Dalam tulisan kali ini aku ingin sekedar berbagi perubahan-perubahan apa saja yang terjadi dalam 10 bulan terakhir sejak Covid-19 mulai memberikan dampak serius dan mendapatkan banyak perhatian dari pemerintah.
🖥️ Pekerjaan: Work From Home
Kebijakan Work From Home atau WFH diimplementasikan oleh perusahaan tempatku bekerja dari mulai bulan Maret hingga sekarang, dan belum ada tanda-tanda karyawan akan diminta untuk masuk kantor lagi dalam waktu dekat ini. Beberapa perubahan yang kurasakan selama 7 bulan WFH ini adalah:
- Waktu kerja lebih fleksibel. Saking fleksibelnya batas antara jam kerja dan jam diluar kerja menjadi tidak jelas. Jika sebelumnya jam 5 pulang kantor, ini artinya jam kerja sudah selesai. Waktu di rumah dipakai untuk berkumpul bersama keluarga. Nah sekarang bisa jadi lewat jam 5 sore masih nguprek-nguprek dengan kerjaan. Kadang ada meeting pula hingga malam hari.
- Familiar dengan tools untuk meeting online. Aplikasi untuk meeting online seperti Zoom dan Microsoft Teams menjadi aplikasi wajib. Sebelumnya kedua aplikasi ini bisa dibilang sangat jarang kupakai. Sekarang aplikasi-aplikasi tersebut seolah menjadi makanan sehari-hari ku.
- Produktivitas bisa dikatakan meningkat. Dengan kebijakan WFH, setiap hari aku bisa mendapatkan 2 jam tambahan setiap harinya. Sebelumnya waktu 2 jam ini digunakan untuk perjalanan pulang pergi dari rumah ke kantor. Karena sekarang rumah telah menjadi tempat kerja, otomatis tidak perlu ada waktu untuk mobilisasi. Waktu tambahan ini menambah kapasitasku dalam mengerjakan pekerjaan.
- Bye-bye laptop kantor. Salah satu alasan tambahan mengapa produktivitasku meningkat adalah karena aku tidak lagi menggunakan laptop kantor untuk mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Pada dasarnya laptop dari kantor seharusnya sudah cukup powerful untuk menyelesaikan pekerjaan. Namun demikian karena laptop tersebut dipasangi software macam-macam yang tidak bisa aku kontrol, seringkali responnya lambat. Respon yang lambat ini jika diakumulasikan selama sebulan lumayan lho. Karena kebetulan di rumah aku menggunakan PC, bukan laptop, kemampuan komputasinya jauh lebih oke. Dan memang terasa bedanya. Seharusnya issue-issue seperti ini diperhatikan oleh perusahaan, sayang waktu terbuang hanya untuk gara-gara laptop yang kurang responsif.
Kombinasi WFH dan PSBB memberikan peluang lebih banyak untukku dalam menyalurkan hobi bersepedaku. Memang pada awal-awal diberlakukannya PSBB, aku lebih banyak di rumah dan jarang sekali keluar rumah bahkan untuk aktivitas olahraga sekalipun. Kalaupun keluar ya hanya di sekitaran komplek rumah saja. Secara umum berikut adalah perubahan yang terjadi:
- Terimakasih Zwift. Zwift adalah aplikasi untuk bersepeda secara virtual. Dengan aplikasi ini, aku bisa bersepeda dan membakar kalori kapan saja tanpa perlu keluar rumah. Aku sudah cukup lama berlangganan aplikasi ini, namun sebelum WHF diberlakukan frekuensi pemakaiannya tidak sering, dan kupakai hanya untuk bersepeda alakadarnya saja. Sekarang aplikasi ini aku manfaatakan dengan lebih serius, tidak hanya untuk bersepeda ala kadarnya saja, tetapi kugunakan untuk berlatih dan meningkatkan performaku. Jika kuperhatikan, angka Functional Treshold Power (FTP) ku meningkat 10-15% dan zona Heart Rate (HR) ku turun.
- Tiada hari tanpa gowes. Jika aku tidak salah ingat, sejak Februari hingga sekarang, tidak ada hari yang bolong tanpa aktivitas olahraga/bersepeda. Saat ini aku kombinasikan antara bersepeda indoor dan outdoor setiap harinya. Targetku sih jangan sampai ada hari yang bolong. Ada yang bertanya apakah aku nggak capek gowes setiap hari? Yah selama pace nya bisa diatur seperti yang sudah kujalani sekarang hasilnya cukup memuaskan. Di weekdays, aku bersepeda maksimal 1-1.5 jam setiap hari jika outdoor. Jika indoor hanya 1 jam saja. Sementara untuk endurance yang memerlukan waktu panjang aku lakukan di akhir pekan.
- 400km dalam seminggu. Sebelum pandemi target bersepedaku 150km dalam 1 minggu, dan jika kuperhatikan implementasinya memang tidak jauh-jauh dari angka tersebut. Sekarang, walaupun angka targetnya tidak kuubah, setiap minggu aku biasanya mencatatkan jarak minimal 400km.
- Hobi baru: berkebun. Walaupun halaman belakang rumahku tidak terlalu luas, aku masih bisa memanfaatkannya untuk menanam tanaman yang ukurannya tidak terlalu besar. Hobi yang satu ini tidak terlalu menyita waktu menurutku, namun menuntut frekuensi yang konsisten. Tanaman-tanaman tersebut perlu disirami, diberi pupuk, dan diperhatikan secara rutin. Pernah waktu itu tanaman jeruk ku tidak kulihat 1 minggu daunnya hampir habis oleh ulat dan belalang. Nah yang aku suka dari aktivitas ini adalah bisa kulakukan kapan saja, tidak harus di pagi hari. Jadi kalau lagi ruwet dengan pekerjaan dari kantor, ketika break, aku bisa keluar dan menanangkan pikiran dengan mengurusi tanaman-tanamanku.
- Hobi yang terlewat: membaca. Salah satu sisi negatif dari WFH adalah aku jadi lebih jarang membaca buku. Sebelum WFH kebiasaan ini sering kulakukan ketika dalam perjalanan pulang pergi ke kantor. Setiap harinya aku bisa mengalokasikan waktu 30 - 60 menit untuk membaca ebook. Namun sejak WFH kebiasaan ini lebih sulit untuk kulakukan, jam yang biasa kugunakan untuk membaca buku beralih kugunakan untuk berolahraga.
💳Pengeluaran & Pola Belanja
Secara umum, selama 7 bulan ini banyak pos-pos pengeluaran yang berkurang cukup signifikan. Karena tidak perlu kantor, pos-pos pengeluaran yang berkurang cukup signifikan adalah: biaya transportasi, makan siang, dan pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan kebutuhan kantor. Namun demikian, karena pos pengeluaran operasional ini memang sudah dialokasikan untuk “dihabiskan” setiap bulannya, jadi tetap saja mesti dibelanjakan. Pengeluaran operasional ini kini kualihkan untuk barang-barang konsumsi yang bisa mendukung hobi maupun produktivitas kerjaku selama WFH. Barang-barang yang kubeli pada umumnya tidak terlalu kuperlukan dan cenderung nice to have.
Karena selama pandemi ini aku dan keluargaku lebih sering berada di rumah dan jarang-jarang keluar, kami menjadi lebih sering untuk membeli makanan ataupun cemilan secara online. Terlebih lagi grup emak-emak komplek sekarang dipenuhi oleh berbagai macam lapak makanan dan cemilan yang bervariasi. Mau ngemil tinggal pesan, barang akan diantar di hari yang sama.
📚Belajar Online: Perlu kesabaran lebih
Sejak PSBB diberlakukan, otomatis aktivitas belajar anak-anakku dilakukan secara online. Beruntung di rumah ada 1 laptopku yang nganggur, ditambah dengan 1 tablet. Sudah cukup untuk mengakomodir kebutuhan belajar kedua anakku. Untuk koneksinya, alhamdulillah koneksi internet yang tersedia di komplek rumahku sudah cukup memadai untuk dipakai bersama. Kadang kepikiran juga ini gimana nasibnya orang-orang diluar sana yang ketika semuanya serba online bgini tidak memiliki koneksi internet unlimited atau bahkan tidak memiliki perangkat/HP untuk belajar.
Namun demikian belajar secara online ini memiliki sisi negatif juga. Cara belajar ini mengasumsikan kedua orang tua dapat mengawasi dan menemani anak ketika proses belajar berlangsung. Kebetulan aku dan istri sama-sama bekerja. Walaupun waktu kami cukup fleksibel, namun tidak selamanya bisa mengawasi proses belajar sepanjang hari. Pada akhirnya, yang kualami adalah seringnya interupsi ketika aku bekerja hanya untuk sekedar membantu proses belajar anak-anak. Belum lagi jika ada tugas, paling nggak sebelum dikumpulkan diperiksa terlebih dahulu. Permasalahannya adalah tugas ini dikumpulkan di hari yang sama dan di jam kerja juga. Memang sih anak-anak setelah jam belajar selesai, jadi bebas hingga malam hari. Namun demikian kekurangannya adalah orang tua jadi memiliki waktu yang terbatas untuk mengajari dan memeriksa tugas tersebut.
Menurutku proses belajar secara online ini perlu di-review kembali. Mungkin tidak bisa digeneralisir untuk semua sekolah ya, tapi untuk sekolah dimana anak-anakku belajar, ini jelas perlu dikaji ulang. Kurasa orang tua lain juga mengalami permasalahan yang sama. Perlu diskusi dua arah agar proses belajar yang sekarang terjadi dapat disempurnakan lagi.
📈Investasi: Jangan sampai kehabisan uang cash
Sejak efek pandemi Covid-19 mulai terasa di bulan Maret, rencana investasiku berubah total. Karena suku bunga BI terus turun, mengakibatkan instrumen-instrumen seperti sukuk turun juga yieldnya. Ditambah lagi Sukuk Tabungan yang kuharapkan ada di awal tahun ternyata tidak ada. Perubahan ini membuatku berpikir ulang untuk mendiversifikasi portofolio ke instrumen sukuk. Beruntungnya sejak bulan Maret banyak flash sale di pasar saham. Untuk sebagian orang mungkin penurunan ini dianggap sebagai petaka. Buatku ini adalah kesempatan untuk membeli barang di harga yang lebih murah, sekalian melakukan average down untuk emiten-emiten yang masih merah.
Salah satu kesalahanku adalah, dana yang seharusnya kuinvestasikan untuk sukuk langsung kubelikan salah satu emiten incaranku secara lumpsum, tidak kucicil. Walaupun emiten ini kinerjanya sangat baik ketika tulisan ini dibuat (memberikan yield dividen 17% dari harga yang kubeli pada saat itu), namun beberapa hari setelah aku melakukan pembelian secara lumpsum itu, harganya terus turun mengikuti kejatuhan IHSG karena diberlakukannya PSBB. Dalam kondisi seperti ini, uang cash ku habis sementara emiten-emiten incaranku memberikan diskon yang lebih baik. Emiten yang kusebut diatas, bahkan jika aku berhasil membelinya di harga bottom, akan memberikan yield dividen sebesar 25% lebih dan capital gain 66% dibanding harga ketika tulisan ini dibuat. Kejadian ini memberiku pelajaran yang berharga, selalu sedia cash untuk mengantisipasi kondisi-kondisi seperti ini. Kita tidak tahu apakah besok, minggu depan, bahkan tahun depan apakah akan ada flash sale lagi atau tidak.
Selain itu jumlah dana yang kuinvestasikan di pasar saham secara rutin per bulannya aku naikkan. Seperti yang kusebutkan diatas, selama WFH jumlah pengeluaranku menurun cukup signifikan. Sebagian dari alokasi tersebut kupindahkan untuk menambah portofolioku di pasar saham. Alhamdulillah setelah 7 bulan hasilnya cukup memuaskan, beberapa emiten yang kucicil dari awal tahun sudah bisa dipanen, dan terlebih lagi memberikan return yang baik dari dividennya.
🏕️Rencana Liburan: Mission Aborted
Rencana liburan bersama keluargaku di tahun 2020 tidak ada yang kurealisasikan. Aku dan istriku tidak mau mengambil resiko ditengah pandemi yang makin kesini sepertinya belum terlihat tanda-tanda penurunan jumlah kasus Covid-19 khususnya di Jabodetabek dan sekitarnya. Bahkan untuk sekedar berlibur jarak dekat semacam ke Bogor saja aku berpikir dua kali. Beberapa kali aku bersepeda di seputaran daerah Sentul, rasa-rasanya tempat wisata lokal disitu semakin ramai. Mungkin karena orang-orang sudah bosan di rumah dan tidak mau mengambil resiko dengan bepergian jauh-jauh, jadi tempat-tempat wisata lokal yang biasanya tidak terlalu ramai kini menjadi opsi alternatif. Mari kita lihat tahun depan, semoga saja setelah pandemi ini lewat semuanya bisa kembali normal.
☮️The Path of Inner Peace begins with four words: Not My Fucking Problem
Masa-masa pandemi ini membuatku sedikit lebih “cuek” dengan banyaknya berita-berita positif maupun negatif. Dari mulai berita terkait dengan pemerintah yang dinilai lambat dan meremehkan issue Covid-19 ini dari awal, hingga kelakukan sebagian masyarakat yang masih tetap saja bandel berkumpul dan melanggar protokol yang telah dianjurkan. Well.. membaca berita-berita tersebut malah membuat emosi negatif. Pada akhirnya aku memutuskan untuk tidak terlalu banyak membaca berita, dan cenderung bersikap mengabaikan. Tindakan yang mereka lakukan diluar kontrolku, dan sejauh tidak merugikanku, ya suka-suka mereka saja lah. Yang penting aku dan keluargaku mematuhi protokol kesehatan yang sudah disosialisasikan: mengurangi aktivitas berkumpul dan menggunakan masker ketika keluar rumah.
Begitu pun dengan berita-berita dari sosial media, tidak ada yang bener-benar aku perhatikan kecuali memang sesuai dengan minatku: dalam kasus ini relevan dengan aktivitas bersepedaku. Did I miss something? Maybe. Tapi walaupun ada yang terlewat pada akhirnya sih kurasa tidak akan terlalu banyak pengaruhnya. Di era saat ini, jumlah informasi menjadi saking banyaknya, sehingga bukannya bermanfaat, malah menjadi noise, perlu disaring mana yang diperlukan dan mana tidak, bahkan kalau memungkinkan kita tidak perlu tahu bahwa informasi tersebut ada. Sebagai seorang introvert, masa-masa pandemi ini tidak terlalu banyak mengubah kehidupanku. Hanya interaksi fisik dengan teman dan saudaraku saja yang menjadi terbatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar