Rabu, Desember 06, 2023

Yang Tersisa dari Audax Yogyakarta 1000K

rute YUCC 2023 1000K
Pada bulan September lalu, aku mengikuti Audax Yogya 1000K yang menjadi event terakhir untuk Super Randonneur 2023. Jika di event-event sebelumnya peserta akan dikonfirmasi terlebih dahulu untuk partisipasinya, di audax kali ini panitia langsung mengirimkan email konfirmasi keikutsertaan peserta dalam event ini. Jika bukan karena aku sudah mendaftar di Super Randonneur, mungkin aku tidak akan mengikuti event ini. Entah, pada saat itu moodku sedang kurang bagus untuk mengikuti acara long ride seperti ini.

Seminggu sebelum event

Seminggu sebelum acara, aku ada acara kantor ke luar kota. Berhubung nggak bawa sepeda aku mencoba untuk berolahraga jogging. Tak disangka sesi lari pagi yang hanya berlangsung sekitar 40 menit ini membawa penderitaan. Baru berlari sekitar 2-3km paha kiriku sakit, mungkin memang karena tak terbiasa lari. Kupaksakan terus berlari hingga finish, beberapa kali gejala sakitnya hilang timbul. Namun pada akhirnya kakiku lumayan sakit, dipakai berjalan lumayan effort.

persiapan pada H-1

Keesokan harinya aku gowes, baru beberapa menit kakiku langsung ngambek, sakit. Bahkan aku coba mengayuh pelan-pelan pun tetap sakit. Sepertinya olahraga lari sehari sebelumnya membuat otot kakiku cedera lumayan parah, sehingga dipakai olahraga lain pun yang kurasa tidak menggunakan otot yang sama, jadi tidak bisa karena menahan sakit. Kondisi ini berlangsung beberapa hari sampai aku lumayan panik, karena event audax akan berlangsung dalam beberapa hari kedepan.


Pada akhirnya di H-2 aku mencoba kembali gowes pelan-pelan dan hasilnya cukup oke. Aku bisa bertahan paling nggak 1 jam tanpa ada gejala aneh-aneh. Akhirnya kuputuskan untuk tetap mengikuti event audax namun dengan ekspektasi rendah. Jika nanti terjadi apa-apa dengan kakiku, aku tidak akan memaksakan diri.

Hari ke-1

list Check Point
Di hari pertama start cuaca cukup cerah. Dari start, aku sudah gowes sendiri, karena memang nggak janjian dengan peserta lain. Ada beberapa peserta yang kukenal di titik start dan sempat ketemu di awal-awal gowes, namun pada akhirnya aku jadi gowes duluan karena mereka memilih pace yang lebih santai. Dari semula, aku sudah tidak mau mengambil resiko. Sebisa mungkin gowes dengan pace stabil dan damai, dan sangat menghindari off saddle, takut tetiba kaki kiriku yang cedera kumat.

Sampai CP pertama, alhamdulillah kakiku masih aman. Rutenya kebanyakan flat, dan ada tanjakannya yang lumayan, tetapi karena emang sengaja nggak ngepush, masih aman, tanjakan masih bisa dilibas tanpa perlu off saddle. Sampai di CP pertama, aku berada di posisi 5 besar, dengan Om Thopa berada di posisi paling depan. 

Menuju CP 2 di daerah Pracimantoro, rute berubah menjadi lumayan menantang. Peserta diarahkan menuju jalur JLS yang naik turun, banyak segmen rolling yang menghabiskan energi. Ditambah lagi jalur JLS ini terhitung cukup gersang, jalanan aspalnya walaupun mulus tapi minim pohon di kiri-kanan jalan. Melewati jalanan JLS ini pukul 9-10 pagi sudah membuat tersiksa karena cuaca cukup terik. Kondisi ini diperparah dengan sepedaku yang bermasalah, FD ku tidak bisa berpindah dari chainring besar ke chainring kecil. Alhasil beberapa tanjakan dari segmen rolling terpaksa kulibas dengan chainring besar, maen power jadinya. Sebenarnya masih bisa manual, tinggal kulepas cleat di kaki kananku untuk memaksa rantai berpindah chainring, tetapi resikonya kehilangan momentum pas nanjak, ada delay ketika mencoba memasang cleat di kaki kanan.

Di CP 2 aku beristirahat sebentar, mengisi minuman sambil ngecek-ngecek HP. Ada peserta yang baru datang di setelahku berhenti sebentar lalu lanjut jalan lagi tanpa berlama-lama. Belakangan baru kutahu kalau peserta itu Om Rhendika ciken.

Perjalanan dari CP2 ke CP3 ini ternyata lebih menantang lagi dibanding melewati rute JLS sebelumnya. Jika tantangan sebelumnya adalah jalur rolling dan angin, tantangan di segmen ini adalah panasnya cuaca. Dari CP2 peserta melewati Wonogiri menuju Purwantoro, dan CP 3 berada di tengah-tengah sebelum Purwantoro. Saking panasnya, aku sampai berhenti di sebelum titik CP untuk minum teh jumbo yang dijual di pinggir jalan dengan harga murah-meriah, Rp 3000 saja. Sadisnya, setelah minum dan melanjutkan perjalanan, belum juga gowes 500 m, rasa haus sudah menyerang lagi. Luar biasa memang panasnya cuaca pada saat itu, aku sampai khawatir dehidrasi akut.

Di CP3 ini aku ketemu dengan om Rhendika, dan akhirnya kami makan siang bareng di warung soto yang letaknya tak terlalu jauh dari CP3. Dari sini akhirnya kami gowes bareng, melewati Purwantoro dan sebelum Ponorogo kami berbelok untuk menuju Parang. Saat ini hari sudah mulai sore, suhu udara sudah lebih bersahabat. Namun demikian sepanjang perjalanan ini kami banyak melewati hutan jati yang meranggas, bisa dibilang hampir dimana-mana pemandangannya sama: hutan yang meranggas dan gersang.

Rute menuju Parang ini lumayan nanjak, dan dari map bisa dilihat setelah CP ini kami akan melewati tanjakan panjang melewati rute alternatif menuju Sarangan. Sebelum Parang, Om Rhendika berhenti dulu untuk mengisi air, jadinya aku duluan. Sesampainya di CP4 daerah Parang, aku akhirnya jalan duluan sementara Om Rhendika masih mau beristirahat.

Dari Parang menuju CP 5 rutenya menanjak, bukan tanjakan halus, tapi lumayan berat, ada beberapa segmen dengan gradien yang lumayan. Luar biasa panitia yang membuat rutenya, benar-benar menyiksa. Setelah diberikan rute rolling naik turun melewati JLS dan Jalur Wonogiri-Purwantoro yang diperparah dengan cuaca yang panasnya minta ampun, di sore harinya mesti melewati tanjakan yang cukup menantang pula, seolah-olah hari pertama ini tujuannya adalah untuk sengaja menyiksa para peserta dengan maksimal. Disini gearku malah jadi bermasalah untuk dipindahkan ke chainring besar setelah sebelumnya aku uprek-uprek. Tak masalah karena di tanjakan siapa juga yang mau pakai chainring besar.

Dari Plaosan menuju Magetan, rutenya menurun. Karena tak bisa kupindah ke chainring besar, akhirnya aku terpaksa ngicik bermain cadence melewati jalanan yang menurun, sangat tidak efisien. Namun demikian aku berpikir positif saja, hitung-hitung biar kakiku istirahat dan tak perlu menggunakan banyak power. Dari Magetan menuju CP5 di daerah Ngepeh, Madiun rutenya relatif flat. Karena tenagaku juga sudah lumayan terkuras, akhirnya ya nggak ngepush-ngepush banget pakai chainring kecil.

Di CP5 aku beristirahat cukup lama, tak lama setelah aku sampai datanglah Om Rhendika, yang seperti biasa dia sat-set. Terakhir datang tapi duluan jalan lagi dari titik CP. Kuajak makan malam di warung sebelah CP yang kebetulan ada warung pecel dia menolak secara halus, karena mau mencari tempat makan yang ada tempat untuk nge-charge. Akhirnya dia jalan duluan, dan aku makan di warung pecel sebelah, yang harganya murah meriah, seingatku nggak sampai 15 ribu untuk nasi pecel + minuman es teh manis.

Dari situ aku melanjutkan perjalanan menuju CP6, Taman Sekartaji di Kediri di km367. Targetku hari itu tidak muluk-muluk, menutup gowes di hari pertama di Kediri untuk mandi, tidur dan keesokan harinya baru melanjutkan perjalanan. Beruntung rute dari CP5 ke CP6 nggak aneh-aneh dan bisa dibilang flat. Namun angin malamnya lumayan kenceng.

Akhirnya aku sampai di CP6 sekitar jam 11 malam, Om Rhendika belum sampai pada saat aku datang, baru sampai mungkin 10 menit kemudian. Di CP6 ini aku bertemu dengan Bu Fe, nggak nyangka malam-malam beliau sampai menyempatkan untuk datang memonitor operasional CP. Disana sudah disediakan banyak konsumsi dan camilan. Luar biasa memang supportnya.

Disini aku mandi, sholat, dan berganti bib & jersey, lalu mencoba untuk beristirahat. Aku berharap bisa tidur 3-4 jam disini dan bisa melanjutkan perjalanan keesokan harinya sebelum shubuh. Jam 12, aku mendengar peserta lain mulai berdatangan.

Hari ke-2

Aku tidak berhasil tidur di CP6 Kediri, akhirnya jam 1 pagi aku jalan dari CP6 Kediri menuju CP7 di daerah Kabuh, melewati Jombang. Om Rhendika ternyata sudah jalan duluan, mungkin nggak bisa tidur juga. Dari CP6 ke CP7 aku gowes sendirian. Sampai di CP7 sekitaran jam 3:30 pagi dan aku segera mencari Mesjid terdekat untuk mencoba tidur. Sayangnya aku tak berhasil tidur juga, seingatku baru mau terlelap, adzan shubuh sudah berkumandang. Pun akhirnya setelah sholat shubuh pun aku tak berhasil tidur juga.

Akhirnya jam 5 pagi aku putuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju CP8 di Tuban. Di perjalanan menuju Tuban aku menyusul 2 goweser, Ci Pat dan satu lagi goweser cowok yang aku nggak ingat namanya. Mendekati Tuban di depanku ada goweser lain: Faisal. Aku tak berniat menyusul, jadi kuikuti saja dari belakang. Sampai di Tuban sekitar jam 8 pagi.

Di CP8 ada fasilitas drop bag. Aku menukar jersey dan bib kotorku dengan yang baru. Alhamdulillahnya juga disini disediakan sarapan gratis, jadi nggak perlu repot-repot mencari tempat sarapan. Pada akhirnya disini sudah mulai berasa mengantuk, dan mencoba rebahan di kursi kayu panjang. Lumayan bisa tidur juga kurang lebih 1 jam walaupun mungkin nggak nyenyak-nyenyak banget. Dari beberapa orang yang sudah datang disini, aku jalan duluan. Faisal memutuskan untuk istirahat dulu disini.

Aku jalan jam 10 dari CP8, menuju CP9 di Jatirogo. Jam 10 pagi saja cuaca sudah sangat terik, namun aku putuskan untuk jalan agar tidak banyak membuang waktu. Tadinya kupikir jalur yang kulewati adalah jalur utama, ternyata jalurnya melewati jalan kecamatan. Jalananannya relatif kecil dan sepi, serta disini banyak rute rolling. Bisa dibilang sih sebelas-dua belas lah sama jalur JLS di hari pertama. Dan parahnya lagi, disini banyak ruas jalan yang kurang bagus sehingga gowesnya pun nggak bisa cepet-cepet. Di hari kedua ini, telapak tanganku mulai sakit. Mungkin karena tekanan dan terlalu lama memegang handle bar. Kena jalanan jelek sedikit berasa banget nggak nyaman. Mau pakai aerobar juga nggak bisa, karena bahu kiriku sepertinya agak sedikit nggak beres. Pakai handlebar atau aerobar sama-sama bikin nggak nyaman. 

Disinilah sebenarnya tantangan di hari ke-2: sudah panas terik, rutenya juga bukan rute flat, jalanan pun relatif nggak mulus, dan kedua telapak tanganku sakit. Diperparah dengan chainring sepedaku yang ngambekan, antara tidak bisa dipindah dari chainring besar ke kecil ataupun sebaliknya.

Dari CP9 di Jatirogo aku melanjutkan perjalanan ke CP10 Randublatung di daerah Blora. Ini juga jalanannya nggak bagus, sedikit lebih parah dibanding dengan perjalanan menuju CP9. Terpaksa aku nggak bisa kenceng-kenceng karena tanganku menahan sakit. Begitu mendekati Kota Blora, akhirnya ketemu jalan raya yang besar: Jalan raya Blora-Cepu. Disini aku melipir untuk makan siang walaupun waktu sudah masuk ke sore hari, sekitaran jam 15:30. 

Aku melewati kota Blora, dan diarahkan melewati jalur alternatif, setara dengan jalan kecamatan lah, menuju Randublatung. Jalannya bagus, cor mulus, hanya saja sepi dan melewati hutan jati yang sudah meranggas. Namun jangan dikira jalurnya flat, ada beberapa tanjakan disini walaupun pendek-pendek. Rutenya sedikit rolling namun cenderung menanjak.

Aku sampai di Randublatung mungkin sudah jam 5 lewat. Beristirahat sebentar sekalian sholat Ashar & Dzuhur yang dijamak. Sampai di CP10 ini aku belum ketemu peserta lain. Dari sini aku melanjutkan perjalanan menuju CP11 di Jalan Raya Solo-Ngawi. Nah rute yang dilewati sama dengan rute Audax 1200 tahun sebelumnya. Bedanya jika pada saat itu aku melewati rutenya ketika siang, sekarang sudah malam. Rutenya pun cukup menantang: melewati hutan jati yang dipenuhi oleh rute rolling, benar-benar menyiksa. Beruntung jalannya relatif bagus, aku khawatir saja banyak lubang, karena malam cenderung tidak terlihat. Parno kalau sampai ban bocor di malam-malam yang gelap seperti ini.

Sekitaran jam 8 malam aku sampai di CP11. Targetku di hari itu sebenarnya sih sampai di CP12 (km745), jadi pas sehari dapat 370km. Di CP11 ini aku ketemu dengan panitia, mereka baru datang tak lama setelah aku datang. Infonya di belakangku ada Faisal yang 1 jam lalu baru jalan dari CP10 Randublatung, yang berarti selisih jaraknya sekitar 1.5 jam, dan di depanku ada Om Thopa dan Om Rhendika.

Setelah beristirahat, aku melanjutkan perjalanan menuju CP12 Sumberlawang. Aku putuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Aku mencari makanan yang berkuah. Begitu melihat ada warung soto aku langsung melipir. Tak disangka disana malah ketemu Om Rhendika yang baru saja selesai makan malam. Kebetulan sekali. Setelah ngobrol bentar, Om Rhendika ijin jalan duluan, sementara aku makan soto dan memutuskan untuk beristirahat sebentar disana. Lumayan bisa tidur paling nggak 30-60 menit disana.

Aku melanjutkan perjalanan menuju Sumberlawang, melewati kota Sragen. Setelah melewati kota Sragen, rutenya berbelok ke kanan, keluar dari jalan raya utama, lebih sepi dan jalanannya pun tidak semulus yang sebelumnya. Sekitaran tengah malam, aku melipir mencari mesjid yang agak besar, dimana aku bisa sholat dan mandi, sekalian ganti bib & jersey. Karena sudah tidak mengantuk, aku putuskan untuk melanjutkan perjalanan, tanpa beristirahat terlebih dahulu di mesjid.

Hari ke-3

Sekitar jam 2 pagi, aku tiba di CP12 Sumberlawang. Disana sempat bertemu dengan official Audax, yang sepertinya kebagian untuk mengawasi CP ini. Berhubung CP nya ini di Alfamart, jam 2 pagi sudah tutup, bahkan lampu plang nya saja sudah mati. Aku agak kesulitan untuk menemukan CP nya, beruntung tidak sampai terlewat.

Darisana aku melanjutkan perjalanan menuju Purwodadi. Jalanan yang tadinya relatif sepi menjadi cukup ramai. Rupanya ini jalur alternatif yang banyak dilalui truk besar.  Rute melalui hutan menjadi tidak terlalu menyeramkan karena banyak kendaraan truk besar yang melalui rute ini. Terlebih lagi, di tengah-tengah perjalanan menuju Purwodadi ada perbaikan jalan, sehingga walaupun dini hari jalanannya macet.

Aku sampai di Purwodadi sekitar jam 4 pagi. Karena mengantuk cukup parah, aku mampir dulu ke warung untuk membeli minuman hangat dan aku mencoba tidur dengan posisi sambil duduk. Alhamdulillah bisa tidur walaupun mungkin hanya  15-20 menit, dan setelahnya langsung segar. Adzan shubuh berkumandang tak lama aku melanjutkan perjalanan dari warung.

Sekitar pukul 5 pagi, aku melipir mencari mesjid untuk sholat shubuh. Sengaja aku memilih mesjid yang tidak terlalu besar agar lebih praktis dan lebih cepat. Tak disangka, ketika aku masuk mesjid, ketemu lagi dengan Om Rhendika yang baru selesai sholat dan mau melanjutkan perjalanan. Itung-itunganku, seharusnya dia berada sekitar 2 jam di depanku. Ternyata ban nya sempat bocor dan ada masalah teknis ketika mau mengganti ban sehingga baru beres setelah berhenti lumayan lama. Akhirnya kami berpisah lagi disini, Om Rhendika jalan duluan, sementara aku sholat shubuh dulu.

Setelah sholat shubuh, aku melanjutkan perjalanan menuju CP13 di Kedungjati. Jalan raya yang kulewati, yang tadinya besar, berbelok melalui jalan alternatif yang tidak terlalu lebar. Rute yang tadinya flat, menjadi sedikit menanjak. Akhirnya aku sampai di CP Kedungjati jam 6:15, disana kulihat Om Rhendika berhenti dan sedang menelepon. Belakangan baru tahu kalau dompetnya hilang, suspeknya ketinggalan di warung Soto ketika ketemu di malam sebelumnya.

Dari CP13, akhirnya kami jalan barengan. Di perjalanan, Om Rhendika sempat bercerita kalau targetnya bisa finish sekitaran jam makan siang, karena sudah ditunggu oleh keluarganya. Namun beberapa insiden sebelumnya (ban bocor) membuat rencananya agak berantakan. Aku merasakan dia kehilangan motivasi untuk finish cepat. Dari Kedungjati aku mengikuti pace nya yang relatif menjadi lebih santai dibanding awal-awal ketemu. Karena aku juga memang nggak buru-buru, jadinya malah lumayan ada teman barengan.

Di daerah Bawen, kami melipir untuk sarapan soto. Tampaknya kami memiliki preferensi yang sama untuk menu makan ketika gowes jauh seperti ini: soto/makanan berkuah. Dari Bawen kami melanjutkan perjalanan melewati jalur lingkar luar Ambarawa, menuju Magelang, dimana disini ada satu segmen tanjakan yang lumayan panjang. Beruntung kami sudah loading makanan berat.

Ketika segmen tanjakannya sudah habis, rutenya berubah menjadi rolling. Ketika akan melewati pertigaan yang menuju Temanggung, tiba-tiba dari belakang muncul Faisal. Dari gaya gowesnya dia tamoaknya agak buru-buru. Aku mencoba menempel. Om Rhendika yang tampak tidak terlalu ingin terburu-buru juga berusaha untuk menempel. 

Akhirnya kami bertiga sampai di CP14 di Kota Magelang pukul 11 siang. Faisal ijin jalan duluan. Om Rhendika mempersilakan aku kalau mau jalan duluan, tetapi kubilang aku nggak buru-buru. Akhirnya kami berdua gowes barengan lagi dengan pace yang lebih santai. Di jalan malah akhirnya banyak ngobrol ngalor-ngidul, sampai dia sempat bikin konten IG Live sambil gowes. Bahkan ketika mau melewati daerah Borobudur, kebetulan papasan dengan temannya yang naik motor. Akhirnya temannya ikut mengawal. Cukup lama juga dikawal sambil ngobrol-ngobrol santai.

Saking santainya, kami sampai di CP15 daerah Brosot sekitaran jam 3 sore. Perjalanan sejauh 70 km ditempuh hampir 3.5 jam. Rutenya juga nggak bisa dibilang mudah juga sih, tetapi seharusnya nggak selama ini juga. Namun demikian, disinilah cerita Audax Yogyakarta 1000K ku. Long ride macam audax jika kita berusaha untuk finish cepet, kemungkinan ya nggak banyak kesan-kesannya di perjalanan mungkin seringannya sendiri. Kalau ada temannya seperti ini malah banyak kesan dan memori yang bisa dikenang. 

alhamdulillah finish

Dari CP15 menuju titik finish tersisa 35km lagi, dan rutenya masih menyisakan 1 tanjakan. Nggak panjang sih, tetapi setiap kali Audax Yogya selalu saja melewati rute ini ketika finish. Nah sebelum CP15, tiba-tiba kakiku kumat. Paha kiriku sakit. Sepertinya bekas lari seminggu sebelumnya baru terasa lagi. Lumayan terasa menyiksa, ketika tanjakan jadi nggak bisa all out, ada otot yang letarik. Alhasil pace ku juga jadi menurun. Untungnya sih Om Rhendika juga nggak ngoyo-ngoyo banget juga, jadi kami bisa gowes sampai finish bareng-bareng.

Kami akhirnya finish strong bareng sekitar jam 5 sore. Menjadi peserta ke-3 dan ke-4 yang finish setelah Thopa dan Faisal. Catatan elapsed time nya nyaris 60 jam, tetapi tetap saja dibawah 60 jam. Alhamdulillah, walaupun targetku juga nggak segini-segini amat, ternyata bisa finish 10 besar. 

Penutup

Audax Yogyakarta 1000K yang tadinya kupikir bakalan biasa-biasa saja, akhirnya malah memberikan kesan yang baik dengan bertemu dengan Om Rhendika. Sebelumnya targetku hanya sekedar finish dibawah COT, tanpa berekspektasi macam-macam karena kondisi kakiku yang cedera sebelumnya. Namun seiring berjalannya waktu, ekspektasiku berubah, terlebih lagi sejak tidak bisa tidur dan tanganku yang mulai sakit di hari kedua, aku merasa perlu segera mengakhiri penderitaan ini. Sebisa mungkin finish cepet. Setelah ketemu dan gowes bareng Om Rhendika, malah dipikir-pikir ngapain juga mesti finish cepet-cepet. Audax... selalu ada cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar