Sabtu, Januari 16, 2021

Waktu adalah Teman Terbaik dalam Investasi

Dalam tulisan kali ini penulis ingin sedikit berbagi pengalaman dalam perjalanannya berinvestasi di pasar saham. Setelah pertama kali terjun di dunia saham dan mencoba berbagai macam aliran ikut sana-sini, dari mulai cuan besar sampai loss yang lumayan dalam, akhirnya di 2 tahun terakhir ini penulis memutuskan setir untuk menjadi investor karena dirasa paling cocok dengan style dan psikologis penulis. Definisi investor disini adalah tujuan utama dari aktivitas investasi yang dilakukan adalah dari dividen, dan bukan dari capital gain atau kenaikan harga saham itu sendiri. Dengan demikian, harapannya akan ada recurring income setiap tahunnya dari dividen terlepas dari berapapun harga sahamnya pada saat itu.

Untuk mencari kode saham dari emiten-emiten yang memberikan dividen tidaklah sulit. Semua data-datanya bisa diakses secara publik. Memang perlu usaha ekstra untuk memperoleh informasi yang diinginkan. Kebetulan aku berlangganan Stockbit Pro yang kudapatkan secara cuma-cuma waktu itu karena membuka akun di sekuritas Sinarmas. Salah satu fitur Stockbit Pro yang kugunakan disini adalah fitur screening. Karena emiten yang melantai di bursa ratusan, tentunya akan sangat menguras tenaga jika membedahnya satu persatu. Dengan fitur screening, bisa dicari kode-kode saham yang memenuhi kriteria yang diinginkan.


Kriteria yang aku coba terapkan tidak terlalu banyak, antara lain: GCG dari emiten, besaran dividen (payout ratio & yield), konsistensi dalam membagikan dividen, Price to Book Value (PBV), Debt to Equity Ratio (DER), dan Cash per share. Aku berpikir bahwa investasi tidak harus terlalu rumit, sehingga filter kriterianya pun sebisa mungkin tidak terlalu banyak. Aku berpendapat bahwa semakin banyak usaha kita dalam mendalami suatu emiten tidak serta merta akan meningkatkan tingkat keuntungan. Paling tiap 3 bulan baca-baca sekilas Laporan Keuangan (LK) yang dikeluarkan perusahaan dan mencoba mencari insight yang mungkin terselip.


Ada beberapa alasan mengapa kriteriaku seperti yang telah aku sebutkan diatas:

  • Dividen adalah uang yang real, yang dihasilkan dari operasi perusahaan. Sehingga pada teorinya tidak bisa dimanipulasi seperti halnya LK.
  • Dengan rutin membagikan dividen, ini menunjukkan bahwa perusaahan memiliki GCG yang baik, dan manajemen yang bisa dipercaya. Jika terjadi sesuatu yang buruk dan harga turun jauh, kerugian kita bisa berkurang karena dividen yang dibagikan.
  • Harga saham untuk emiten yang sering membagikan dividen relatif lebih stabil dan tidak fluktuatif. Menurutku sih cenderung lebih aman dari gorengan bandar. Karena harga relatif stabil, pembeliannya bisa dicicil terus setiap saat dengan perbedaan harga yang tidak terlalu jauh, sehingga mengurangi beban psikologis. Biasanya jika harga sudah naik terlalu tinggi, jadi agak-agak ngeri untuk menambah porsi.
  • Jika saham dengan yield yang tinggi harganya terdiskon jauh misal karena market crash atau panic selling seperti yang terjadi di bulan Maret 2020 lalu, ini justru adalah kesempatan emas. Jika misalnya kita beli saham X diharga 2000 dengan dividen yield sebesar 8% atau Rp 160. Jika harga terkoreksi ke Rp 1000 (turun 50%), maka yield yang didapatkan adalah 16%. Coba bayangkan ketika kondisi pasar kembali normal, ekonomi kembali normal dan bahkan berkembang, tentunya yield yang bisa didapatkan menjadi semakin besar. One time action, tapi efeknya bisa terasa hingga tahun-tahun berikutnya.
  • Debt to Equity Ratio (DER) yang rendah menunjukkan perusahaan minim utang berbunga (ini utang ke Bank, bukan utang usaha). Dengan utang yang minim, beban keuangan (bunga) yang harus dibayarkan pun semakin rendah. Walaupun konon perusaahaan seharusnya bisa me-leverage dari utang, jujur saja aku agak-agak nggak sreg dengan perusahaan yang hutangnya besar.
  • Cash per share menunjukkan jumlah uang kas per lembar sahamnya. Semakin banyak cash menurutku semakin baik. Walaupun ada juga pendapat yang bertolak belakang. Cash yang banyak malah menunjukkan perusahaan tidak bisa memanage cash nya untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar untuk perusahaan. Ada benarnya juga pendapat tersebut, namun bagiku cash yang besar ini menambah margin of safety dari emiten yang kupilih. Paling nggak perusahaan yang akan kubeli sahamnya tidak ada resiko bangkrut dalam waktu dekat. Selain itu besarnya cash memberikan lebih banyak opsi dan kebebasan bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi tanpa harus melakukan RI atau malah nombok utang.


Singkat cerita dalam 2 tahun banting setir ini usahaku cukup berhasil. Di tahun 2020 lalu, dari semua emiten ku yang membagikan dividen, yield nya adalah sekitar 8% nett. Tidak terlalu mengecewakan karena masih diatas suku bunga BI yang angkanya di sekitar 5%. Dan untuk menghasilkan uang “real” sebanyak 8% tersebut tidak perlu pusing-pusing berpikir kapan akan menjual. Anggap saja bisnis kontrakan rumah. Ada cost di awal yang dikeluarkan, berikutnya setiap tahun kita menerima uang sewanya yang berupa dividen. Selama masih menghasilkan yield yang diharapkan, harusnya nggak perlu terlalu fokus pada berapa harga kontrakan kita pada saat ini. Mau naik ataupun turun yang penting setoran tetap ada.


Dividen yang dibagikan pun pada akhirnya bisa kumasukkan kembali ke saham yang sama. Sehingga ekspektasinya setiap tahun jumlah lot yang kumiliki pun akan bertambah walaupun tanpa harus melakukan penambahan dana. Inilah yang dinamakan compounding interest. Efeknya mungkin akan baru terasa minimal setelah 5 tahun. 2-3 tahun perjalananku mungkin baru setengahnya untuk mencapai waktu minimal hingga efek compounding nya terasa. Namun paling tidak aku sudah tahu kemana arah yang akan kutuju. Jika waktu 2-3 tahun ini saja terasa membosankan, mungkin style investasi seperti ini tidak cocok untuk Anda.


Sedikit mengutip quotes yang relevan:

Don’t try to rush things that need time to grow

Investing should be more like watching paint dry or watching grass grow. If you want excitement, take $800 and go to Las Vegas.” -Paul Samuelson


Dividen bagiku seperti buah yang dipanen. Untuk menanam pohon dari mulai bibit hingga menghasilkan buah tentunya memerlukan waktu.  Tidak ada yang instan. Dan kita tidak harus setiap saat memperhatikan pertumbuhan pohon yang kita tanam setiap menitnya. Let it grow. Namun ketika sudah berbuah, pohon tersebut akan terus menghasilkan buah yang bisa kita nikmati setiap musim panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar