup kecil untuk bisa membuka rantai/missing link nya. Melihat kenyataan ini aku sudah menutup opsi untuk memperbaiki rantaiku, dan artinya baru bisa dibereskan di CP 2 Blitar km863.

melewati rute karnaval sebelum jam makan siang

Realita ini mengubah cara gowesku, jika sebelumnya gowes tanpa mikir beban apapun, setelah tahu jadi malah kepikiran terus. Berpikir macam-macam semoga RD dan rantaiku nggak kenapa-kenapa. Ritme gowesku juga jadi lebih santai, mencoba menikmati rutenya saja dengan kondisi sepeda nggak bisa dibawa kenceng.

soto ayam, makan favorit
untuk makan siang
Aku makan siang soto di daerah Mayang, Jember km520 an. Di daerah ini agak sulit menemukan warung yang jual soto. Apesnya di warung makannya nggak ada colokan untuk nge-charge. Agak rugi waktu sih. Lanjut setelah makan siang, hujan turun cukup deras, aku putuskan mencari mesjid sekalian untuk sholat. Beruntung disini ada colokan, bisa ngecharge walaupun cuma 10 menit. BiB & jersey ku lumayan basah terkena hujan yang cukup deras walaupun hanya sebentar.

Di hari ke-2 ini, aku melewati segmen yang membosankan dari Puger menuju Pasirian (km585 s/d km 638). Ini adalah Jalur Lintas Selatan (JLS). Jalanannya mulus, flat, dan membosankan karena lumayan panjang. Terlebih lagi jalurnya sepi dan minim warung. Beruntung ketika lewat sini, bidonku masih penuh. Namun demikian beberapa kali aku melipir untuk membeli es tebu, yang bisa dibilang jarang juga yang berjualan. Namun biasanya ketika melewati jembatan yang agak besar, banyak tukang jualannya.

Puger-Pasirian, jalur sepanjang 50km yang membosankan

Sebelum sampai di perempatan daerah Pasirian, ada pengguna sepeda motor yang menyapaku. Kupikir salah satu panitia, ternyata orang ini adalah salah satu dot watcher. Orangnya baik banget, menemani beberapa km sebelum perempatan. Disini kami ngobrol-ngobrol santai, bahkan sampai ngasih tahu di depan ada Indomare, agak sedikit keluar jalur. Orang ini mengenalkan dirinya Bayu (semoga saja aku nggak salah inget namanya)

Akhirnya aku berhenti sejenak di Indomaret untuk isi bidon dan membeli makanan ringan.  Mas Bayu menginformasikan kalau Om Terry tadi lewat dan berada di depanku, mungkin selisih 10-15 menit. Ketika sedang beristirahat ternyata Om Terry juga sedang berhenti tak jauh dari titik aku berhenti. Aku tidak berpikir untuk nyamperin, karena paling nanti juga kepisah lagi. Mas Bayu juga menginformasikan untuk berhati-hati di perjalanan kedepan karena sedang banyak perbaikan jalan, banyak tanah di aspalnya, licin kalau basah. 

Pada saat itu, waktu sudah memasuki waktu maghrib, dan jalanan sudah mulai gelap. Sebelum melanjutkan perjalanan aku sempatkan untuk melihat racemap, kulihat di belakangku ada Om John Boemihardjo dan Dzaki dengan selisih 40km an. Agak heran sebenarnya kenapa dia ada di belakangku, karena orang ini kata Om Terry lumayan ngebut di awal dan sempat nyalip, namun kemudian melipir karena bannya bocor. Selain itu kebetulan pas start sepedanya sempat disebut oleh Azrul, dan disitu bisa dilihat dia minim banget barang bawaan. Bahkan dugaanku nggak bawa BiB/jersey ganti malahan. Dengan kondisi ini, seharusnya bisa lebih cepat dalam melibas rute EJJ 1500km ini.

Di perempatan Pasirian ini aku berpisah dengan Om Bayu. Beliau menyemangatiku dan aku ucapkan terimakasih sudah mau menemani. Lanjut dari situ jalanannya mulai menanjak. Di tengah-tengah segmen tanjakan, banyak mobil berhenti dan mengantri. Belakangan aku baru ngeh kalau aku akan melewati Jembatan Kobo’an, dimana infonya disini habis longsor, jadi ada perbaikan jalan. Mobil-mobil ini mengantri untuk bisa lewat. Beruntung pengguna sepeda motor ataupun sepeda bisa lewat terus tanpa perlu ikut ngantri.

ketemu lagi dengan Om Terry

Nah tepat sebelum jembatan Kobo’an aku ketemu dengan Om Terry. Karena perbaikan jalannya ada di sini, ya semua kendaraan tidak ada satupun yang bisa lewat. Kami menunggu sekitaran 20 menit sampai akhirnya bisa lewat. Setelah lewat jembatan ini pun jalanannya masih menanjak. Kami berdua akhirnya gowes bareng, dan berdiskusi dengan plan masing-masing. Aku bilang berencana untuk makan malam di Pronojiwo (km 666), istirahat bentar sekalian power nap lalu lanjut jalan untuk menjaga jarak dengan peserta di belakangku. Apes-apes ya nanti kalau ngantuk dan capek, nginep di daerah Turen (km710) sebelum berbelok ke arah selatan. Sementara Om Terry menginformasikan targetnya masih jauh, dia ingin menyelesaikan hingga km755 sebelum istirahat. Rupanya anaknya ada performance di hari Sabtu, hingga dia harus bisa menuntaskan event ini di hari Jumat sebelum siang hari.

Sambil jalan, karena Om Terry juga tidak terlalu fit (sempat mengalami overheated katanya) akhirnya kami makan malam di daerah Pronojiwo, dan aku memutuskan untuk tidak lanjut istirahat dan lanjut gowes bareng sama Om Terry sampai Turen di km710. Rute dari Pronojiwo menuju Turen ternyata tak se-flat yang kukira, banyak sekali rolling naik dan turun sehingga waktu gowesnya menjadi lebih lama dari perkiraan awal.

Memasuki Dampit kami mulai mencari tempat menginap. Ternyata disana tidak ada penginapan sama sekali. Sampai akhirnya kami berhasil menemukan 1 hotel (mungkin satu-satunya penginapan di daerah situ). hotel Cakra Residence di daerah Turen. Sayangnya ini hotelnya berada diluar jalur dan berjarak hampir 2 km dari rute yang kami lewati. Jadi ijin dulu ke panitia untuk keluar jalur. Sampai di hotel jam 11 malam lewat. Karena aku sudah lumayan lelah, setelah sholat aku langsung tidur tanpa banyak ba bi bu.

🏠 

kembali ke artikel utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar