Dalam usahaku untuk mencapai target resolusiku di tahun 2020, selama 1 bulan belakangan ini aku mencoba untuk mengurangi konsumsi daging merah dan makanan yang dimasak dengan cara digoreng. Kuakui, cukup sulit untuk benar-benar berhenti mengkonsumsi dua kategori makanan diatas, terutama jika makanannya sudah tersaji di meja makan. Jika sudah seperti ini, biasanya aku mengambil seperlunya saja. Yang saat ini benar-benar bisa kukontrol adalah makan siangku ketika aku berada di kantor.
Untuk mencukupi kebutuhan proteinku, sebagai pengganti daging merah, aku memilih ikan & ayam. Sementara untuk sayuran, aku cenderung lebih memilih sayuran hijau yang dimasak dengan kuah non santan. Sejauh ini beberapa menu favoritku untuk makan siang adalah:
- Sup ayam
- Cap cay kuah
- Sup ikan
- Gado-gado
- Soto ayam
Lima masakan diatas sudah menjadi menu sehari-hariku setidaknya dalam 4 minggu terakhir. Jadi setiap minggu makanan diatas pasti akan mendapat giliran. Alhamdulillah sejauh ini aku belum merasa bosan mengulang-ulang menu diatas. Karena memang belum menemukan menu lain yang cocok, khususnya menu sayuran.
Namun demikian, sepertinya tubuhku masih menyesuaikan dengan pola makanku yang baru ini. Beberapa gejala yang kurasakan diantaranya:
- Indera penciumanku sekarang lebih sensitif terhadap aroma masakan yang digoreng, seolah menggodaku untuk mencobanya. Dorongan untuk memakan gorengan kurasakan menjadi lebih besar dibanding sebelumnya.
- Nafsu makanku juga menjadi sedikit berkurang. Kurasa ini disebabkan karena mengkonsumsi sayuran ataupun ikan/ayam yang dimasak dengan cara direbus kurang menggugah selera dibandingkan dengan mengkonsumsi daging merah yang penuh dengan bumbu ataupun ikan/ayam yang dimasak dengan cara digoreng.
- Seringkali aku tidur dalam keadaan lapar. Ini masih berkaitan dengan poin nomor 2 diatas. Karena nafsu makan berkurang, otomatis porsi makanku jadi berkurang juga. Rasa-rasanya aku baru akan kenyang jika mengkonsumsi makanan yang berminyak.
Mungkin inilah yang disebut dengan sakau gorengan. Tubuhku menolak secara halus dan masih berada dalam masa penyesuaian. Semoga saja sih efek ini bisa hilang dalam beberapa minggu ke depan. Anehnya sih walaupun aku merasa lapar hampir setiap malam, ini tidak menggangu aktivitas bersepedaku. Padahal intensitas aktivitas olahragaku kurang lebih sama seperti minggu-minggu sebelumnya, yang artinya tidak ada perubahan jumlah kalori yang kubakar dari biasanya. Jadi ya semoga saja rasa lapar ini hanya reaksi tubuh karena sakau saja, bukan karena memang tubuhku kekurangan energi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar