Minggu, Januari 21, 2018

Mengenal berbagai macam sensor dalam bersepeda

Dalam bersepeda, biasanya ada beberapa perangkat yang digunakan untuk merekam aktivitas bersepeda itu sendiri. Perangkat tersebut memiliki fungsi secara spesifik dan dapat membantu si pesepeda untuk mengetahui berbagai macam informasi selama aktivitas bersepeda itu sendiri. Sensor-sensor ini tentu saja bersifat opsional. Namun jika Anda adalah pesepeda yang cukup antusias, dengan mengetahui lebih banyak informasi tentunya dapat membantu Anda untuk melakukan improvisasi.


Perangkat/sensor yang umum digunakan diantaranya adalah:

Heart rate (HR) sensor
Heart rate sensor digunakan untuk merekam detak jantung penggunanya selama aktivitas bersepeda. Setiap orang memiliki zona heart rate nya sendiri yang bisa dihitung melalui tautan berikut. HR sensor ini menurutku menjadi salah satu sensor yang wajib dimiliki pesepeda, khususnya jika aktivitas bersepedanya cukup intens. Manfaat yang diperoleh dengan mengetahui informasi detak jantung & zona HR diantaranya adalah:
  • Sebagai basis dalam melakukan latihan. Sebagai contohnya untuk latihan bersepeda dengan jarak yang jauh, maka detak jantungnya harus dijaga di zona 2 (endurance), jika melebihi zona tersebut tubuh akan lebih cepat merasa lelah sebelum target jaraknya tercapai. Contoh lain adalah untuk melatih kardiovaskular, maka detak jantung dijaga di zona 3 (aerobic).
  • Peringatan awal jika aktivitas bersepeda yang dilakukan sudah terlalu berat. Jika detak jantung sudah mencapai zona 4 dan 5, ini artinya adalah effort yang dikeluarkan sudah cukup berat dan perlu dibatasi. Memang ada beberapa jenis latihan yang memfokuskan pada zona tersebut, namun tentunya dengan durasi yang sudah ditentukan.
  • Mengetahui kondisi tubuh pada saat bersepeda. Jika dengan effort/usaha yang minimum detak jantung sudah cukup tinggi, ini kemungkinan menunjukkan tubuh sedang dalam kondisi kurang fit.
  • Memantau jika ada anomali detak jantung ketika beraktivitas. Kenaikan detak jantung yang tiba-tiba tanpa disertai dengan perubahan effort/usaha yang signifikan mungkin menunjukkan adanya anomali pada kinerja jantung, dan sebaiknya segera berhenti dan tidak melanjutkan aktivitas.

Speed sensor
Sesuai dengan namanya, sensor ini digunakan untuk mengukur kecepatan pada saat bersepeda. Sensor ini bekerja berdasarkan jumlah putaran roda/wheelset, sehingga untuk mendapatkan kecepatan yang akurat pastikan settingan ukuran bannya sudah sesuai. Dalam mengukur kecepatan sebenarnya bisa juga dilakukan menggunakan metode pendekatan berdasarkan lokasi dari GPS. Perangkat bike computer seperti Garmin dan Wahoo saat ini juga dapat memberikan informasi kecepatan dengan pendekatan lokasi GPS. Bahkan smartphone yang Anda gunakan pun memiliki kemampuan tersebut. Sehingga sensor ini menurutku terbilang opsional. Namun demikian, menurutku informasi dari sensor ini lebih akurat karena tidak tergantung pada data GPS. Selain itu, kelebihan lainnya adalah sensor ini bisa digunakan juga untuk indoor training.

Cadence sensor
Cadence sensor digunakan untuk menghitung putaran kaki. Keberadaan sensor ini menurutku cukup penting karena selain membantu pesepeda memonitor putaran kakinya selama aktivitas, juga membantu ketika berlatih untuk memaksimalkan potensinya. Berdasarkan teori, cadence optimal untuk bersepeda antara 80-100 rpm (putaran per menit). Namun demikian angka ini bisa berbeda di tiap orang.

Cadence tinggi memerlukan energi yang lebih rendah per putaran kakinya dan meningkatkan aliran darah dari kaki sehingga bagus untuk melatih sistem kardiovaskular. Berdasarkan pengalamanku cadence tinggi (diatas 100 rpm) cocok digunakan ketika pemanasan dan aktivitas yang memerlukan waktu panjang (endurance). Sementara cadence rendah (60-80rpm) memerlukan energi yang lebih tinggi per putaran kaki nya, sehingga cocok untuk melatih otot kaki. Namun demikian penggunaan cadence yang rendah dalam waktu yang cukup panjang akan membuat otot cepat lelah, sehingga tidak disarankan menggunakan cadence rendah untuk aktivitas yang sifatnya endurance.

Nah, agar lebih optimal, perlu berlatih di berbagai macam level cadence tadi dan menemukan sweet spot dimana kita merasa nyaman dengan putaran kaki kita. Cadence tinggi untuk melatih efisiensi ketika pedaling, dan cadence rendah untuk melatih kekuatan otot.

Power Meter
Power meter adalah salah satu perangkat yang digunakan untuk menghitung power/daya yang dikeluarkan oleh pesepeda. Besaran power yang dihitung dalam satuan watt. Harga sensor ini bisa dibilang jauh lebih mahal dibandingkan dengan 3 sensor sebelumnya. Oleh karena itu tidak banyak yang menggunakan sensor ini, bukan karena harganya yang mahal, namun karena mungkin dianggap kurang worth it kali yah. Lha wong sepedanya aja bisa puluhan juta harganya dan harga sensor ini jauh dibawah itu.

Para pesepeda aliran mainstream pada umumnya tidak memerlukan sensor ini. Karena kebanyakan dari mereka senang dengan aktivitas bersepedanya namun tidak memiliki keinginan yang kuat untuk meningkatkan performanya. Metrik yang biasanya digunakan untuk mengukur performa adalah kecepatan dan heart rate. Semakin cepat artinya semakin baik dan dianggap sudah improve. Begitu pula dengan heart rate, semakin rendah heart rate sementara kecepatan tetap sama, dianggap lebih baik.

Pada kenyataannya metrik tersebut sangat tergantung dengan faktor eksternal. Kecepatan tergantung dari kecepatan dan arah angin, apakah bersepeda sendiri atau di berada di peloton, jenis wheelset (aero atau non aero), posisi bersepeda, hingga geometri sepeda yang digunakan. Sementara heart rate ini adalah respon tubuh dari daya yang kita keluarkan, dan nilainya dipengaruhi oleh tingkat fitness, cuaca, dan tingkat hidrasi.

Faktor-faktor eksternal tersebut tentunya sangat sulit untuk diukur. Pengukuran yang paling validtentunya dari seberapa besar power yang dikeluarkan tanpa tergantung dari kondisi cuaca dan model sepeda yang digunakan. Ketika bersepeda di dalam peloton, kita akan merasakan kecepatan yang lebih tinggi lebih mudah dicapai ketika bersepeda sendirian. Hal ini memang wajar karena power yang dikeluarkan ketika bersepeda di dalam peloton lebih kecil dibandingkan ketika beraktivita sendirian. Ini yang seringkali hanya bisa dirasakan, namun tidak bisa diukur perbedaan angka absolutnya tanpa menggunakan power meter.

Untuk pesepeda yang ingin meningkatkan performanya, keberadaan sensor ini menjadi sangat penting khususnya untuk sesi latihan. Kebanyakan jenis latihan yang ada didasarkan pada Functional Treshold Power (FTP), yang dihitung dari rata-rata power maksimal yang dapat dipertahankan selama 1 jam. Jika FTP sudah bisa diukur, selanjutnya porsi dan intensitas latihannya disesuaikan dengan angka FTP tersebut. Selanjutnya setelah periode waktu tertentu FTP nya akan ditest ulang untuk memonitor kemajuan dari keseluruhan latihan.

Dengan sensor power meter, kita juga bisa mengetahui kurva power yang menunjukkan maksimum power yang bisa dipertahankan dalam waktu tertentu. Jika FTP adalah maksimum power yang dipertahankan dalam satu jam, maka kurva power ini menunjukkan grafik power dari periode waktu terpendek hingga periode waktu terpanjang. Dengan selalu memonitor rata-rata angka pada kurva power ini, batas power yang bisa dipertahankan bisa diukur. Ini sangat bermanfaat jika kita berniat untuk melibas tanjakan atau melakukan sprint dalam periode waktu yang pendek, tujuannya agar tidak over power yang menyebabkan kelelahan sebelum sesi sprint atau tanjakannya berhasil dilalui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar