Minggu, Maret 17, 2024

EJJ 2024 1500km: Bagian 11 - Gowes Day-4

Aku melanjutkan perjalananku. Rute dari Pantai Gemah menanjak, dan selanjutnya melewati rute rolling naik dan turun khas JLS menuju Pantai Prigi yang berada di balik bukit. Karena ini jalannya terhitung baru, aku belum pernah gowes sampai kesini. Tadinya kupikir jalurnya cukup dekat antara Pantai Prigi dan Pantai Gemah, ternyata lumayan jauh. Aku gowes dengan pace seadanya, selain jalanannya yang naik turun dan kurang bersahabat, karena tidak banyak penerangan, aku jadi sedikit berhati-hati.

Sekitar jam 1 pagi aku sampai di daerah Pantai Prigi. Disini aku berusaha mencari mesjid untuk sholat, sekalian men-charge perangkat elektronikku. Kurang beruntung, aku tidak menemukan mesjid yang memiliki colokan yang bisa kuakses dengan mudah, jadi ya hanya numpang sholat saja. Selanjutnya tiap kali ada mesjid melipir untuk melihat apakah ada colokan. Rata-rata colokan listriknya ada diatas, sementara kabel yang kubawa pada umumnya pendek, jadi ya nggak guna juga. Proses pencarian mesjid ini lumayan menghabiskan waktuku. Disini aku mengubah rencana awalku, jika menemukan mesjid yang oke, aku sekalian akan ngemper.

Di tengah ke frustasianku, akhirnya aku putuskan untuk lanjut gowes. Dari sini aku pasrah saja, karena keluar dari wilayah Pantai Prigi yang sudah masuk wilayah Kabupaten Trenggalek  ini jalurnya menanjak dengan gradien yang lumayan, 5-6km dengan average gradien sekitaran 6% an kalau tidak salah, dimana di segmen tanjakan ini melewati hutan yang jalanannya relatif gelap. Berbeda dengan rute ketika menuju Pantai Gemah, lebih terbuka dan bukan hutan.

Melewati segmen tanjakan, aku masih berusaha mencari mesjid, namun tidak kutemukan. Sampai akhirnya aku putuskan saja untuk terus lanjut gowes sampai dekat-dekat waktu shubuh. Paceku semakin melambat, kelelahan dan konsentrasi sudah berkurang. Akhirnya jam 4:30 di km1025 aku memutuskan untuk melipir di sebuah mesjid yang kutemui. Alhamdulillah ada colokan listrik, walaupun posisinya diatas, tapi ada dudukannya, jadi aman dengan kabelku yang pendek. Kucoba manfaatkan dengan baik waktuk untuk istirahat sambil menunggu waktu shubuh.

Rasanya aku hanya tidur kurang dari 30 menit sebelum shubuh. Selesai sholat aku langsung mandi dan beberes, berganti pakaian dalam dan kaos kaki, dan bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Ketika hendak jalan, ban belakangku ternyata kempes. Tanpa berpikir panjang aku langsung membalikkan sepeda dan membongkar ban. Kemungkinan bocor setelah melewati segmen gravel di malam sebelumnya. Ketika mau kuganti, aku baru sadar, ini banku nggak benar-benar kempes, masih ada angin, jadi kurasa bocor halus. Akhirnya kuputuskan untuk langsung memompa bannya tanpa mengganti ban dalamnya dan kupasang lagi. Lumayan, masih oke. Disini aku sadar, pengambilan keputusanku agak kacau, memang seharusnya aku istirahat saja di Pantai Prigi, nggak meneruskan gowes sampai ke km1025. Aku langung memiliki firasat buruk, di hari ke-4 ini tampaknya performa gowesku bakalan drop banyak karena kurang tidur.

Aku melanjutkan perjalanan menuju kota Trenggalek di km 1040. Sambil terus melihat apakah ban belakangku kempes. Tampaknya agak kempes tapi rate kebocorannya masih oke. Skenario terburuk mungkin setiap sekian km sekali aku akan mengisi angin. 

tidak ada soto, nasi pecel pun jadi
Di sekitaran km1047 sebelum segmen menanjak ke arah Bendungan Tugu aku melipir karena lapar. Sebenarnya aku jarang-jarang sarapan, mungkin karena semalam hanya makan malam indomie saja jadi kurang nampol. Karena sudah lapar, aku melipir di warung terdekat, tanpa memilih-milih apakah disana menjual soto atau tidak. Disini aku sarapan nasi pecel.

Lanjut dari sarapan, kulihat ban belakangku masih oke walaupun sedikit kempes. Akhirnya aku putuskan melipir di tukang tambal ban motor. Kupasang adaptor pentil motor ke ban belakangku dan minta untuk diisi angin. Adaptor ini mungkin kelengkapan yang sepele, namun percayalah, lumayan berguna ketika dihadapkan pada situasi seperti ini.

Aku melanjutkan perjalanan menuju Ponorogo, dimana sebelum memasuki kotanya aku disapa oleh dot watcher yang menggunakan sepeda motor. Kami berbincang-bincang sebentar sebelum akhirnya beliau berbelok mengambil rute lain. Dari Kota Ponorogo, jalurnya sedikit menanjak ke arah Parang. Tanjakannya halus, namun lumayan panjang. Tadinya kupikir jalur yang kulewati adalah jalur Audax 1000 Yogya di tahun 2023 lalu, ternyata bebeda jalur walaupun melewati daerah Parang juga.

Sebelum memasuki Parang, aku sempat diteriaki oleh ibu-ibu dari pinggir jalan. Kaget juga dia meneriakkan nama lengkapku sambil menyemangati. Rupanya emak-emak bisa jadi dot watcher juga.

kota Magetan
Setelah memasuki daerah Parang, cuaca mulai tidak bersahabat. Walaupun pada saat itu belum tengah hari, sekitar jam 9-10an, namun panasnya minta ampun. Ada yang jual teh aku langsung melipir, itupun agak salah strategi karena teh relatif pahit, malah bikin tambah haus. Tidak seperti di daerah sebelum CP2 dimana banyak kutemui penjual es tebu, disini tampaknya kurang populer. Terlebih lagi jalur dari Parang menuju kota Magetan naik turun. Lengkap sudah: panas, rolling, kurang tidur, dan jalanannya nggak mulus.

Di Magetan, aku merasa badanku tidak fit. Efek kurang tidur mulai terasa. Rasa-rasanya kepala seperti kliyengan dan kurang bisa konsentrasi. Inilah harga mahal dari kesalahan dalam pengambilan keputusanku di malam sebelumnya.

Melewati Magetan, aku disapa oleh dot watcher, kali ini tidak menggunakan sepeda motor namun menggunakan sepeda road bike juga. Aku lupa namanya, namun aku sangat senang karena beliau menemani dari Magetan hingga Maospati. Walaupun jalanannya relatif menurun aku tidak bisa memantain pace ku. Rasanya ingin gowes buru--buru agar bisa segera sampai di CP3 Madiun yang jaraknya sudah tidak terlalu jauh lagi. Namun apadaya, badan yang sudah terlalu lelah ditambah dengan cuaca panas secara tak langsung menurunkan pace ku. Akhirnya kami berpisah di Maospati dan aku lanjut ke CP3.

CP3 Madiun

Aku sampai di CP 3 Madiun km1155 sekitar jam 12:30. Disana aku langsung meminum beberapa minuman dingin sekaligus, mengambil roti sandwich Sari Roti, yang langsung kumakan 3 biji. Aku meminta tolong mekanik membersihkan rantai sepedaku yang sudah kotor banget karena melewati jalanan berlumpur di malam sebelumnya, sekalian meminta tolong untuk mengganti ban dalamku karena dugaanku bocor halus. Kebetulan aku membawa 2 ban cadangan yang baru. Ketika ban dalamku dibongkar, ada kejadian lucu. Mekaniknya bilang ini bannya sudah penuh tambalan, ada bagian yang tipis yang mungkin tergesek ketika melewati rute gravel yang menyebabkan bocor halus. Aku baru ingat sebelum event, aku memang nggak mengganti ban dalamku. Jadi dulu ketika bocor, biasanya malas kuganti dan langsung tambal. Berhubun WS yang kupakai ini sudah hampir setahun nggak kupakai, ya berarti ban dalam itu sudah lebih lama lagi nempel di WS nya.

Apesnya, salah satu ban cadanganku yang baru ternyata ada sobek di lipatan, padahal masih terhitung baru. Jadi berdasarkan informasi dari mekanik disana, biasanya penyakitnya ban yang lama disimpan ya seperti ini. Seharusnya kalau beli ban baru, langsung dipompa lalu bannya digantung. Beruntung ban dalamku yang satunya lagi aman, jadi bisa diganti. Banku yang sobek dibuang, sementara ban lamaku yang bocor halus jadi cadangan. Kata mekaniknya seharusnya lebih aman untuk dijadikan cadangan, hanya bocor halus, daripada yang sobek, nggak bisa dipakai.

Disini sekali lagi kumanfaatkan fasilitas massage untuk melemaskan otot-otot kakiku yang sudah kelelahan juga. Aku beristirahat cukup lama disini. Karena cuaca sangat terik aku agak ragu untuk melanjutkan perjalanan. Selesai massage Om Terry datang. Karena aku malas untuk berhenti-berhenti lagi, aku mencari makan siang di sekitar lokasi CP, karena sudah cukup kenyang aku cukup makan bakso saja untuk makan siang. Kebetulan ada mesjid juga disitu jadi bisa sekalian sholat.

Aku jalan duluan ketika Om Terry sedang istirahat. Kuajakin jalan bareng tapi dia memutuskan untuk istirahat dulu. Aku harus tetap melanjutkan perjalanan, karena kupikir berlama-lama disana juga percuma, nggak bisa tenang beristirahat.

Lanjut dari CP3, rasa kantuk menyerang lumayan hebat. Sekitaran 20km dari CP3, di daerah Caruban hujan turun. Akhirnya aku putuskan untuk melipir di Alfamart dan mengambil power nap sekitaran 15 menit sambil menunggu hujan agak reda agar tidak perlu menggunakan jas hujan. Setelah sedikit reda, aku melanjutkan lagi perjananan menuju Nganjuk. Sempat kulihat di racemap Om Terry tak berada jauh di belakangku, Om John juga sama. Tampaknya dia hanya berhenti sebentar di CP 3.

Dengan kepala yang sedikit fresh setelah power nap. Aku melanjutkan perjalanan. Namun namanya kurang tidur ini efeknya seperti racun yang membunuh pelan-pelan. Gowes rasa-rasanya nggak enak banget terutama di konsentrasiku. Sulit sekali berkonsentrasi. Jika diibaratkan dengan HP, ini sudah masuk Low Power Mode, tubuh dan kaki sudah tidak bisa diajak bekerja sama. Dari Nganjuk ke arah Bojonegoro jalanannya pun menanjak. Lewat maghrib jalanan yang kulewati berupa hutan yang pekat dan gelap, nggak berani kenceng-kenceng. 

nasi campur: kerang & tahu
Begitu keluar dari hutan dan menemukan ada warung aku tak berpikir dua kali untuk berhenti. Disana aku memesan makanan (kebetulan menu yang ada menu rumahan) dan minuman kopi untuk menjagaku biar nggak ngantuk. Disini Om Terry kulihat menyusulku. Di warung ini aku mengatur strategi, kuliat rutenya tidak melewati kota Bojonegoro tetapi melewati jalan alternatif yang kuduga bakalan banyak melewati hutan gelap. Akhirnya aku putuskan untuk beristirahat di km1260, daerah Dander dimana ini persimpangan seharusnya cukup ramai.

Lanjut dari warung aku berhasil menyusul Om Terry, ternyata dia mau mencari makan malam. Aku ceritakan rencanaku, mungkin bakalan melipir di km1260 sebelum lanjut gowes lagi. Walaupun belum ngantuk banget, takutnya nanti pas ngantuk malah lewat tengah hutan, nggak bisa istirahat. Akhirnya Om Terry melipir ke warung soto sementara aku lanjut gowes.

Perjalanan menuju Dander ternyata lebih ‘mengerikan’ daripada yang kukira. Jalanannya jauh lebih sepi karena keluar dari jalur utama.  Walaupun jalanannya bagus, tapi rute yang dilewati adalah hutan gelap. Nggak ada rumah dan lampu jalan. Jika lampu sepeda kumatikan, pasti gelap total. Setiap kali papasan dengan kendaraan lain seringkali mikir yang nggak-nggak. Disini aku berharap keputusanku untuk beristirahat di Dander adalah keputusan yang tepat. Lewat dari Dander mungkin jalanan hutan lagi yang kulalui. Jangan sampai pas sudah ngantuk banget malah nggak nemu tempat untuk beristirahat nantinya.

Aku sampai di Dander sekitar jam 8 malam. Disini aku melipir ke mesjid terdekat, sekalian sholat. Karena hanya berencana untuk tidur sebentar aku nggak nge charge perangkatku. Selesai sholat aku langsung mencari posisi nyaman, setengah duduk, sambil nyender di salah satu tiang mesjid. Pada saat itu aku aku belum terlalu ngantuk, tapi sudah nggak nyaman karena sehari sebelumnya kurang tidur. Aku tidak mau mengambil resiko dengan melanjutkan gowes dan baru tidur dekat-dekat tengah malam nanti.

🏠 

kembali ke artikel utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar