Sudah dua minggu ini mendengar adanya rencana kenaikan tarif KRL Commuter Line sebesar Rp. 2.000 untuk masing-masing rute. Kenaikan ini rencananya efektif per 1 Oktober 2012. Hampir di semua stasiun kulihat sudah ada spanduk yang berisi informasi mengenai kenaikan tarif ini.
Memang sih masih lama kenaikannya. Tapi jika melihat suasana di Twitter, sepertinya isu ini semakin memanas saja. Jika anda mem-follow akun Twitter @krlmania, tampak banyak pihak yang menolak kenaikan tarif ini. Diawali dari pernyataan direktur PT KAI yang mengatakan "Ada harga, ada rupa. Tarif Rp. 7.000 wajar saja AC mati". Tak pelak lagi pernyataan ini menyulut kekesalan dan kemarahan para pengguna KRL di Twitter.
Sebagai pengguna KRL rute Bekasi-Jakarta Kota, aku akui sejak berlakunya rute Commuter Line, jadwal KRL menjadi sedikit lebih baik. Sebelum adanya rute baru, seringkali KRL dari Bekasi tertahan cukup lama di Stasiun Jatinegara. Dan kejadian ini berlangsung hampir tiap hari. Bikin bete kan? Namun sekarang sudah tidak seperti itu lagi tentunya. Perbaikan lain yang tampak adalah, di peron masuk dan peron keluar karcis penumpang akan diperiksa. Jadi lebih tertib dan mengurangi jumlah penumpang yang tidak memiliki karcis.
Namun kekurangannya adalah rute ke Stasiun Senen dan Tanah Abang dihapuskan. Untuk ke Tanah Abang, pengguna KRL harus turun di Stasiun Manggarai, dan berganti KRL dari arah Depok/Bogor yang menuju ke Tanah Abang. Masalahnya kereta dari Depok/Bogor yang menuju Tanah Abang biasanya penuhnya seperti sarden. Tentunya hal ini membuat nggak nyaman, selain mesti pindah peron, berdesak-desakan pula lagi. Memang ada sih kereta khusus yang disediakan dengan rute Manggarai-Tanah Abang. Namun jadwalnya tidak selalu pas dengan kedatangan kereta dari Bekasi. Tentunya ini lumayan menambah waktu tempuh ke kantor.
Berdasarkan pantauanku melalui akun Twitter @krlmania, rute yang paling parah dan sering mengalami gangguan adalah rute dari Depok/Bogor. Bisa dibilang tiap hari ada saja keluhannya, dari mulai gangguan yang menyebabkan kereta tertahan, dan membuat kereta di belakangnya harus sabar menunggu, suasana kereta yang sudah tidak manusiawi, hingga AC mati. Beruntung rute Bekasi tidak separah itu.
Dengan kondisi ini, seharusnya PT KAI lebih jeli dalam melihat situasi dan tidak menaikkan tarif KRL terlebih dahulu. Apalagi denger-denger rencana kenaikan tarif ini belum disetujui oleh DPR, tapi kok sudah berani pasang spanduk mengenai kenaikan tarifnya? Well, aku nggak tahu juga sebenarnya apakah PT KAI ini rugi atau untung. Kalaupun rugi dan tarif KRL nya harus naik, seharusnya pemerintah bisa memberikan subsidi lebih. Karena pengguna KRL ini beragam, tidak semuanya orang kantoran yang seharusnya tidak mengalami masalah dengan kenaikan tarif ini. Nggak lucu juga jika sarana transportasi publik hanya bisa dinikmati oleh kalangan yang mampu saja.
Apalagi kereta adalah salah satu transportasi publik yang menurutku paling rendah tingkat polusinya. Emisi karbon per-orang nya juga paling rendah dibandingkan dengan mobil dan bus. Jika pemerintah cukup peduli dengan lingkungan seharusnya isu kenaikan tarif ini perlu dikaji secara mendalam dulu dampak jangka panjangnya. Belum lagi efek macet yang ditimbulkan jika nanti pengguna KRL beralih ke transportasi lain seperti bus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar