Selasa, Desember 22, 2009

Perbandingan Nokia E72 vs E71

Sebelumnya, aku punya HP E71 telah menemaniku selama lebih dari 1 tahun. Dan berhubung barangnya kini telah hilang, jadilah beli E72, yang digembor-gemborkan sebagai penerus E71. Karena udah lama pake E71, jadi bisa tahu bedanya seperti apa. Berikut ini adalah perbedaan-perbedaan yang menunjukkan kekuatann E72:
  1. Kecepatan Prosesor
  2. Prosesor yang digunakan E71 adalah 369 MHz, sementara E72 dilengkapi dengan prosesor berkecepatan 600 MHz. Perbedaan ini tentunya lumayan berpengaruh pada kecepatan load aplikasi yang tentunya membuat pengalaman menggunakan E72 menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.
  3. Kamera
  4. E72 dilengkapi dengan kamera beresolusi 5 MPix, sementara E71 3,2 MPix. Sebenernya sih fitur ini nggak terlalu berpengaruh, karena fitur kamera memang paling jarang aku gunakan. Nggak peduli resolusinya mau berapa MPix, hasilnya masih jauh dari ekspektasi lah.
  5. GPS, Kompas, dan Akselerometer
  6. Baik E71 dan E72 dilengkapi dengan GPS, namun demikian E72 dilengkapi dengan Kompas Digital dan akselerometer yang tidak ada di E71. Aku masih belum terbiasa dengan fitur ini. Untuk kompas magnetik bisa digunakan di aplikasi Nokia Maps, sementara untuk akselerometernya, belum termanfaatkan secara penuh. Belum nemu aplikasi yang pas untuk digunakan di E72 yang memanfaatkan fitur ini.
    Namun demikian, saat ini E72 telah didukung oleh Ovi Maps versi 3.03 terbaru, dimana semua layanan navigasinya gratis (tidak perlu lisensi). Ovi Maps terbaru ini belum mendukung Nokia E71. Walaupun sama-sama Symbian 3rd edition, namun aplikasinya tidak serta merta dapat digunakan di E71. Selain layanan navigasinya yang gratis, Ovi Maps terbaru ini didukung oleh fitur-fitur lain seperti informasi even, cuaca, dan Lonely Planet yang mampu menampilkan informasi lokasi-lokasi menarik yang berada di sekitar posisi saat ini. Selain itu pengguna juga dapat berbagi informasi mengenai lokasi saat ini melalui Facebook.
    Review mengenai Ovi Maps 3.03 dapat dibaca disini.
  7. Musik
  8. Tidak seperti E71 yang menggunakan jack 2.5mm untuk output audio, E72 menggunakan jack 3.5 mm yang lebih standar. Jadi inget sewaktu menggunakan E71 sempat BT nyari-nyari konverternya. Kalo sekarang sih mau denger musik melalui earphone tinggal colok aja, ga perlu pake konverter segala.
  9. Konektivitas
  10. Baik E72 dan E71 menggunakan kabel data USB yang sama, yaitu CA-101. Namun bedanya pada E72 kabel data ini bisa digunakan untuk melakukan charge baterai. Memang sih lebih lambat dibandingkan dengan menggunakan kabel charger, tetapi lebih praktis karena menyediakan dua pilihan. Siapa tahu kabel chargernya ketinggalan, kan bisa di-charge menggunakan kabel datanya. Untuk koneksi data, E72 mendukung HSDPA yang kecepatannya mencapai 10.2 Mbps dan HSUP hinggal 2 Mbps. Sementara E71 sendiri hanya mendukung HSDPA 3.6 Mbps, dan nggak ada HSUPAnya. Kecepatan uplink maksimalnya adalah 384 Kbps. Namun walaupun terkesan canggih, kayaknya nggak bakalan terlalu kepakai disini. Teknologinya belum mendukung, dan terlebih lagi udah pake paket unlimited yang speednya dibatesin jauh dibawah HSDPA ataupun HSUPA.
  11. Email
  12. Fitur email pada E72 menurutku jauh lebih baik dibandingkan dengan E71. Jika pada E71 aplikasi Mail for Exchange nya harus diunduh terlebih dahulu, pada E72 aplikasi ini sudah tertanam dan terintegrasi. Terlebih lagi, fitur Mail for Exchange nya jauh lebih baik, karena dapat menampilkan email dalam format HTML maupun teks biasa. Pengguna E72 juga dapat menikmati Nokia Email, fitur push email dari Nokia yang mendukung hingga 10 account yang berbeda yang diantaranya adalah Gmail dan Yahoo. Karena semuanya terintegrasi dalam satu client, tampilan email untuk Yahoo, Gmail, dan Mail for Exchange nya pun seragam. Tak seperti pada E71 yang berbeda-beda dan tak terintegrasi. Pada email client yang baru ini, semua folder yang ada pada exchange server bisa ditampilkan. Tidak seperti pada aplikasi Mail for Exchange di E71 dimana pengguna hanya dapat melihat isi Inbox nya saja. Kurasa fitur email inilah yang membuat perbedaan yang besar antara E71 dan E72.
  13. Memori dan penyimpanan data (storage)
  14. E72 memiliki kapasitas penyimpanan data internal sebesar 250 MB, dua kali lebih besar dari E71 yang hanya 110 MB. Dalam paket penjualannya, E72 dilengkapi dengan microSD berukuran 4GB sementara E71 hanya 2GB. Maksimal kapasitas microSD yang didukung E72 pun dua kali lebih besar dibandingkan E71 yaitu 16GB. Terasa lumayan jauh bedanya. Namun kurasa untuk urusan kerjaan sih 4GB aja dah kebanyakan.
  15. Keypad
  16. Walaupun sama-sama QWERTY E72 dilengkapi dengan beberapa tombol keypad baru, yang menempati jatah tombol spasi, yang menyebabkan tombol spasi di E72 setengah kali lebih kecil dibandingkan denga E71. Selain itu, beberapa tombol dapat dijadikan shortcut ketika pengguna berada pada menu stand by: mengaktifkan/mendeaktifkan bluetooth, profil Silent, dan lampu senter. Selain itu, E72 juga dilengkapi Optical Navi Key yang memudahkan navigasi. Rada-rada aneh juga sih karena sebelumnya nggak biasa pake fitur ini. Tapi lumayan membantu ketika browsing, terutama ketika menggunakan Opera Mini. Tombol yang mungkin berguna di E72 yaitu tombol Ctrl, yang bisa digunakan sebagai shortcut untuk Select All (Ctrl+A), Cut (Ctrl+X), Copy, dan Paste ketika sedang mengedit tulisan.
  17. Baterai
  18. E72 menggunakan baterai yang sama dengan E71: BP-4L yang memiliki kapasitas 1500 mAH. Namun demikian sesuai dengan informasi resminya,  waktu bicara dan stand by pada E72 lebih lama dibandingkan dengan E71. Pada E72, waktu bicara dan stand by nya masing-masing 13 jam dan 480 jam (pada jaringan GSM), sementara E71 10.5 jam dan 410 jam. Setelah aku coba untuk internetan dan email seharian, batrenya memang lebih awet dibandingkan E71. Entah apa karena masih beli baru kali ya. Tapi dulu rasa-rasanya sewaktu masih baru-baru pakai E71, batrenya lebih cepet abis dibandingkan dengan E72 ku sekarang.
  19. Personalisasi dan User Interface
  20. E72 menyediakan user interface yang lebih baik dan lebih cepat dibandingkan dengan E71 (jelas lah, kecepatan prosesornya aja beda). Terlebih lagi E72 juga dapat menampilkan animasi ketika berpindah-pindah menu ataupun aplikasi (pada HP ku, fitur ini aku disable karena berasa membuat HP jadi lambat). Audio Theme juga didukung pada E72 (pada E71 tidak ada fitur ini), walaupun aku sendiri belum nyoba fitur ini sih.
  21. Aplikasi
  22. Aplikasi bawaan yang terintegrasi pada E72 pada umumnya tidak berbeda jauh dibandingka dengan E71. Pada E72 ada tambahan menu Media yang dapat digunakan untuk sharing konten (gambar, musik, dan video) dan melakukan sinkronisasi konten antara E72 dengan PC melalui jaringan WLAN. Aku sendiri belum pernah mencoba fitur ini,  tetapi sepertinya lumayan berguna untuk orang-orang yang kebutuhan akan konten multimedianya tinggi. Aplikasi lain yang tersedia pada E72 adalah Font Magnifier yang dapat digunakan untuk mengatur ukuran font yang digunakan pada aplikasi. Selain itu terdapat pula Software Update untuk melakukan update firmware E72 melalui jaringan WLAN atau menggunakan GPRS. Sementara itu, aplikasi seperti Download!, yang berisi katalog aplikasi yang bisa diunduh dan digunakan (kebanyakan berbayar) dan aplikasi Advanced Call Manager yang dapat digunakan untuk filter panggilan masuk, tidak disertakan dalam E72. Padahal kedua aplikasi ini cukup berguna ketika aku masih menggunakan E71. Nokia malah cenderung mengintegrasikan aplikasi-aplikasi internet semacam Facebook,  YouTube, dan Ovi Store pada E72. Sepertinya sih Nokia mulai serius untuk merambah gaya hidup pengguna handset saat ini. Terlebih lagi Ovi Store yang sekarang kurasa menjadi fokus Nokia untuk menjual kontennya (mungkin karena alasan inilah menu Download! dihilangkan dari E72).
  23. Fitur lain
  24. Fitur lain yang menurutku lumayan membantu yaitu Noise Cancellation. Waktu itu iseng nyoba nelepon di KRL ekonomi yang sedang jalan, yang tentunya berisik banget. Ternyata suara lawan bicara bisa aku dengar dengan jelas, dan suaraku juga bisa terdengar dengan jelas oleh lawan bicara.
  25. Harga
  26. Ya iyalah. Jelas E72 lebih mahal daripada E71. Hargaya sendiri bisa terpaut 1,5 jt lebih mahal dibanding E71. Tapi kalo melihat spec hardware dan fitur email yang disediakan, kayaknya masih worth lah.
Beberapa kekurangan E72
Ada beberapa hal yang menurutku kurang dari E72: terkadang suka bermasalah ketika dipakai untuk mengetik cepat. Beberapa keypadnya terutama keypad alphabet yang juga bisa digunakan untuk menampilkan angka, terkadang tidak menampilkan karakter yang diharapkan ketika mengetik cepat. Ini terjadi karena ketika aku menekan salah satu huruf, sementara jariku belum lepas, aku sudah menekan huruf yang lain (huruf yang bisa digunakan untuk mengetik angka), maka huruf yang kedua ini nggak akan muncul. Bikin frustasi juga sih, karena masala seperti ini nggak ada di E71. Semoga saja ini adalah bug yang bisa diperbaiki pada versi firmware berikutnya.

Kekurangan yang lain adalah, ketika aku menulis sebuah note yang lumayan panjang, lalu note ini aku kirimkan melalui email, maka isi note ini terpotong. Tidak seperti pada E71 yang langsung mengkopi seluruh isi note nya kedalam email. Kurasa ini adalah sebuah bug lain yang perlu diperbaiki di versi firmware yang akan datang. Ribet amat setiap kali mau ngirim notes, mesti Select All isi note nya, bikin email, dan paste disitu. Bener-bener nggak praktis.

Kesimpulan
Kalo nggak perlu-perlu spec hardware yang tinggi sih sebenernya E71 udah jauh dari cukup. Fitur-fitur penting seperti WLAN, GPS, 3G, QWERTY Keypad, fungsi Email, Musik udah ada semua di E71. E72 hanyalah penerus E71 yang fitur-fiturnya menurutku nggak ada yang 'baru', namun  disempurnakan. Untuk pecinta gadget dan nggak ada masalah dalam urusan budget, mending beli E72 lah. Heheheh...

Senin, Desember 14, 2009

Windows 7 di Toshiba Portege M600

Beberapa waktu lalu, aku mencoba meng-install Windows 7 Ultimate di laptopku. OS bawaan dari seri Portege M600 adalah Vista Business. Cuma karena berat dan kurasa menghabiskan resource yang banyak, aku downgrade ke Windows XP, yang mana jarang aku pake juga karena aku lebih suka menggunakan Ubuntu. Karena ada temenku yang udah menggunakan Windows 7 dan katanya lumayan enteng, aku pun iseng-iseng mencoba.

Proses instalasinya sendiri terhitung mudah dan cepat. Sepertinya nggak sampai 30 menit OS baru ini sudah terinstall. Tadinya aku cukup khawatir mengenai masalah kompatibilitas driver-drivernya. Ternyata kekhawatiranku tak beralasan. Setelah selesai install, hampir semua peripheral laptop yang penting bisa terdeteksi. Tampilan yang OK dan suara yang muncul setelah proses instalasi selesai menunjukkan driver graphic card dan sound card sudah terinstall dengan benar. Bahkan FingerPrint reader nya pun bisa digunakan walaupun nggak secara otomatis terinstall (driver diunduh melalui Windows Update). Perangkat yang tidak dikenali hanyalah Web Cam dan Bluetooth yang drivernya mesti diunduh secara manual dari website Toshiba nya.



Secara sebelumnya aku bukan pengguna Windows Vista, jadi nggak terlalu ngeh sih dengan perubahan yang ada. Kalau dibandingkan dengan Windows XP tentunya jauh lah bedanya. Namun dari segi performa dan fitur, kurasa Windows 7 lebih nyaman untuk aku gunakan ketimbang XP (Apalagi dibandingkan dengan Vista, jauh banget deh). Walaupun penggunaan memorinya lebih boros dibanding dengan XP, tetapi proses booting dan proses load aplikasinya kurasa lebih cepat.

Dari sisi fitur tentunya banyak sekali fitur-fitur baru di Windows 7. Aku akan mencoba menekankan pada masalah experience nya. Mengapa aku bisa mengatakan bahwa produk ini bahkan jauh lebih kupilih dibanding Windows XP yang menurutku sudah enteng banget. Berikut ini adalah perbedaan-perbedaan yang tampak jelas terlihat pada tampilannya:

Windows Taskbar
Pada Windows 7, taskbarnya terlihat lebih simple. Toolbar Quick Launch sudah tidak nampak lagi, digantikan oleh icon-icon shortcut ke aplikasi. Karena taskbarnya lebih berorientasi kepada aplikasi, bukan berorientasi lagi pada window, jadinya judul windownya tidak ditampilkan (walaupun ada opsi untuk menampilkan judul window). Jika ada beberapa window dalam satu aplikasi, akan ditampilkan seperti gambar dibawah ini. Jika mouse diarahkan pada icon aplikasi tersebut, akan muncul preview window-window yang aktif dalam aplikasi tersebut.



Selain itu ada fitur Jump List yang dapat diakses dengan meng-klik kanan icon aplikasi pada taskbar. Contoh dibawah ini adalah Jump List dari aplikasi Google Chrome yang menampilkan halaman-halaman yang terakhir dibuka. Jump List ini dapat diakses walaupun aplikasinya belum dijalankan.




Libraries
Windows Explorer pada Windows 7 kini memiliki Libraries yang merupakan Virtual Folder yang dapat digunakan untuk mengumpulkan file-file yang tersebar di berbagai lokasi dalam satu tempat. Fitur ini lumayan membantu ketika misalnya kita ingin melakukan grouping pada jenis-jenis file tertentu yang lokasinya tersebar, baik di jaringan atau di PC lokal. Fitur ini juga memudahkan sharing dokumen antar sesama pengguna dalam satu PC yang sama.



Desktop dan Personalisasi
Ketika meng-klik kanan mouse pada area desktop akan muncul menu berikut:


Ketiga menu diatas memberikan akses langsung untuk mengubah resolusi layar, mengatur gadgets, dan melakukan personalisasi tampilan (theme, background, sound, dll)

Gadget pada Windows 7 konon lebih hemat memory karena tidak seperti Windows Vista. Jadi kalo nggak ada Gadget yang dijalankan, tidak ada proses yang perlu di-load ke memory. Masih ingat ketika dulu menggunakan Vista, ada proses yang namanya Sidebar yang menurutku malah ngabis-ngabisin memori aja.



Dengan mengakses menu Personalize pada desktop akan muncul sebuah window yang dapat mengatur theme yang digunakan, yang mencakup background wallpaper (yang kini mendukung tampilan slideshow pada desktop), screen saver, suara, dan warna. Tidak seperti pada versi Windows XP yang menurutku pengaturannya theme nya tersebar dan terpisah-pisah.



Device Manager
Pengguna Windows sebelumnya tentu ingat dengan fitur Windows yang bernama Device Manager yang isinya menampilkan list seluruh peripheral yang terpasang pada PC . Pada Windows 7, fitur ini masih ada, namun diperkenalkan dua fitur baru yaitu Device and Printers dan Device Stage.

Device and Printers merupakan fitur baru yang bisa diakses melalui Control Panel dan dapat diakses langsung pada Start Menu. Tidak seperti Device Manager yang menampilkan semua perangkat, pada Device and Printers yang ditampilkan hanyalah perangkat-perangkat yang secara fisik memang terpasang dan mudah dikenal oleh pengguna yang kurang expert seperti USB Drive, Bluetooth, Printer, Web Cam, Hard Disk External, dan lain-lain sebagainya.



Sementara itu, Device Stage merupakan bagian dari Device and Printers yang menampilkan informasi mengenai sebuah perangkat dan operasi apa saja yang bisa dilakukan pada perangkat tersebut. Konon katanya Windows 7 ini dapat mengenali perangkat-perangkat yang umum dipasaran (sejauh ini gadget yang aku miliki terdeteksi dengan baik di Windows 7), dan menyediakan representasi gambar sebuah perangkat dalam resolusi tinggi. Gambar dibawah merupakan salah satu contoh tampilan Device Stage untuk printer yang terpasang di kantorku.




Windows XP Mode
Pengguna Windows 7 versi Ultimate, Enterprise, dan Professional dapat menggunakan fitur yang bernama Windows XP Mode yang dapat diunduh secara terpisah. Fitur ini memungkinkan penggunanya untuk menjalankan aplikasi-aplikasi lama yang hanya kompatibel dengan Windows XP dan tidak kompatibel dengan Windows 7. Untuk menggunakan fitur ini pastikan PC atau laptop yang digunakan sudah mendukung fitur Hardware Virtualization. Dan pastikan fitur ini aktif (yang biasanya bisa diset dari menu BIOS)



Selain fitur-fitur diatas, tentunya masih banyak lagi fitur-fitur lain yang belum sempat aku utak-atik. Fitur-fitur Windows 7 yang lebih lengkap dapat dilihat di:
http://en.wikipedia.org/wiki/Features_new_to_Windows_7
http://windows.microsoft.com/en-us/windows7/products/features

Jumat, November 27, 2009

Format Partisi di Linux

Karena sudah terbiasa meformat hard disk menggunakan aplikasi GUI di Ubuntu, jadinya nggak pernah ngutak-ngatik gimana caranya memformat menggunakan shell. Dalam kasus kali ini, aku ingin memformat hard disk dengan menggunakan file system ext4 dan memasangnya di PC yang menggunakan Ubuntu Server yang nggak ada Desktop nya alias versi text. Setelah melakukan pencarian di Google (ternyata banyak artikel yang aku temukan tidak berkaitan dengan apa yang aku cari), akhirnya aku menemukan artikel yang cukup relevan. Ternyata hanya diperlukan dua perintah saja: fdisk, dan mkfs.ext4.

Berikut langkah-langkahnya:
  1. Membuat partisi baru dengan fdisk
  2. Dalam kasus ini, hard disk yang aku pasang dikenali sebagai /dev/sdb, dan aku hanya ingin membuat satu partisi saja. Perintahnya adalah sebagai berikut (pastikan menjalankan fdisk dalam priveledge root):
    root@liley-II# fdisk /dev/sdb

    The number of cylinders for this disk is set to 38166.
    There is nothing wrong with that, but this is larger than 1024,
    and could in certain setups cause problems with:
    1) software that runs at boot time (e.g., old versions of LILO)
    2) booting and partitioning software from other OSs
    (e.g., DOS FDISK, OS/2 FDISK)

    Command (m for help): n
    Command action
    e extended
    p primary partition (1-4)
    p
    Partition number (1-4): 1
    First cylinder (1-38166, default 1):
    Using default value 1
    Last cylinder, +cylinders or +size{K,M,G} (1-38166, default 38166):
    Using default value 38166

    Command (m for help): t
    Selected partition 1
    Hex code (type L to list codes): 83

    Command (m for help): w
    The partition table has been altered!

    Calling ioctl() to re-read partition table.
    Syncing disks.

  3. Format partisi yang sudah dibuat dengan menggunakan perintah mkfs.ext4 (untuk file system ext3 atau ext2 bisa menggunakan perintah mkfs.ext3 dan mkfs.ext2)
  4. Partisi yang sudah dibuat sebelumnya, dalam contoh ini dikenali sebagai /dev/sdb1.
    Perintah yang dijalankan adalah seperti berikut:
    root@liley-II# mkfs.ext4 /dev/sdb1
    mke2fs 1.41.9 (22-Aug-2009)
    Filesystem label=
    OS type: Linux
    Block size=4096 (log=2)
    Fragment size=4096 (log=2)
    2444624 inodes, 9770492 blocks
    488524 blocks (5.00%) reserved for the super user
    First data block=0
    Maximum filesystem blocks=0
    299 block groups
    32768 blocks per group, 32768 fragments per group
    8176 inodes per group
    Superblock backups stored on blocks:
    32768, 98304, 163840, 229376, 294912, 819200, 884736, 1605632, 2654208,
    4096000, 7962624

    Writing inode tables: done
    Creating journal (32768 blocks): done
    Writing superblocks and filesystem accounting information: done

    This filesystem will be automatically checked every 33 mounts or
    180 days, whichever comes first. Use tune2fs -c or -i to override.

  5. Melakukan mount partisi yang telah dibuat ke dalam sistem
  6. Partisi baru yang telah siap digunakan. Untuk melakukan mount ke dalam sistem, bisa dilakukan secara manual atau menambahkan entry baru di /etc/fstab agar bisa di-mount secara otomatis setelah boot up.

    Dalam contoh ini, aku akan melakukan mount partisi ke direktori /ext (pastikan bahwa direktori /ext telah dibuat).

    Untuk melakukan mount secara manual, jalankan perintah berikut:
    root@liley-II# mount -t ext4 /dev/sdb1 /ext

    Atau bisa juga dengan menambahkan entry di /etc/fstab agar bisa di-mount secara otomatis. Dalam kasus ini, /etc/fstab yang aku miliki berisi:
    # /etc/fstab: static file system information.
    #
    # Use 'blkid -o value -s UUID' to print the universally unique identifier
    # for a device; this may be used with UUID= as a more robust way to name
    # devices that works even if disks are added and removed. See fstab(5).
    #
    #
    proc /proc proc defaults 0 0
    # / was on /dev/sda1 during installation
    UUID=2a927340-4561-419a-809a-e48b4925d093 / ext4 errors=remount-ro 0 1
    # swap was on /dev/sda5 during installation
    UUID=bc428fbf-8cbe-4fc6-ba6d-d4d7ec3bb4a1 none swap sw 0 0
    /dev/scd0 /media/cdrom0 udf,iso9660 user,noauto,exec,utf8 0 0
    /dev/sdb1 /ext ext4 defaults 0 1

Selasa, November 17, 2009

Review Buku: The Winner Stands Alone

Akhirnya aku menemukan karya Paulo Coelho yang lain yang menurutku bisa disejajarkan dengan The Alchemist dan Devil And Miss Prym. Tak seperti novel-novel Coelho yang sebelumnya, The Winner Stands Alone menurutku adalah sebuah gebrakan. Sejauh yang kubaca, biasanya tulisan Coelho sarat dengan muatan spiritual dan memang sih rada-rada nyeleneh dan mistis, namun pada karyanya yang satu ini, patutlah kuberikan bintang 5 di Goodreads.

Berkisah tentang Igor, pemilik salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Rusia yang kehilangan cintanya karena ditinggal oleh istrinya yang berpaling ke laki-laki lain. Igor berjanji akan menghancurkan seluruh dunia hingga mantan istrinya kembali padanya. Setiap kali dia menghancurkan salah satu dunia, sebuah pesan akan dikirimkan kepada istrinya, berharap pesan tersebut dapat menarik perhatiannya. Berlatar belakang festival Film yang diadakan di Cannes, novel ini menyajikan kisah Igor dalam waktu 24 jam yang mampu mengubah nasib orang-orang yang bertemu dengannya selamanya: Olivia, wanita penjual kerajinan di pinggir pantai; Javits, produser dan distributor korup; Maureen, penulis naskah film yang hendak menjual filmnya ke Javits; Gabriela, sang aktris muda; Jasmine Tiger: seorang model; Hamid, pengusaha di dunia fashion yang memulai usahanya dari nol; dan tentunya Ewa, mantan istri Igor.

Novel ini menceritakan berbagai macam kemewahan, glamor, dan kehidupan orang-orang kaya yang bergelimang uang namun penuh dengan kepalsuan dan kepura-puraan. Sungguh menarik, karena menurutku Coelho sangat cerdas dalam menyajikan isi novel dan mengaitkannya dari aspek psikologis manusia yang cenderung tamak dan mementingkan materi untuk menutupi segala kepalsuan dibelakangnya. Namun demikian, dibalik semua itu, banyak pula pesan-pesan moral yang tersebar di seluruh bagian buku. Salah satu kutipan yang aku sukai adalah: "Orang hanya menghargai sesuatu kalau mereka sempat ragu apakah mereka akan mendapatkannya atau tidak."

Sinkronisasi Folder Pada Windows dengan SyncToy

Berawal dari kebutuhan untuk melakukan sinkronisasi dokumen-dokumen kantor dari file server ke laptopku, aku melakukan googling untuk tools sinkronisasi folder, dan menemukan SyncToy yang dikembangkan oleh Microsoft. Versi yang aku gunakan adalah versi 2.0. Tools kecil ini lumayan membantu, daripada mesti bolak-balik copy dan replace, boros di proses IO nya.



Pertama-tama yang harus dilakukn adalah membuat Folder Pair yang berisi pasangan folder yang akan disinkronisasi filenya. Selanjutnya akan muncul pilihan untuk memilih Left Folder dan Right Folder yang masing-masing merepresentasikan folder yang isinya akan disinkronisasi.
Ada 3 mode sinkronisasi:
  • Synchronize: Semua perubahan (penghapusan, dokumen baru, perubahan dokumen) yang ada pada Left Folder ataupun Right Folder akan disinkronisasikan ke folder yang lain. Hasil akhirnya adalah kedua folder berisi dokumen-dokumen yang sama.
  • Echo: Semua perubahan yang ada Left Folder akan disinkronisasikan ke Right Folder. Namun perubahan pada Right Folder tidak akan berpengaruh pada Left Folder.
  • Contribute: Semua perubahan yang ada Left Folder kecuali operasi penghapusan akan disinkronisasikan ke Right Folder. Namun perubahan pada Right Folder tidak akan berpengaruh pada Left Folder.

Ketiga pilihan mode ini menurutku sudah cukup mengakomodasi kebutuhanku. Dan yang paling penting adalah aplikasinya sangat mudah untuk digunakan, dan gratis tentunya. Terlebih lagi sebelum melakukan proses sinkronisasi, bisa di-preview terlebih dahulu operasi apa saja yang akan dilakukan. Jadi bisa memastikan perubahan yang akan terjadi setelah dilakukan sinkronisasi.



Aplikasi SyncToy 2.0 bisa diunduh secara gratis melalui link ini:
http://www.microsoft.com/downloads/details.aspx?familyid=C26EFA36-98E0-4EE9-A7C5-98D0592D8C52&displaylang=en

Sabtu, November 07, 2009

Dewey: Si Kucing Perpustakaan yang Mengagumkan

Siapa sangka, Dewey, seekor kucing yang ditemukan sedang menggigil di kotak pengembalian buku bisa menarik hati warga kota Spencer hingga seluruh penjuru dunia. Ditulis dari sudut pandang Vicki Myron, direktur perpustakaan Spencer yang menemukan dan merawat si kecil Dewey, buku ini menceritakan rangkaian kisah hidup Dewey dari sejak ditemukan hingga akhir hidupnya. Nama Dewey diambil dari sistem desimal Dewey. Ditambah lagi dibelakang namanya diembel-embeli dengan Readmore Books, semakin memantapkan namanya sebagai kucing perpustakaan.

Dengan format memoar, pengarangnya selain mengulas Dewey, juga mengulas beberapa potong kisah hidupnya yang menurutku malah aneh karena seolah-olah buku ini menjadi tak fokus. Namun demikian, sesuai dengan judul bukunya, semua kisah itu berkaitan dengan si lucu Dewey. Dewey yang semula dipelihara dengan sukarela oleh Vicki, akhirnya menjadi daya tarik perpustakaan itu sendiri. Dewey memiliki karakter senang dibelai dan tidak takut pada orang asing, yang menjadikannya dicintai oleh penduduk kota Spencer. Selain itu, dia tidak membeda-bedakan dan pilih kasih. Semua pengunjung yang menyukainya pasti merasakan bahwa mereka memiliki hubungan khusus dengan Dewey: walaupun kenyataannya tentu saja itu karena Dewey bisa memikat hati mereka.

Kisah ini luar biasa. Menurutku banyak sekali hal-hal yang bisa dicontoh dari buku ini walaupun yang menjadi tokoh utamanya adalah seekor kucing. Dewey bisa menginspirasi banyak orang dan membuat orang jatuh hati padanya. Dikisahkan pula bagaimana perilakunya ketika dia bisa menyenangkan seorang anak yang telah jauh-jauh datang dan memberikan hadiah mainan kepadanya. Dewey sendiri tidak menyukai jenis mainan seperti itu, namun ketika kunjungan tersebut, dia bisa menyenangkan anak tersebut dengan memainkan mainan hadiahnya. Aku benar-benar masih setengah percaya jika ini adalah kisah nyata. Kok bisa ada kucing yang seperti ini.

Kurasa, semua pecinta kucing wajib membaca buku ini (dan tentu saja kurasa pengarang buku ini adalah pecinta kucing sejati). Dari mulai kisah yang menyenangkan, mengharukan, lucu, dan menyedihkan semua ada disini. Melihat sampulnya saja sudah membuatku ngiler. Bagaimana tidak, gambar kucing lucu dan manis yang seolah sedang tersenyum siap menggoda: "Hai pecinta kucing, bacalah kisah tentangku!".

Minggu, Oktober 25, 2009

SSH tanpa password pada Putty

Pada tulisan sebelumnya (SSH Tanpa Password), dibahas mengenai bagaimana melakukan autentikasi SSH tanpa memasukkan password di Unix. Pada tulisan kali ini, aku ingin mengulas langkah-langkah autentikasi SSH tanpa password menggunakan PuTTY di Windows. Di Windows, proses ini dapat dilakukan menggunakan tools PuTTYgen untuk meng-generate pasangan public/private key, PuTTY sebagai SSH client, serta Pageant yang bersifat optional sebagai authentication agent untuk PuTTY.

Membuat pasangan Public/Private Key
Untuk meng-generate pasangan public/private key, jalankan aplikasi PuTTYgen.


Klik Generate untuk membuat pasangan public/private key yang baru. Jika memiliki private key yang sebelumnya dibuat di Unix, bisa melakukan import dengan mengklik Conversions->Import Key.


Masukkan Key comment sesuai dengan keinginan. Kosongkan field Key passphrase dan confirm passphrase agar ketika melakukan autentikasi SSH tidak perlu memasukkan password. Namun demikian, passphrase ini bisa diisi bebas. Jika passphrase diisi, untuk melakukan login SSH tanpa memasukkan password sama sekali, dapat menggunakan toos Pageant yang hanya menanyakan passphrase sekali saja ketika key nya ditambahkan dalam daftar key di Pageant.

Simpan public key dan private key yang telah dibuat. Private key yang dibuat akan memiliki ekstensi .ppk.

Untuk menyimpan public key yang dibuat di server tujuan agar dapat melakukan autentikasi SSH menggunakan private key yang dibuat sebelumnya, lakukan langkah-langkah berikut:
  1. Login ke server tujuan menggunakan PuTTY.
  2. Tambahkan isi public key yang telah dibuah ke dalam file ./ssh/authorized_keys yang ada pada direktori home user yang dituju.
  3. Login ke Server menggunakan Putty
Agar dapat menggunakan private key yang telah dibuat sebelumnya di PuTTY, lakukan langkah-langkah berikut:
  1. Jalankan aplikasi PuTTY.
  2. Pilih menu Connection->SSH->Auth. Klik browse dan pilih private key yang telah dibuat.
  3. Pilih menu Connection->Data. Masukkan auto-login username dengan user account yang dituju pada server tujuan. Ini dilakukan agar ketika melakukan autentikasi, tidak perlu memasukkan username dan password.
  4. Pada menu Session, masukkan alamat host server tujuan, dan masukkan nama session dan klik Save untuk menyimpan session. Ini dilakukan agar konfigurasi sesi yang diinginkan bisa disimpan, dan kedepannya tidak perlu repot-repot lagi untuk melakukan langkah 2 dan 3.
  5. Klik Load pada sesi yang telah disimpan untuk melakukan login ke server tujuan.
Menggunakan Pageant
Pageant dapat digunakan untuk memudahkan proses autentikasi menggunakan pasangan public/private key pada PuTTY. Aplikasi ini akan menyimpan private key yang telah dibuat sebelumnya menggunakan PuTTYgen di memory, sehingga pengguna dapat menggunakannya langsung tanpa perlu memasukkan passphrase yang ada pada private key tersebut. Dibanding dengan cara sebelumnya, pengguna masih bisa melakukan login tanpa perlu memasukkan password walaupun private key tersebut diproteksi dengan passphrase. Pengguna hanya akan diminta untuk menginput passphrase yang benar ketika menambahkan private key untuk selanjutnya disimpan di memory.

Pageant memungkinkan pengguna tidak perlu mengatur konfigurasi private key pada PuTTY. Bahkan jika pengguna tersebut memiliki lebih dari satu private key yang digunakan untuk melakukan login pada server yang berbeda-beda, semuanya dapat diakomodasi melalui Pageant.

Untuk menggunakan PuTTY bersama Pageant, lakukan langkah-langkah berikut:
  1. Jalankan aplikasi Pageant.
  2. Pada jendela utama, klik Add Key untuk menambahkan private key untuk disimpan di memori. Masukkan passphrase jika ada.
  3. Jalankan Putty, dan login ke server tujuan.
Artikel terkait:
SSH Tanpa Password

Sabtu, Oktober 17, 2009

Unfinished Bridge

Foto ini aku ambil di Putrajaya, sebuah kawasan pusat pemerintahan yang letaknya tak terlalu jauh dari Kuala Lumpur. Ketika senja tiba, semua pemandangan dan arsitektur seperti ini terlihat begitu indah. Hanya sayangnya saja ketika gampar ini aku ambil, aku belum mempersiapkan tripod agar efek air di danau buatannya tak terlihat kaku. Momen seperti memang tak berlangsung lama. Tak berapa lama setelah mengambil foto ini aku mengambil dan mempersiapkan tripod. Namun matahari sudah semakin tenggelam, sehingga langit yang semula jelas terlihat biru kemerahan menjadi gelap.

Putrajaya dapat ditempuh dari Kuala Lumpur dalam waktu kurang dari 30 menit. Karena kawasan ini adalah pusat kantor-kantor pemerintahan, yang termasuk didalamnya kantor Perdana Menteri, ketika hari libur tiba, kota ini tampak seperti kota mati. Jalanan begitu lengang dan kosong. Kalau ada kota semacam ini di Indonesia, pasti sudah dipenuhi orang-orang yang pacaran karena saking sepinya, dan jalanannya digunakan untuk balapan liar. Dengan arsitektur bangunan yang terhitung baru, yang menurut informasi dibangun sekitar 10 tahun yang lalu ketika Malaysia sedang berada pada jaman keemasannya, ditambah dengan lengangnya kota, plus suasananya yang aman, kota ini cocok untuk fotografer yang demen mengambil foto-foto arsitektur: dari mulai kantor Perdana Menteri, Mesjid Rayanya, plus bangunan-bangunan lain.

Di tengah-tengah kota, dibuat danau buatan yang lumayan besar. Dan setahuku sampai ada wisata perahunya juga. Di tengah-tengah danau dibangun beberapa jembatan, yang aku taksir minimal ada 4 lah yang menyeberangi danau ini. Salah satunya adalah jembatan yang ada dalam fotoku diatas. Entah mengapa jembatan ini tak diselesaikan. Untuk sebuah negara kaya seperti Malaysia kurasa nggak banget kalau alasannya karena kekurangan dana. Atau mungkin sengaja tidak diselesaikan karena objeknya menarik untuk para fotografer yang berkunjung.

Senin, Oktober 12, 2009

Kerjaan: Lain dulu, lain sekarang

Well, setelah 2,5 tahun bekerja di perusahaan yang selama ini aku anggap sebagai tempat bekerja yang menyenangkan, aku sempat kepikiran untuk menulis perbandingan job desc ku, dan segala hal yang terkait dengan kerjaanku ketika pertama kali masuk dan keadaan saat ini. Setelah aku pikir-pikir perbedaannya lumayan jauh. Beberapa ekspektasiku terpenuhi, dan beberapa lagi lewat begitu saja. Untuk itu, dalam tulisanku kali ini, aku mencoba membuat perbandingan baik secara obyektif dan subyektif dari sudut pandangku.

3 bulan pertama: Masa Probation
  • Berasa makan gaji buta. Masih belum jelas apa pekerjaanku. Bahkan sempet kepikiran sebenarnya di departemenku butuh orang tambahan nggak sih?
  • Biasanya ngebantu-bantuin kerjaan senior, yang untungnya sih baik-baik dan nggak pernah sampe disuruh bikin kopi :P
  • Suasana kerja sangat menyenangkan, lingkungannya nyaman. Secara umum, tingkat stress dalam lingkungan kerja masih tergolong rendah.
  • Belum diberikan tanggung jawab untuk memegang suatu proses bisnis tertentu atau peoyek tertentu
  • Waktu banyak terbuang dengan percuma, karena nggak banyak yang dikerjakan. Bisa aku manfaatkan untuk membaca beberapa ebook serta artikel-artikel lain.
  • Lembur: Karena kerjaan dikit, kayaknya cuma beberapa kali aja, itu juga untuk kerjaan-kerjaan yang mendadak dan perlu dikerjakan cepet.
  • Rasio job desc dan gaji: sangat worth lah, malah berasa makan gaji buta.
  • Email: tiap hari masih kosong. Rata-rata menerima email dikit banget, dan isinya biasanya bukan kerjaan.
    Jam kantor: datang pagi-pagi, pulangnya nggak terlalu malam lah (probation gituh loh)

3 bulan sampai 1 tahun pertama:
  • Mulai diberikan pekerjaan dan tanggung jawab yang lebih spesifik
  • Load pekerjaan secara umum masih belum terlalu tinggi. Waktu luang yang dimiliki masih banyak. Rasio antara kerja dan nggak kerja, bisa dibilang 1:1.
  • Mulai melihat adanya beberapa proses bisnis yang bisa diautomatisasi. Yang tentunya jadi kerjaan iseng-iseng berhadiah. Kalau jalan diterusin, kalau nggak ya udah.
  • Ketika load pekerjaan sedang mencapai puncaknya, efeknya cuma sementara dan tidak terus berlanjut. SLA untuk pekerjaan masih bisa dijamin. Pekerjaan paling telat dikerjakan keesokan harinya dan bisa langsung solved.
  • Lembur: Jarang banget. Sesekali masih boleh lah. Rata-rata lembur sebulan maksimal 2 atau 3 kali. Kalau sengaja nyari lemburan sih jangan mimpi deh.
  • Rasio job desc dengan gaji: masih sama, belum ada keluhan. :P
  • Email: walaupun email yang masuk mulai banyak, biasanya jarang sampai menumpuk. Ketika aku pulang, aku pastikan semua email sudah terbaca dan ter-follow up.
  • Sore-sore masih sering ada ajakan untuk makan mie ayam di belakang kantor. Padahal waktu masih menunjukkan jam 4.
  • Akhir tahun ketika semua masih cuti, masih bisa sempet maen game rame-rame se-divisi. Jam kerja pula lagi.
    Jam kantor: datang jam 8 an lewat, pulangnya tepat waktu :D
1 tahun pertama sampai tahun kedua:
  • Sejak ganti bos baru, kerjaan jadi lebih fleksibel, walaupun secara load sih sama aja.
  • Load pekerjaan tentunya meningkat lah. Kerjaan yang aku lakukan sudah jauh lebih spesifik dan general (loh): mulai dari ngurusin audit, dokumen harian, urusan koding dan automatisasi, dan sampe iseng-iseng memanfaatkan PC yang nggak kepakai sebagai server lokal yang akhirnya malah kepake banget.
  • Mulai melihat adanya ketergantungan data dari IT, biar nggak bolak-balik minta terus. Tapi apa daya nggak punya storage yang cukup.
  • Suasana kerja masih menyenangkan, beberapa orang senior yang diberikan tanggung jawab yang lebih besar mulai sibuk mengurusi hal-hal yang non teknis. Ini menyebabkan pekerjaan teknis jadi beraalih ke aku semua.
  • Pagi-pagi masih bisa baca koran. Jam kerja yang bener-bener kerja baru mulai jam 10 pagi, dan biasanya jam 3 atau jam 4 dah kelar semua. Bisa istirahat dan pulang cepet.
  • Jam kantor: dateng rada siang, dan pulang tepat waktu. Intinya ngapain kerja lama-lama kalo bisa pulang cepet. Mulai melihat adanya peluang untuk memperoleh dan belajar hal lain di luar jam kantor.
  • Masih sempet lah ngerjain proyek-proyek diluar kepentingan kantor di luar jam kantor.
  • Email: kayaknya nggak ada perubahan dari yang sebelumnya.

Setelah tahun kedua
  • Restrukturisasi dan reorganisasi mengacaukan segalanya. Kurang resources menjadi hal yang lumrah.
  • Jam kantor: datang sebelum jam 8, pulangnya bisa sampai malam.
  • Load pekerjaan: meningkat dengan drastis. Issue kurang orang menjadi issue utama, namun nggak bisa solved dengan segera karena ada kebijakan zero growth dari perusahaan
  • Suasana kerja sudah mulai tak kondusif (karena loadnya tinggi) walaupun masih menyenangkan lah.
  • Pagi-pagi, udah nggak keburu baca koran. Kerjaan utama pagi-pagi adalah panen di Farm Ville mumpung lagi sempet. Siangnya biasanya udah kesita dengan banyak pekerjaan.
  • Pekerjaan menjadi nggak fokus. Banyak sekali hal-hal kecil yang harus dikerjakan walaupun tidak mendesak tapi penting. Mesti bisa bekerja dan menyelesaikan masalah secara all-in-one.
  • Email: Ini sih jangan tanya. Lagi weekend 2 hari aja bisa-bisa nambah sampai puluhan, apalagi pas hari kerja. Bikin stress pas ngebuka email hari Senin pagi.
  • Kebanyakan target yang mesti dicapai. Padahal banyak hal juga yang mesti dibenahi dari proses bisnis yang sudah ada dan berjalan sejak dulu kala.
  • Lembur: Suka-suka deh. Kalau dulu nyari lemburan susah karena emang mau ngerjain apa lagi. Kalau sekarang: bisa milih mau lembur hari apa. Selalu ada pekerjaan yang bisa dikerjakan untuk lembur.
  • Sore-sore bawaannya mau pulang cepet aja kalau lagi nggak ada pekerjaan. Biar bisa cepet sampai rumah dan istirahat deh.
  • Rasio gaji dan job desc: Bikin ngeneg aja. Apalagi kena korban Job Valuation di perusahaan yang konon katanya bulan Oktober ini udah kelar.
Yah, memang ada suka dukanya. Yang penting masih bisa dinikmati lah. ;)

Selasa, Oktober 06, 2009

Bad Mood

Bayangkan apa yang terjadi ketika Mars yang sedang stress, mengantuk, dan capek karena workshop yang berlangsung seharian penuh, dan mana sampai malam pula, tiba-tiba dimarahi oleh seorang Venus yang tanpa diduga-duga mendebatnya, menyalahkannya, dan bahkan tak memberinya kesempatan untuk berbicara untuk menjelaskan. Menurut John Gray, ketika Mars stress, hormon testosteronnya akan menurun, dan butuh istirahat dengan tenang untuk menaikkan kembali kadar hormonnya sehingga stressnya bisa berkurang. Jadi bisa dibayangkan apa akibatnya: jelas Mars akan berusaha mengakhiri konflik seolah-olah cuek. Sebenernya lain lagi ceritanya kalo si Venus disini adalah seseorang yang spesial untuk si Marsnya. Berhubung ini Venusnya juga siapa dia gitu, yang berhak untuk memarah-marahi dan tanpa kompromi langsung menyalahkan. Emang gw pikirin???

Malam itu, rusaklah sudah moodku. Sampai akhirnya mau nginep di hotel nggak jadi dan prefer untuk pulang dan tidur di rumah. Kayaknya ini udah kelewatan. Dulu ngomong aku orang gagal, sementara sekarang seenak jidat sendiri main-main nyalah-nyalahin.

Nggak perlu lah aku sebut orangnya ataupun apapun itu masalahnya. Satu hal yang perlu aku tekankan disini adalah: sesuatu yang disembunyikan, lama-lama juga pasti akan ketahuan. Apalagi kalau orangnya jujur, secara tak langsung akan banyak mengeluarkan sinyal-sinyal 'kejujuran' yang tanpa disadarinya ditangkan oleh orang-orang bertipe pengamat *tipe 5* yang memiliki insting yang cukup tajam. Apalagi waktunya sudah berjalan cukup lama, sehingga walaupun lingkungan sekitar tampak anteng-anteng aja, padahal mereka sudah tahu semuanya. Dan ini harusnya disadari sejak awal.

Yang kedua adalah: facebook, blog, dan aplikasi-aplikasi web sejenis bersifat publik. Kalo memang nggak mau dicurigai, ya ngapain nulis macem-macem disitu dengan sesuatu yang memancing perhatian dan keingintahuan orang-orang. Situ yang posting, gw yang komen, kok jadi nyalahin. Emang pernah ngasih statement gw nggak boleh komen? Konyol banget deh.

Ketiga: ketika bertemu dengan temen-temen sendiri di lingkungan sendiri pula, sebaiknya jangan terlalu curiga atau menuduh deh. Kalo memang nggak ada maksud apa-apa, kenapa mesti disalah-salahin sih? GR amat. Lagian menanyakan kabar temennya sendiri emang nggak boleh ya? Hal yang konyol. Just want to make this thing clear: I don't even need to talk to them, I believe they already know this. Mana bisa menduga mereka belum tahu, emang udah pernah nanyain satu-satu. Alibi yang nggak berdasar.

Capek deh...

Jumat, Oktober 02, 2009

Warrior of The Light

Ini adalah buku ke-11 Paulo Coelho yang aku baca. Nggak terasa sudah 10 buku aku baca sejak pertama kali membaca The Alchemist yang direkomendasikan oleh salah seorang teman kantorku. Pada awalnya kukira isi buku ini mirip seperti Like The Flowing River yang lebih berisi cerita-cerita yang ditulis Coelho selama dalam kurun waktu tertentu. Jadi semacam rangkuman catatan-catatannya dia. Ternyata Warrior of The Light lebih berisi manual atau petunjuk, tapi isinya nggak nge-judge, namun inspiratif.

Memang dalam buku ini dia menempatkan seorang 'Warrior' sebagai inti semua petunjuknya. Seolah-olah mengatakan seorang 'Warrior' itu seperti begini dan begitu, akan melakukan hal-hal seperti ini dan seperti itu. Walaupun isinya inspiratif, terkadang aku masih nggak ngerti kenapa dia mesti menggunakan 'Warrior' sebagai inti ceritanya. Karena dari kata pengantar dan penutup bukunya, seolah semuanya menjadi tak jelas antara imajinasi dan kenyataan. Aku menangkap kesan 'Warrior' ini sebagai imajinasi fiktif dan tidak nyata. Entah apakah 'Warrior' ini diambil karena Coelho tidak menemukan kiasan dan tokoh fiktif yang tepat, sehingga dia memutuskan untuk menggunakan 'Warrior of The Light' sebagai inti cerita dan tokok utama.

Aku setuju buku ini sangat inspiratif, tapi aku merasa seolah ada yang kurang dalam penyajiannya. Aku malah lebih suka dengan Like The Flowing River nya. Namun demikian, kurasa tiap orang memiliki persepsi berbeda. Kalau membaca review bukunya di Goodreads, banyak yang memberikan rating 5, mungkin karena mereka cocok dengan penyajiannya. Tapi ada pula yang memberikan rating yang kurang memuaskan. Sepertinya otaknya nggak nyambung tuh dengan pemikiran-pemikiran Paulo Coelho, jadinya sekalinya memberikan rating, dikasih bintang 1. Buku ini cocok lah untuk orang-orang yang demen mencari inspirasi.

Selasa, September 29, 2009

Perahu Kertas: Melebihi Ekspektasi

Aku masih ingat ketika buku ini tiba-tiba nongol di iniBuku bulan lalu. Maklum, penulisnya adalah Dee yang buku-bukunya tentunya sudah masuk wish-list ku, ga peduli isinya bagus atau nggak, whatsoever kata orang, yang penting beli dan punya koleksinya. Apalagi iniBuku ngasih embel-embel kalo pre-order bakalan dapet tanda tangannya Dee di dalam bukunya. Yah, sebenernya ga terlalu penting, tapi sesekali bolehlah. Dan lebih spesial lagi, bukunya diantar pas hari ulang tahunku. Komplit deh. Walaupun demikian, bukunya baru mulai kubaca belakangan ini aja. Maklum, waktu kubeli masih ada antrian buku yang mesti kubaca.

Buku ini menceritakan kisah Kugy dan Keenan. Kugy yang berantakan, cuek, aneh, namun senang membuat dongeng. Disisi yang lain Keenan cerdas dan pandai melukis. Keduanya memiliki karakter yang berlawanan namun saling melengkapi. Dari awal sampai akhir buku ini, keduanya menghadapi banyak sekali rintangan dan konflik-konflik. Baik Kugy dan Keenan berusaha mencari jati diri mereka masing-masing, antara realita dan kenyataan. Pada akhirnya mereka dihadapkan pada pilihan yang sulit: merelakan kata hati mereka dan menerima kenyataan yang ada.

Novel ini adalah novel tentang cinta, namun tentunya tidak dikemas dengan cara yang biasa. Yang membuat novel ini menarik adalah alur cerita yang dibuat seolah semuanya terjadi secara kebetulan. Rumit dan berliku-liku tapi dibuat sebenarnya sederhana. Jika dibuat film, pemainnya sih nggak terlalu banyak, tapi masing-masing memiliki hubungan dengan pemain-pemain yang lain. Alur ceritanya dibuat memiliki banyak konflik yang seolah-olah tak pernah habis, membuat pembacanya terutama aku, selalu penasaran dan ingin segera menyelesaikan bukunya. Banyak sekali hal-hal konyol dan lucu yang kutemui di novel ini, begitu pula hal-hal yang mengharukan dan menyedihkan, terutama di bagian ketika Keenan atau Kugy dihadapkan pada pilihan yang pahit.

Baru tahu kalo novel ini mulai ditulis pada tahun 1996 dan sempat terhenti dan nggal dilanjutkan lagi. Tapi katanya novel ini ditulis ulang dari nol, nggak melanjutkan dari versi sebelumnya. Walaupun aku belum membaca semua karya Dee (baru baca Supernova yg pertama, Rectoverso, dan Filosofi Kopi), I guess this is her best novel lah. Apalagi dikerjainnya selama 60 hari doang. Recommended dan worth lah..

Jumat, September 25, 2009

Maxis: Menjawab kebutuhan Internet Selama Liburan

Rasanya, internet sekarang sudah menjadi kebutuhan primer nih. Aku merasa saat ini membutuhkan koneksi internet secara mobile. Nggak hanya bisa diakses dari PC atau laptop, tapi sampai level HP mesti bisa konek ke internet. Memang sih di tempat aku Pakdeku ada koneksi internet unlimited, tapi ya jangkauannya cuma disitu aja.

Selain itu, aku juga perlu nomor lokal untuk tetap berkomunikasi dengan teman-temanku di Indonesia. Jadi maunya beli nomor prepaid skalian mencari paket internet yang paling murah. Setelah melihat-lihat, aku memutuskan untuk memilih Maxis karena nggak sengaja melihat iklan Prepaid Broadband. Tarif tanpa paket sekitar 1 sen/Kb. Atau 1RM 100 KB yang bisa dibulatkan menjadi Rp. 3000. Masih terhitung sangat mahal lah, bahkan dibandingkan dengan di Indonesia yang per Kb nya dibawah Rp 5. Tetapi Maxis menyediakan paket broadband untuk 1 minggu seharga 25 RM untuk pemakaian sebesar 2GB. Jika dirupiahkan menjadi sekitar 75 ribu rupiah. Per MB nya nggak sampai 50 rupiah. Terhitung sangat murah jika dibandingkan dengan tarif per Kb nya.

Walaupun aku nggak terlalu membutuhkan speed, tetapi kecepatannya cukup memuaskan. Paling nggak stabil lah, dan nggak tersendat-sendat. Mungkin kecepatannya bisa stabil karena penduduknya disini juga nggak terlalu banyak dan perilakunya juga nggak aneh-aneh seperti di Indonesia, dimana jaringannya di-abuse habis-habisan. Semoga aja nanti di Indonesia ada paket volume based untuk Postpaid, yang tentunya untuk kartuHaloku. Paket unlimited sepertinya sudah tidak terlalu menarik lagi karena memang aku sendiri jarang menggunakan bandwidth sampai mentok. Yang penting bisa konek dan internetan dari HP. Ketika iseng-iseng aku coba test koneksinya melalui www.speedtest.net, ternyata lumayan kenceng juga.

koneksi ke server lokal

koneksi ke server indonesia

Selasa, September 22, 2009

Nokia Chat Beta: Mengecewakan

Beberapa waktu lalu, Nokia merilis aplikasi Nokia Chat versi Beta yang bisa digunakan di handphone E71 ku. Sebelumnya versi beta nya hanya tersedia untuk E75, namun kini tersedia juga untuk E63 dan E71.

Aplikasi Nokia Chat ini bisa digunakan untuk chatting ke sesama pengguna Yahoo Messenger, Ovi, dan Google Talk. Tadinya kupikir karena bikinan Nokia, dan untuk seri E pula lagi, aplikasinya akan berbasis Symbian. Ternyata malah berbasis Java, yang menurutku cenderung 'lambat' dan fitur-fiturnya jadi kurang maksimal.

Setelah kucoba, dugaanku nggak meleset. Saat ini masih sebatas mencoba fitur chat ke sesama pengguna YM, tapi sudah cukup lah. Kesan pertamaku adalah aplikasinya terlihat monoton dan kurang menarik. Entah apa karena ini masih versi beta. Jika dibandingkan dengan aplikasi messenger sejenis shMessenger yang dari sisi tampilannya saja sudah OK, Nokia Chat masih tertinggal jauh lah.

Inilah beberapa kekurangan yang menurutku harus dibenahi:
  • Berbasis Java. Banyak fitur-fitur yang kurang optimal jika dikembangkan dengan Java.
  • Respon lebih lambat. Membutuhkan waktu lebih dari 30 detik untuk me-load seluruh contact yang ada di list ku, dan ini lumayan menyebalkan karena aplikasi sejenis Slick dan shMessenger lebih responsif.
  • Window untuk chattingnya lebih ribet. Aku lebih menyukai shMessenger yang sangat memudahkan penggunanya untuk beralih dari jendela utama ke jendela percakapan dengan pengguna lain.
  • Untuk sebuah aplikasi buatan Nokia, dan terutama untuk handphone Nokia, fitur-fitur yang disediakan masih minim. Masa kalah oleh aplikasi messenger lain yang notabene dikembangkan oleh vendor lain.

Semoga saja kedepannya fitur-fitur di aplikasi Nokia Chat ini bisa terus disempurnakan sampe versi release nya keluar. Lumayan aja nih kalo nanti tiba-tiba jadi keluar versi Symbian nya, tentu akan lebih responsif dan fitur-fiturnya lebih banyak.

Minggu, September 20, 2009

All Those Things We Never Said

Kesan pertama ketika melihat buku ini kukira isinya 'serius', apalagi setelah melihat cover dan sinopsisnya. Karena memang dari covernya cukup menarik dan membuatku penasaran, aku beli juga bukunya.

Novel ini menceritakan kehidupan Julia, seorang wanita yang memiliki pekerjaan sebagai seorang animator dan akan segera menikah. Sayangnya semua rencananya berantakan ketika dia mendapat kabar ayahnya meninggal dan akan dimakamkan di hari dimana dia seharusnya menikah. Hubungan dengan ayahnya kurang begitu baik karena selama ini dia merasa diabaikan oleh ayah kandungnya sendiri. Dan sekarang, tiba-tiba ayahnya menggagalkan rencana pernikahannya dengan Adam, calon suaminya.

Tak lama setelah pemakaman ayahnya, datang sebuah paket yang diantar ke apartemennya. Isinya sungguh mengejutkan: sebuah manusia android yang begitu mirip dengan ayahnya, Anthony Walsh. Julia hanya memiliki waktu 6 hari bersama android kembaran ayahnya karena baterai androidnya hanya bertahan selama 6 hari.

Walaupun hubungan mereka tak terlalu baik, namun ternyata Anthony sangan mencintai Julia. Selama 6 hari tersebut, mereka berdua melakukan perjalanan ke Kanada, Paris, dan Berlin untuk mengungkap hal-hal yang tak pernah diungkapkan oleh Anthony selama 20 tahun, yang mengantarkan Julia kepada kenangan masa lalu mengenai cinta pertamanya yang dia sangka telah mati.

Walaupun terkesan cukup serius, namun di dalam novel banyak sekali ditemukan hal-hal konyol dan lucu, terutama dalam pilihan kata-kata dan dialog, yang terjadi antara Julia dan Anthony. Secara garis besar, novel ini menceritakan kisah kasih sayang seorang ayah kepada putrinya yang tak pernah terungkap dan perjuangan mencari cinta pertama yang disangka telah mati. Novel ini diluar ekspektasiku, yang tadinya kukira novel pop semata, ternyata malah nggak nyesel untuk membelinya: gaya bahasanya unik *yang mungkin karena sebelumnya aku underestimated* Jadi malah kepingin membaca karya Marc Levy yang lain, tapi tampaknya yang baru diterjemahkan cuma yang ini aja :(

Jumat, September 18, 2009

Apapun temuannya, back date solusinya

Topik yang satu ini memang nggak akan pernah habis dibahas. Karena memang ini adalah kontrol dan pekerjaan rutin yang mau nggak mau harus dikerjakan. Resikonya jika sampai nggak dikerjakan adalah adanya temuan yang artinya defisiensi dan artinya bonus berkurang karena audit ini merupakan salah satu komponen KPI.

Di tempat aku bekerja, kontrol untuk audit ini secara umum dibagi menjadi dua: kontrol transaksional, dan kontrol untuk IT. Kontrol secara transaksional menyangkut dokumen-dokumen yang terkait dengan pekerjaan harian, yang pada umumnya selalu ada dan selalu dibuat, jadi nggak mungkin lupa. Sementara kontrol yang satunya lagi ini yang nggak jelas: kontrol IT.

Dokumen yang mesti di-submit adalah dokumen-dokumen semacam kesepakatan antara departemenku dan departemen IT, yang dalam jangka waktu tertentu harus selalu diperbaharui *walaupun isinya ya bgitu-bgitu saja, yang jelas beda tanggal lah*. Nah dokumen-dokumen ini nih yang terkadang lupa dibuat, atau misalnya belum ada serah terima antara departemen terkait dengan departemenku, sehingga belum bisa dibuat tapi sudah ditagih oleh audit. Dokumen-dokumen ini so far yang aku tahu nggak pernah diperiksa isinya oleh audit: yang penting dokumennya ada. Karena itulah, dokumen-dokumen semacam ini sangat mudah dibuat walaupun dalam kondisi mendesak. Tinggal back date *membuat dokumen dengan tanggal jauh-jauh ke belakang* seolah dokumen tersebut dibuat pada periode audit yang ditentukan, sehingga tak menjadi temuan. Sangat konyol memang, tapi itulah yang terjadi. Dimana-mana seperti itu. Nggak di departemenku, nggak di IT, back date selalu menjadi sebuah solusi. Nah, kali memang kejadiannya sudah terlalu banyak, kira-kira salahnya dimana ya? Apakah memang orang-orangnya yang malas dan lupa membuat dokumen, atau memang membuat dokumen seperti ini dianggap membuang-buang waktu dan nggak jelas gunanya: toh nggak diperiksa juga isinya. Jadi, siapa yang salah???

Kamis, September 17, 2009

Lovely Bookmark

Kemarin, rekan kerjaku memberiku oleh-oleh dari Korea: sebuah pembatas buku berbentuk daun yang terbuat dari logam tipis. Lumayan, untuk menambah koleksi barang-barang 'antik' yang sudah aku miliki. Yang lebih mengharukan lagi temanku mengatakan dia tahu kalo aku suka baca buku, jadi dia memilih cindera mata itu untukku. Aku suka pembatas buku itu karena bentuknya seperti daun yang menampilkan serat-seratnya, sehingga terkesan natural. Semoga aja nggak rusak dan kelipet deh.

Minggu, September 13, 2009

SSH Tanpa Password

Tulisan ini mungkin sudah masuk kategori ketinggalan jaman banget, secara protokol SSH sudah digunakan dari jaman dulu kala. Namun tak ada salahnya juga sih, siapa tahu ada sebagian orang yang belum mengetahui tekniknya.

Secara konvensional jika seseorang melakukan login menggunakan protokol SSH ke suatu server, akan muncul prompt password. Prompt password ini mungkin akan dirasa cukup merepotkan jika orang tersebut adalah admin yang menangani mesin server yang lumayan banyak. Terlebih lagi jika password dari masing-masing username pada masing-masing mesin tersebut berbeda-beda dan susah untuk diingat.

Dengan menggunakan public/private key, maka memungkinkan untuk login menggunakan protokol SSH tanpa perlu memasukkan password. Agar lebih aman, private key yang dimiliki dapat diatur apakah memiliki passphrase atau tidak. Jika passphrase dikosongkan, maka tidak perlu memasukkan password lagi ketika melakukan login. Jika mekanisme ini diaplikasikan pada kasus diatas, maka admin tidak perlu lagi memasukkan password atau hanya perlu memasukkan passphrase yang sama ketika login ke semua mesin server yang ditangani oleh admin tersebut.

Berikut ini adalah langkah-langkahnya:
  1. Login ke client yang akan digunakan untuk login ke mesin server

  2. Membuat pasangan public/private key yang akan digenerate secara random menggunakan perintah ssh-keygen -t dsa atau ssh-keygen -t rsa tergantung tipe key yang akan digenerate apakah menggunakan protokol RSA atau DSA. Dari info yang aku peroleh, protokol DSA lebih aman.
  3. Output dari perintah diatas jika menggunakan perintah ssh-keygen -t dsa akan kira-kira akan seperti berikut:
    $ ssh-keygen -t dsa
    Generating public/private dsa key pair.
    Enter file in which to save the key (/home/test/.ssh/id_dsa):
    Created directory '/home/test/.ssh'.
    Enter passphrase (empty for no passphrase):
    Enter same passphrase again:
    Your identification has been saved in /home/test/.ssh/id_dsa.
    Your public key has been saved in /home/test/.ssh/id_dsa.pub.
    The key fingerprint is:
    78:2d:16:3a:72:48:ea:c9:49:2b:2e:86:99:27:b6:b9 test@anwyn
    The key's randomart image is:
    +--[ DSA 1024]----+
    | |
    | |
    | . . |
    | o . o o |
    | o o = S . |
    | + + o + . |
    |oo* |
    |B+o |
    |+Eo |
    +-----------------+


    Masukkan nama file untuk menyimpan private key atau kosongkan untuk menyimpannya ke dalam file default (biasanya di $HOME/.ssh/id_dsa). Kosongkan passphrase yang diminta agar tidak muncul prompt ketika sudah digunakan nantinya.

    Public key secara default akan disimpan dengan nama id_dsa.pub dan disimpan di folder .ssh pada home directory.

  4. Login ke server tujuan dan salin isi public key yang telah digenerate sebelumnya ke dalam file authorized_keys yang ada di folder .ssh pada home directory. Untuk lebih mudahnya dapat dilakukan perintah berikut untuk memudahkan proses penyalinan:
ssh-copy-id -i [letak public key] username@targetserver
Pada proses diatas akan muncul prompt password untuk user username pada mesin targetserver. Masukkan password yang sesuai dan selanjutnya akan muncul keterangan bahwa public key telah ditambahkan kedalam target server.

Sekarang setiap kali login ke mesin server tujuan dengan username yang telah ditentukan, tidak akan muncul prompt password. Login menggunakan protokol SSH tanpa password sudah bisa dilakukan.

Notes tambahan:
- Masing-masing user dapat membuat pasangan public/private keynya sendiri, dan satu private key hanya digunakan oleh satu user. Sementara public key dapat ditambahkan ke user-user lain pada mesin-mesin yang lain. Cara diatas hanya berlaku untuk user tententu pada mesin server tujuan. Untuk memungkinkan akses SSH tanpa password ke user lain di mesin yang sama atau di mesin yang lain, dapat menggunakan perintah ssh-copy-id.

Selasa, Juli 21, 2009

Catatan Perjalanan Ke Pulau Pramuka

Perjalanan kali ini bermula ketika pada hari Selasa lalu, aku bersama seorang temanku, Lella, mengunjungi kantor Taman Nasional Kepulauan Seribu yang berada di Salemba. Di sana kami mencari berbagai informasi yang kami butuhkan untuk rencana liburan ke Pulau Seribu. Tadinya kami berencana untuk pergi kesana pada rentang tanggal 18-20 Juli dimana pada hari itu long weekend. Namun berhubung mess yang dikelola oleh Taman Nasionalnya sudah penuh, kami membatalkan rencana tersebut. Namun, setelah datang langsung ke kantornya, kami mendapat informasi mengenai tempat-tempat penginapan yang dikelola oleh penduduk setempat.

Kupikir, pada hari itu, kami cuma mencari informasi saja, tak tahunya Lella malam itu langsung menghubungi salah satu contact person yang mengelola penginapan di Pulau Pramuka, dan ternyata masih ada kamar kosong untuk tanggal 19 & 20 nya. Berhubung mau rame-rame, jadi aku menghubungi Hendy dan Enno malam itu dan mengajak mereka untuk ikut serta. Irpan aku hubungi keesokan harinya. Namun sayang sekali Hendy nggak bisa karena dia sudah ada acara lain. Enno akhirnya memutuskan untuk nggak ikut karena Hendy nggak ikut. Irpan nggak tahu nih kemana rimbanya. Akhirnya ditetapkan yang akan berangkat kesana 5 orang: aku, Lella, dan 3 orang temannya (Sari, Nia, dan Nina) yang semuanya perempuan. Argh.. Tadinya aku udah agak-agak ragu mau ikutan secara aku cowok sendirian, tapi berhubung udah memastikan mau ikut, kayaknya nggak banget deh kalo sampe membatalkan.

Berhubung harus berangkat pagi-pagi sekali, aku memutuskan untuk menginap di kantor Sabtu malamnya. Sekalian aja menginap karena Sabtu sore aku ada acara dengan teman-teman kuliahku dulu. Keesokan harinya, selepas sholat subuh, aku langsung menuju Salemba, tempat dimana kami semua akan berkumpul. Janjinya sih jam 5:30, ternyata ngaret sampe 30 menit lebih. Duh, udah panik aja bakalan ketinggalan perahu. Akhirnya kami berempat: aku, Lella, dan 2 orang temannya naik taksi dari Salemba langsung menuju Muara Angke. Temannya dia yang satunya lagi, Sari, berangkat secara terpisah karena rumahnya sendiri ada di Kelapa Gading. Karena telat, perahu yang berangkat jam 7 pagi dari Muara Angke telah penuh. Hix, mana itu perahu terakhir lagi. Beruntung saat itu lagi musim liburan dimana banyak juga yang telat seperti kami. Setelah ditotal dan ada minimal 50 orang, kami bisa berangkat ke Pulau Pramuka menggunakan perahu yang pada saat itu berangkat dari Pulau Pramuka menuju Muara Angke. Apesnya sih, perahunya baru datang jam 10, jadi lumayan bete juga tuh menunggu di Muara Karang kurang lebih 3 jam, mana disana pelabuhannya kotor banget + baunya juga nggak enak.

Perahunya sendiri baru berangkat jam 11 siang. Sementara perjalanannya membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam *kalo nggak salah*. Sepanjang perjalanan aku tidur. Nggak peduli panas matahari begitu menyengat, karena aku memang benar-benar butuh tidur. Walaupun beralaskan tas kameraku, aku bisa tidur cukup nyenyak walaupun agak-agak kurang nyaman.

Kami sampai di Pulau Pramuka sekitar jam 1:30. Kami dijemput oleh pemilik penginapannya di dermaga. Dan langsung menuju penginapan. Rumah tempat kami menginap berisi 3 kamar, 2 kamar memiliki AC dan 1 kamar lagi hanya dilengkapi dengan kipas. Tebak saja siapa yang menempati kamar terakhir? :P Lumayan murah juga sih, 3 kamar sebenarnya kalo mau dimaksimalkan bisa lah muat sampai 10 s/d 12 orang. Tapi sayang aja kamar mandinya cuma 1, bisa mengantri tuh.

Ternyata pulaunya tak terlalu besar. Percuma juga sih punya sepeda motor atau mobil. Karena jaraknya tak terlalu jauh dari ujung pulau ke ujung yang lain. Setelah beristirahat sejenak, kami makan siang di salah satu warung yang ada di pulau. Maklum, sudah kelaparan karena sebelumnya hanya sarapan dengan bubur :(. Kebetulan sekali pemilik penginapannya juga menyewakan sepeda dengan tarif 10 rib per jam. Dan entah gimana ceritanya, pemilik penginapan tersebut mengijinkan kami membayar tarif 1 jam untuk pemakaian hingga sore hari. Jadilah setelah makan siang kami berjalan-jalan di sekitar pulau menggunakan sepeda. Setelah menemukan spot yang lumayan bagus, foto-foto deh. Sore itu kami tak berniat kemana-mana, karena sudah nanggung, jadi cuma muter-muter aja dan berfoto-foto ria. Reseh juga sih bareng ama cewek-cewek, berasa nggak bebas. Seandainya Hendy dan Irpan ikutan, pasti sejak datang langsung memisahkan diri dan tentu saja hunting.

Sayang banget aku tak sempat mengabadikan sunsetnya. Padahal indah sekali, namun mataharinya tenggelam begitu cepat. Dan aku terlalu lama untuk men set up peralatan kameraku, terutama tripod. Namun demikian, aku masih bisa menikmati sunset yang begitu indah. Sayang sekali cakrawala tak secerah yang aku harapkan. Ada awan disana. Jadi yang bisa aku foto adalah suasana langit pasca sunset. Dimana langit berubah menjadi semburat merah.

Setelah sunset, aku dan Lella memesan ikan untuk dibakar, namun karena memang ini pengalaman pertama kami ke Pulau Pramuka, jadi nggak tahu kalo udah kesorean ikannya kebanyakan sudah habis. Ikan kembung, baronang, dan entah apalah itu sudah habis. Kata si penjualnya, harusnya sih pesannya jam 4 sore tadi. Tapi nggak apa-apalah, yang penting bisa makan enak dan tentu saja sudah dimasak/dibakar, biar nggak repot. Kami akhirnya pulang ke penginapan untuk mandi dan beres-beres. Parahnya pompa airnya nggak jalan, jadilah mesti menimba air di sumur. Konyolnya siapa lagi kalo bukan aku yang kebagian pekerjaan ini. Ampun deh, mana cewek-cewek itu mandinya lama-lama lagi. Baru bener-bener beres dari segala urusan ini jam 8 lewat. Gilee..

Untungnya sih pengalaman makan malamnya begitu menyenangkan. Kami makan malam dengan ikan bakar *ga tahu lah ikan apaan*. Nggak tahu berapa ekor yang dibakar untuk kami berlima, yang jelas sih ada 2 kilo + nasi yang harusnya cukup untuk 4 porsi (3 orang temennya Lella udah ngasih statement kalo mereka nggak makan nasi). Tadinya sih kami berpikir 2 kilo terlalu banyak, tetapi kenyataannya habis semua disikat, mana nasinya juga abis. Karena aku juga kelaparan, jadi aku makan 3 porsi :P. Mengerikan semua deh. Salah satu temennya yang tadinya nggak mau makan nasi, eh akhirnya malah makan nasi juga. Nggak konsisten nih. Menyenangkan sekali bisa makan malam tepat di pinggir laut dan dibawah kilauan bintang-bintang di langit. Ah, jadi ingat perjalananku ke Ujung Genteng dan Lombok, dimana saat itu begitu jelas sekali bintang-bintangnya. Terlebih lagi ketika hampir selesai makan, tiba-tiba ada yang menyalakan kembang api. Bweuh.. Banyak banget. Tadinya sih kupikir cuma petasan biasa, tahunya beneran kembang api. Ah.. Benar-benar puas deh. Nggak rugi nih makan malam ber-5 dengan hanya mengeluarkan uang 40 rb, di pinggir laut, dibawah hamparan bintang dan ditutup dengan kembang api. Mantabss.. Malam itu pun berakhir, kami segera ke penginapan, dan segera beristirahat untuk rencana keesokan harinya.

Hari minggu pagi, selesai sholat subuh, kami ke bagian belakang pulau, untuk melihat sun rise. Konyol juga, baru berangkat jam 6 pagi. Tetapi ternyata nggak terlalu terlambat. Mataharinya baru mulai terlihat sekitar pukul 6:15. Sayang aja sih pantainya nggak terlalu bagus. Saat itu sedang surut, jadi pantainya dipenuhi oleh pohon bakau yang masih kecil-kecil. Mataharinya ketika terbit terlihat begitu besar, rugi kalo ngambil pake lensa tele. Bisa-bisa cuma kena mataharinya aja. Aku switch ke lensa wide ku, dan segera mengambil spot yang bagus. Awan-awan yang menghiasi langit pagi itu terlihat indah. Dan beruntung aku bisa mengabadikannya. Sayang aja nih, filter yang aku gunakan ada 2: UV + CPL. Karena malas melepas filter UV nya, jadi filter CPL nya langsung aku pasang, efeknya adalah vignetting pada fokus 11 dan 12 mm. Kayaknya sebagian foto-fotonya mesti diedit dan di crop lagi nih :(


Acara berikutnya adalah snorkeling. Untuk menyewa perlengkapannya, 50 rb lah perorang. Plus biaya sewa perahu 300 rb. Duh sayang banget itu, padahal dengan 300 ribu itu bisa seharian, padahal kami memakainya nggak sampai setengah hari. Soalnya mesti ngejar perahu pulang yang jam 1 siang untuk menuju Muara Karang. Lumayan puas juga selama snorkeling. Sayang walaupun indah, ikannya nggak terlalu banyak, dan pemandangannya tak seindah di Lombok, dimana waktu itu bisa melihat penyu berenang di dasar laut :(. Aku tak berlama-lama, karena baru 1 jam sudah kedinginan. Padahal air lautnya saat itu terhitung lumayan hangat. Daripada sakit, aku memilih untuk kembali ke perahu dan berjemur deh.

Sehabis snorkeling, kami langsung menuju tempat makan, semacam restoran di pinggir laut yang harganya ternyata lumayan mahal juga *jika dibandingkan dengan makan malam sebelumnya*. Namun demikian, yang penting kenyang dan perut terisi. Maklum sarapan di pagi itu hanya dengan pop mie, itu juga nggak seporsi penuh.

Setelah beres-beres, dan sholat, kami segera menuju dermaga untuk naik perahu ke Muara Karang. Lagi-lagi kami terlambat *karena sudah penuh* :(. Untungnya sih memang ada perahu berikutnya yang lansgung terisi penuh. Kali ini aku nggak bisa tidur selonjoran dengan bebas karena memang hueks.. boro-boro tidur, duduk aja udah nggak nyaman. Tapi tak apalah, pengalaman ke Pulau Pramuka kali ini walaupun untuk pertama kalinya, cukup berkesan, terutama makan malamnya yang menurutku nggak bakalan aku dapatkan di kota seperti Jakarta.

Tips dan pelajaran Moral:
- Untuk berangkat dan pulang, jangan sampai telat deh. Memang jadwal keberangkatan perahu dari Muara Karang jam 7 pagi, tapi itu juga kalo masih dapat tempat. Kurasa datang 1 jam sebelumnya adalah wajib, kalo mau dapet tempat PW. Naik perahunya kalo bisa jangan di bawah: kata orang yang udah pengalaman, bisa bikin mabok laut, dan efeknya bisa sangat parah jika dibandingkan dengan naik diatas.

Kalo udah ketinggalan perahu, mending pulang deh, kecuali kalo memang lagi rame dan at least ada minimal 50 orang yang akan berangkat, baru deh kemungkinan ada perahu tambahan.

- Nggak ada ATM di Pulau Pramuka, jadi lebih baik bawa duit cash yang lumayan banyak ajah.

- Di Pulau Pramuka, listrik dimatikan antara jam 7 pagi s/d 4 sore. Jadi jam sgitu mending nggak berada di penginapan.

- Kalo mau pesen ikan bakar sebaiknya sore hari. Jangan mepet-mepet maghrib deh. Ikan-ikannya dah abis deh kalo telat *secara pengalaman kemaren juga bgitu*, yang ada tinggal sisa doang.

- Menyewa sepeda di pulau adalah pilihan yang lumayan menarik. Daripada jalan kaki loh.

- Biaya sewa perahu rata-rata disana 300 rb untuk seharian. Jadi kalo bisa dimaksimalkan tuh. Harusnya sih berangkat ke sana pagi-pagi, jadi bisa bebas jalan-jalan di hari itu. Dan keesokan harinya udah tinggal pulang aja.