Senin, November 21, 2011

20112011


Di hari yang unik ini, aku dan istriku mendapat pengalaman yang berharga dari sebuah perjalanan pulang dan pergi menggunakan taksi. Don't judge the book by the cover. Jangan menilai orang dari pekerjaannya. Hebatnya lagi kedua pengalaman ini diberikan oleh dua orang yang berbeda yang notabene kedua-duanya adalah sopir taksi Express dan pada hari yang sama pula. Semoga saja ini nggak ada hubungannya dengan judul tulisan ini :p

Pagi hari itu, aku dan istriku hendak pergi ke kantor kelurahan di wilayah Jakarta Selatan untuk mengurus e-KTP. Baru masuk ke dalam taksi, sudah disambut dengan ucapan "Good morning!" dan dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan dalam bahasa Inggris dari sang supir. Otomatis kami kaget, namun demikian kami balas ucapannya dalam bahasa yang sama. Akhirnya pak supirnya menjelaskan kalau beliau sangat ingin sekali belajar bahasa Inggris, walaupun menurut pengakuannya beliau tidak lulus SD. Alasannya cukup sederhana, kata beliau di Jogja penarik becak saja bisa ngomong pakai bahasa Inggris, masa di Jakarta yang notabene harusnya lebih maju malah nggak bisa. Aku salut dengan semangatnya yang luar biasa untuk belajar, walaupun usianya sudah cukup tua sebagai sopir taksi. Bahkan katanya sudah punya cucu pula.

Pengalaman berikutnya adalah dalam perjalanan pulang dari sebuah tempat perbelanjaan. Dari pertama masuk taksi, suasananya sudah lain. Lagu yang disuguhkan pun  agak-agak berkelas dan yang jelas bukan dari radio lah ya. Cara berbicaranya pun menunjukkan kalau pak sopir ini punya banyak pengalaman dan cukup intelek. Selama dalam perjalanan, bahan obrolan kami pun cukup berat, dari mulai idealisme sampai ngobrol-ngobrol tentang teknologi saat ini. Di suatu titik, pak sopir mengatakan bahwa di dunia ini tak ada satupun yang terjadi secara kebetulan, dan baginya harta bukanlah sebuah masalah baginya. Berat bo. Ini kayak udah ngomongin agama aja nih. Menurutku sendiri jarang sekali orang bisa ngomong diatas kalau orang tersebut nggak berkecukupan (bukan hartanya ga cukup, tapi ga pernah ngerasa cukup). 

Setelah kutanya-tanya lebih jauh, beliau ternyata adalah seorang dosen Telematika di sebuah universitas ternama di Jakarta dan saat ini sedang mengambil program pascasarjana di sebuah universitas yang ternama juga di Jakarta. Beuh.. pantes aja dari tadi obrolannya berbobot. Pak sopir ini baru 3 minggu menjadi sopir di Express, alasannya dia menjadi sopir karena ingin bertemu dengan banyak orang dari berbagai lapisan di Jakarta. Lebih ke arah mengamati perilakunya sih kalau menurutku. Selama 3 minggu ini aja udah ketemu orang yang macem-macem. Katanya pula, beliau ini ingin membuat buku tentang orang-orang ini. Kuduga isinya semacam Jakarta Undercover gitu kali ya, cuma dari sudut pandang sopir taksi. Sayangnya aku nggak tahu saat ini beliau sedang mengambil program pascasarjana apa. Entah ada hubungannya atau nggak dengan rencana penulisan buku tadi. 

Kedua pengalaman diatas menunjukkan bahwa sebuah pelajaran hidup itu bisa datang dari mana saja. Tak peduli apakah itu dari keluarga, teman, atasan, bahkan orang-orang tak dikenal yang kita temui setiap hari. Dan seperti apa yang sudah dikatakan sebelumnya, semua kejadian yang aku alami ini walaupun terkesan acak, aku percaya ini bukanlah sebuah kebetulan.

Trip to Belitung, Negeri Laskar Pelangi

Akhirnya terlaksana juga berlibur ke Belitung, setelah sekian lama bermimpi ingin berkunjung kesana. Diawali dengan ajakan teman-teman sekantor, mumpung ada promo tiket murah, ditambah dengan situasi yang sangat mendukung, berangkatlah kami 14 orang menuju Belitung 3 hari 3 malam. Beruntung ada teman kantor yang memang asli orang Belitung, belum lagi ditambah dengan adanya kantor sub branch disana, yang tentunya memudahkan dalam urusan transportasi (ga perlu nyewa mobil bo), tinggal pinjam mobil punya kantor + bayar driver + bensin. Bener-bener menghemat banget deh. Kalau ditotal, semua biaya akomodasi termasuk tiket PP, hotel, makan, snorkeling, habisnya kurang lebih Rp. 1,3 juta, belum termasuk oleh-oleh, air port tax, dan transport PP ke Bandara Soekarno Hatta, lumayan murah lah.

Hari Pertama
danau kaolin
Hari pertama dihabiskan untuk melihat-lihat danau tambang kaolin dan lokasi syuting SD Muhammadiyah di film Laskar Pelangi. Sayangnya ketika menuju salah satu danaunya, sudah mendekati tengah hari. Panasnya bener-bener menyengat Bo!! Di danau ini kami bisa melihat batu-batuan berwarna putih dikombinasikan dengan air danau yang berwarna biru, sebuah pemandangan yang tidak biasa dan indah untuk berfoto ria. Konon katanya pemandangannya lebih bagus jika bisa datangnya ketika matahari terbit. Yah, baru sampai Belitungnya juga udah agak siangan, kayaknya ke danau kaolinnya memang baiknya nggak di hari pertama. Mungkin next time lah.

SD Muhammadiyah
kopi manggar
Selanjutnya, perjalanan diteruskan ke lokasi SD Muhammadiyah, yang digunakan untuk syuting film Laskar Pelangi. Lokasinya di daerah Manggar yang berada di bagian timur pulau. Jarak tempuhnya lumayan juga, sekitar 90 km (kata guide nya sih bgitu), yang ditempuh dalam waktu kurang lebih 1,5 jam. Beruntung jalanan disana walaupun tidak terlalu besar, namun cukup bagus dan tidak terlalu ramai. Selain berfoto-foto di SD Muhammadiyah, disempatkan pula mampir di salah satu kedai kopi di Manggar. Menurutku kopinya lumayan enak, konon katanya kopi dari Manggar itu terkenal. Anehnya, walaupun demikian kopinya sendiri bukan berasal dari Belitung, karena disana memang tidak ada kebun kopi. Kami juga menyempatkan untuk mampir di pantai Burung Mandi, yang berada tak terlalu jauh dari Manggar. Pantainya sendiri tidak terlalu ramai, dan menurutku biasa saja. Mungkin karena lokasinya juga lumayan jauh dari Tanjung Pandan, yang menyebabkan hanya sedikit wisatawan yang mengunjungi pantai ini.

Hari Kedua
pemandangan di P. Batu Berlayar
Hari berikutnya kami habiskan untuk berkeliling ke pulau-pulau yang berada di bagian utara Pulau Belitung. Dimulai dari Tanjung Kelayang, dari sini kami menyewa perahu untuk berkeliling pulau. Berhubung hari sudah agak siang, ada pulau-pulau yang tidak bisa kami kunjungi karena permukaan airnya sudah tinggi. Salah satunya adalah Pulau Pasir, dimana di pulau ini biasanya ditemukan bintang laut. Beruntung kami sempat mampir ke pulau Batu Berlayar untuk berfoto-foto sebentar. Pulau yang ukurannya tidak terlalu besar ini kuperkirakan diameternya hanya sekitar 20 meter dan disini ada batu-batu granit yang ukurannya cukup besar. Nama pulau ini diambil karena beberapa batu nya menjulang cukup tinggi, mirip tiang layar.

bintang laut
Perhentian selanjutnya adalah pulau Burung. Disini sebenernya sih nggak terlalu banyak yang bisa dilihat. Berhubung pantainya cukup tenang, beberapa dari kami memutuskan untuk berenang dan mengeksplorasi wilayahnya. Di pulau burung ini ada dermaga kecil yang bisa digunakan untuk berfoto ria. Sayangnya saat itu latar belakangnya agak-agak mendung, jadi nggak bisa mendapatkan hasil foto yang maksimal. Pemandu kami kebetulan menemukan bintang laut, yang sepertinya didapat dari Pulau Pasir yang tidak bisa kami singgahi karen sudah tenggelam. Tak ayal lagi bintang laut yang dilindungi ini jadi objek foto kami semua.


mercusuar P. Lengkuas

pemandangan di P Lengkuas

pemandangan dari mecrusuar

pantai Tanjung Tinggi 
Perjalanan dilanjutkan ke Pulau Lengkuas. Di Pulau ini terdapat mercusuar yang sudah dibangun sejak tahun 1882 an. Menurutku mercusuar ini sudah menjadi icon pariwisata Belitung, mengingat foto mercusuar ini selalu terlihat dalam iklan-iklan pariwisatanya. Di area sekitaran Pulau Lengkuas ada spot untuk snorkeling. Rombongan kami tentunya tak melewatkan acara snorkeling ini. Spot nya sendiri menurutku biasa-biasa saja, tapi memang tak rugi juga kalau mau mencoba. Nah setelah acara snorkeling selesai, dilanjutkan dengan acara makan siang di Pulau Lengkuas. Pas banget karena abis snorkeling kami smua kelaparan. Apalagi makan siang nya juga dimasak di sini. Jadi makanan dan bahan mentahnya dibawa dari Pulau Belitung bareng-bareng dengan perahu yang kami sewa, selama kami snorkeling, makanannya dimasak. Selesai snorkeling, masakannya pun sudah siap saji. Seafood segar sudah siap untuk disantap.

Setelah makan siang, acara dilanjutkan dengan berkeliling pulau. Ada bagian pulau yang menarik, dimana banyak batu-batu granit besar disitu. Pantai disekitar batu-batunya juga tidak terlalu dalam, bisa digunakan untuk berenang. Menurutku ini adalah salah satu spot yang wajib untuk dikunjungi, terutama untuk penggemar fotografi. Kita bisa mengambil latar batu-batu granit dengan langit biru cerah, atau bisa juga memilih latar mercusuar ditambah dengan pohon-pohon kelapa di pulau. Kami juga tidak lupa untuk menyempatkan untuk masuk ke mercusuar dan naik hingga puncak tertinggi. Seingatku ada sekitar 18 lantai, lumayan bisa bikin kaki gempor. Cuma nggak bakalan rugi deh, bisa melihat pemandangan sekitaran Pulau Lengkuas dari ketinggian.

Selanjutnya kami kembali ke Pantai Kelayang. Karena waktu yang sudah lumayan sore, ombaknya lumayan besar. Lumayan menantang dan memberikan pengalaman tersendiri bagi orang-orang yang rada-rada trauma dan punya pengalaman buruk dengan perjalanan di laut. Perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Tinggi, yang memerlukan waktu kita-kira 20 menit dari Pantai Kelayang.  Pantai ini juga salah satu lokasi yang digunakan dalam syuting film Laskar Pelangi. Karena lokasi pantainya menjorok kedalam seperti teluk, airnya cukup tenang. Sayangnya karena hari sudah sore, aku nggak sempat untuk berenang disini. Padahal spotnya lumayan bagus untuk bermain air. Terlebih lagi pantai ini juga dipenuhi dengan batu-batu granit yang ukurannya lebih besar dibandingkan dengan pantai yang lain. Rencana awalnya di pantai ini kami ingin menikmati pemandangan matahari tenggelam sambil berfoto ria tentunya

Perjalanan di hari itu diakhiri dengan makan malam di sebuah restoran. Lupa apa namanya, cuma yang aku inget pesanan minumanku lama sekali baru diantar, itupun setelah marah-marah beberapa kali ke pelayannya karena sudah 3 kali diingatkan teuteup ga dianter juga, padahal makanan yang lain sudah habis, alias udah siap-siap mau pulang.

Hari ketiga
salah satu sudut di
kota Tanjungpandan
Tak banyak yang kami lakukan di hari terakhir ini. Yang tidak bisa dilewatkan tentunya mencari oleh-oleh. Yang khas dari Belitung ini adalah produk kerupuk dari ikan, udang, dan cumi-cumi. Tak lupa pula membeli Kopi Manggar yang rasanya khas. Berhubung kebagian flight sore untuk kembali ke Jakarta, setelah membeli oleh-oleh kami sempatkan dulu untuk mencicipi Mie Kepiting dan Sup Kepiting khas Belitung di salah satu kedai yang kami lewati (lupa namanya). Rasanya mantabh bo, dijamin ga rugi lah.

Beberapa catatan lain
Selain mengunjungi tempat-tempat wisatanya, tidak ada salahnya untuk mencicipi makanan-makanan khas Belitung. Salah satunya adalah Mie Belitung. Mienya memang khas dengan kuah berwarna agak hitam seperti kuah pempek, dan rasanya agak manis. Warung yang sudah terkenal dan direkomendasikan adalah warung Atep yang lokasinya tidak jauh dari pusat kota di Tanjungpandan. Jangan lupa pula untuk memesan es jeruk Kunci, yang konon juga khas Belitung. Sama-sama es jeruk, tapi jeruknya lain tentunya dengan jeruk peras yang biasa dibeli di warung-warung makan di Jakarta. Selain itu ada mie kepiting yang wajib dicoba juga. Waktu itu kami makan di warung yang lokasinya tak terlalu jauh dari warung Atep, nemunya juga karena sekedar lewat. Walaupun demikian untuk rasa, dijamin oke. Porsinya lebih banyak daripada mie Belitung, dan tentunya harganya lebih mahal (lupa berapa, kalo nggak salah 16 ribu seporsi). Kalau menurutku sih, aku lebih suka dengan mie kepitingnya daripada mie belitung. Rasanya lebih enak dan lebih kaya bumbunya.

Makanan lautnya juga enak. Selain yang dibakar, yang khas adalah Gangan. Gangan adalah sup ikan (ga tahu deh ikannya apa, yang penting enak) dengan bumbu kunyit, sehingga kuahnya berwarna kuning. Didalamnya ada potongan buah nanas, sehingga kuahnya berasa manis. Selain manis, rasanya juga cukup pedas, pas banget disantap ketika masih panas.

Sempatkan pula untuk mampir di salah satu kedai kopi di kota Tanjungpandan. Salah satu tempat yang direkomendasikan oleh salah satu driver kami selama disana adalah kedai kopi yang letaknya tak jauh dari pusat kota. Kedai kopi ini berada di pojok pertigaan jalan yang menuju dermaga dan pasar ikan. Konon katanya orang-orang Belitung bisa menghabiskan waktu berjam-jam di kedai kopi ini sekedar untuk mengobrol. Segelas kopi harganya 3000 rupiah. Ketika diantar nanti, akan disediakan gula dan susu kental secara terpisah. Jadi bisa diatur lah sesuai dengan selera.

Walaupun tempat-tempat wisatanya menarik, namun menurutku sarana dan prasarananya masih kurang oke. Kalau dibandingkan dengan Bali sih jauh lah. Di Belitung ini aku nggak menemukan minimarket seperti Indomaret atau Alfamart. Entah disana nggak laku atau memang pemerintah daerahnya yang tidak memberikan ijin. Untuk fasilitas sepele seperti toilet pun menurutku kurang memadai. Bukan di hotel atau di tengah kota loh maksudku, tapi di tempat wisata seperti Tanjung Kelayang, Tanjung Tinggi, dll. Airnya berwarna keruh, seperti kotor, jadi rada-rada ragu juga untuk memakainya, cuma karena nggak ada pilihan lain ya sudahlah :D. Apalagi di Pulau Lengkuas. Di Pulau ini tidak ada sumur. Jadi air yang digunakan adalah air hujan. Sekali masuk bayarannya pun tak murah. Duh, padahal pulau ini lumayan ramai. Tak ayal lagi, buat cowok-cowok yang cuek dan pede, memilih untuk membuang hajat di sekitaran pulau, yang salah satu spotnya adalah di batu-batu granit tempat foto-foto yang aku sebutkan diatas.

Sebagai informasi tambahan, kita juga bisa menyewa sepeda dan kayak di Tanjung Kelayang. Kebetulan sebulan setelah perjalanan ini, ada perjalanan dinas dari kantor ke Belitung (padahal sih bukan dinas, tapi senang-senang :p). Di perjalanan yang kedua ini, aku mencoba kayak. Lumayan seru, tetapi juga melelahkan. Pantai di sekitaran Tanjung Kelayang ini lumayan dangkal, jadi yang nggak bisa berenang nggak perlu terlalu takut. Namun demikian jangan lupa menggunakan pelampung untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kalau berani sih jangan lupa bawa kamera juga (resiko ditanggung sendiri kalau kayaknya sampe kebalik :p). Pemandangannya lumayan bagus kalau langitnya cerah. Tak jauh dari bibir pantai ada batu-batu granit besar yang mirip dengan paruh burung. Lokasi ini bisa dijangkau dengan kayak, tetapi dua kali ke Belitung, spot ini tidak disinggahi perahu. Sebagai catatan tambahan, kayak ini bisa sangat melelahkan. Awalnya sih ringan karena sepertinya mengikuti arus laut yang mengarah ke tengah. Namun ketika akan kembali lagi, tenaga sudah lumayan terkuras, mana melawan arus pula. Disini tidak ada jalan lain loh, jadi mau nggak mau ya terus mendayung hingga sampai bibir pantai.