Rabu, Juli 04, 2012

[Review Buku] Dewi Lestari - Partikel

Langsung to the point, this book is great dan membuat saya tidak bisa berhenti untuk berhenti membacanya. Setelah tersimpan sejak cukup lama dan nggak dibaca, baru deh kemarin mulai dibaca dan langsung selesai dalam 2 hari. Thanks to Mbak Dee yang membuat perjalanan KRL Bekasi - Serpong tak berasa melalui karyanya ini.

Partikel adalah seri ke-4 dari novel Supernova. Dari 4 seri ini baru Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh, dan Partikel saja yang sudah pernah kubaca. Dua novel sisanya: Akar dan Petir, belum sempat baca, dan semoga kedua buku tersebut bisa menemani saya dalam perjalanan ke Surabaya di akhir pekan ini.
Partikel bercerita tentang seorang anak perempuan yang bernama Zarah Amala yang dididik dengan cara yang tidak biasa oleh ayahnya. Alur cerita baru benar-benar dimulai ketika ayah Zarah, Firas menghilang tiba-tiba. Berbekal dari 5 jurnal warisan ayahnya, Zarah berusaha mencari keberadaan ayahnya dan mencari jawaban dari semua teka-teki dari apa yang ditinggalkan Firas.

Melalui novel Partikel, Dee menghadirkan cerita yang penuh konflik bagi tokoh utamanya. Namun disitulah menariknya novel ini, bagaimana Zarah bereaksi terhadap konflik-konflik keras yang dia hadapi, dan membuatnya tenggelam dalam pelarian yang seolah tak berujung, hingga dia menghentikan pelariannya di akhir cerita. Konflik dalam cerita ini sungguh kompleks dan rumit. Dan menurut saya, novel ini memang tergolong agak berat. Perlu kecerdasan dan iman dalam membacanya. Terutama dalam bagian ketika Zarah berkonflik dengan kakeknya, Abah. Pesan-pesan berbau atheisme sangat terasa di bagian tersebut. Bagi seorang yang sangat logis, pesan-pesan tersebut bisa diartikan lain.

Jujur, saya akui novel ini mampu memberikan sudut pandang yang lain terkait dengan atheisme, juga wawasan-wawasan lain terkait dengan hal-hal asing yang baru saya kenal seperti shamanisme, wildlife photography, Armillaria ostoyae, fungi, Pacific Trash Vortex, meditasi, hingga Iboga. Namun karena novel ini fiksi, batas antara khayalan dan kenyataan mengenai hal diatas cukup sulit dibedakan. Pembaca harus jeli dan mencari sendiri faktanya, jangan sampai tersesat. Euforia setelah membaca buku ini saya rasakan cukup tinggi, dan ini bisa membuat bias dalam memilah mana yang fiksi dan mana yang fakta. Bahkan saya merasakan ada banyak penolakan dari diri saya ketika membaca bagian-bagian yang menonjolkan atheisme dan shamanisme, karena tidak sesuai dengan nalar saya. Pembaca harus bisa bersikap bijak dalam mencerna informasi-informasi tersebut.

Saya salut dengan Dee. Walaupun Partikel adalah novel fiksi dan banyak bercerita mengenai hal-hal yang cukup asing bagi saya, namun saya yakin, semua informasi tersebut tentunya diperoleh oleh penulisnya melalui serangkaian riset yang cukup berat. Semuanya terlihat dari tulisan-tulisannya yang berisi namun tidak terkesan sok cerdas. Selain itu informasi yang disajikan pun tidak homogen, membuktikan penulisnya pasti telah melakukan riset pada banyak hal: fungi, lingkungan, shamanisme, meditasi, dan lain-lainnya.

Diluar dari alur cerita yang dialami oleh Zarah, Dee juga berusaha mengangkat permasalahan berkaitan dengan lingkungan. I like this. Setidaknya ada pesan-pesan moral yang menegaskan bahwa sebagai manusia kita tidak boleh sombong dan harus menghargai alam. Manusia bisa menjadi parasit dan virus bagi bumi yang kita tinggali ini, membuatnya sakit dan mati, dan pada akhirnya manusia itu sendiri yang akan binasa. Pesan moral ini begitu kuat kurasakan pada hampir semua bagian novel ini. Saya cukup penasaran mengenai istilah Pacific Trash Vortex, dan setelah mencari informasi tersebut melalui internet, benar seperti kata Dee, membuat kita berpikir bumi sudah tidak mempunyai masa depan lagi.

Pada akhirnya kemana pun Zarah mencari jawaban atas pelariannya, jawabannya ternyata tidak berada jauh dari dirinya sendiri. Saya menangkap pesan moral yang kuat disini, bahwa seberapa besar permasalahan yang kita hadapi semuanya kembali ke diri kita masing-masing. Bagaimana cara kita bereaksi dan berdamai dengan kekurangan, kelemahan, dan masa lalu kita yang menjadi jawabannya. Ini cukup mengingatkan saya pada novel The Alchemist yang ditulis oleh Paolo Coelho yang membawa pesan serupa.

Partikel masih menyimpan misteri yang belum terungkap. Sepertinya sih memang dari awal dibuat seperti itu. Semoga saja di novel lanjutannya kita bisa menemukan jawabannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar