Akhirnya Nokia E72 yang aku gunakan selama lebih dari 2,5 tahun terpaksa aku pensiunkan. Setelah dulu sempat kecemplung dan terpaksa ganti IC, kasus terakhir yang menimpanya adalah jatuh dari saku saat akan aku keluarkan. Anehnya, walaupun terjatuh ke karpet, namun efeknya cukup fatal. Beberapa keypad tidak bisa berfungsi. Mau nggak mau ya mesti ganti sirkuit untuk keypadnya, karena setelah diperiksa ternyata sedikit sobek.
Setelah mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk penggantian diatas, isu baterai pun melanda. Hal ini sudah kusadari sejak lama jika umur baterai Nokia E72 ku sudah berkurang. Padahal Nokia cukup terkenal dengan baterainya yang awet, sekali charge bisa untuk 3 hari. Kasus Nokia E72 ku ini, sekali charge paling bisa bertahan 24 jam, itupun tanpa ada akses data dan hanya aku gunakan untuk standby saja.
Nokia E72 yang aku gunakan sebelumnya, walaupun menjadi nomor utama, fungsinya tak lebih dari: SMS, telepon, dan modem. Untuk fungsi SMS dan telepon dengan umur baterai seperti yang telah disebutkan diatas, sebenarnya tidak masalah. Namun, untuk modem, ini bisa menjadi masalah karena lumayan memakan sumber daya baterainya. Kelemahan lainnya, aku mengharapkan adanya fitur WiFi tethering yang cukup stabil. Pada Nokia E72, ada aplikasi dari pihak ketiga yang menyediakan fungsi ini, namun aku merasa aplikasi tersebut kurang stabil dan sering nge-hang.
Setelah berpikir masak-masak pilihanku pun jatuh ke ponsel Android. Dan karena fungsi yang aku harapkan hanya 3 diatas, dan mungkin ditambah beberapa fungsi tambahan yang tidak terlalu signifikan, aku mempertimbangkan untuk membeli ponsel Android low end.
Well, kenapa nggak memilih Nokia lagi? Alasanku sederhana saja, harga ponsel Nokia lebih mahal dibandingkan dengan ponsel Android dengan fitur yang sama. Untuk urusan build quality, Nokia bisa dibilang lebih unggul, namun dari sisi fitur, jelas Android lebih unggul, terlebih lagi aplikasi yang tersedia juga lebih banyak dibandingkan dengan Nokia. Lain ceritanya jika Nokia juga penggunakan platform Android.
Lantas mengapa memilih Android? Ponsel yang akan kubeli rencananya memang akan kupakai sementara saja. Sebenarnya aku lebih prefer untuk memilih iPhone. Namun membeli iPhone saat ini bisa dibilang tanggung karena berdasarkan rumor, iPhone 5 sebentar lagi akan keluar, jadi kupikir lebih baik menunggu saja sampai iPhone 5 keluar. Dan sementara belum keluar, ponsel Android low end sudah mencukupi. Rugi lah beli ponsel Android mahal-mahal kalo memang dalam waktu dekat mau ganti lagi. hehehe
Setelah diskusi dengan teman-temanku yang pernah menggunakan ponsel Android, sebenarnya mereka tidak menyarankan. Alasan utamanya sih boros baterai. Kebetulan teman-temanku ini pengguna Samsung, dan mereka mengeluhkan masalah borosnya baterai yang bisa dibilang suck. Pada intinya sih mereka tidak merekomendasikan Samsung. Well.. sebenarnya aku juga nggak demen sama Samsung. Penjiplak dan shameless, nggak sudi deh ngeluarin duit buat perusahaan kayak bgini. Hehe.. actually I'm an Apple fanboy, so you'll understand my point of view.
Pilihan pun jatuh ke HTC. Sebenarnya sudah sejak lama aku mengagumi desainnya HTC. Dari dulu jika seandainya aku akan memutuskan untuk membeli ponsel Android, aku akan memilih HTC. Namun sayangnya perusahaan ini kini ditimpa isu kurang sedap, penjualannya kurang memuaskan. Yeah, terlepas dari itu semua, dan dengan kenyataan bahwa support untuk HTC di Indonesia tampaknya kurang oke dibandingkan dengan Samsung, aku tetap lebih memilih HTC.
Akhirnya aku memutuskan untuk membeli HTC Explorer. Dengan harga yang cukup miring karena lagi diskon: Rp. 999.000 saja. Dibandingkan dengan ponsel Android low end Samsung: Galaxy Pocket dan Galaxy Y, HTC Explorer jelas lebih unggul, apalagi membaca reviewnya pun demikian. Selain resolusi layarnya lebih besar, memori RAM nya pun lebih lega. Kekurangannya hanyalah internal storage yang kecil, sehingga disarankan untuk membeli memory card tambahan, karena pada paket penjualannya tidak disertakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar