sunset di Pangandaran |
Aku dan anak-anak berangkat jam 3 pagi di hari Sabtu. Perjalanan masih cukup panjang karena harus menjemput istriku dulu di Bandung dan kemudian mampir dulu di Ciamis untuk membeli abon untuk oleh-oleh sekaligus bertemu dengan teman lamaku. Tak lupa aku mengunjungi Bakso langgananku ketika SMA dulu.
Jika ditotal sih waktu yang diperlukan sekitar 12 jam, termasuk melipir sebentar si Bandung, dan beristirahat kurang lebih 2 jam di Ciamis. Seandainya nggak mampir-mampir dulu, tentunya bisa lebih cepat. Dan karena perjalanannya didominasi di pagi dan siang hari, jalanannya pun ramai.
Nyiur Indah Beach
Kami menginap di Hotel Nyiur Indah Beach, karena hotel ini memiliki rating paling tinggi di Traveloka, memiliki review yang bagus, dan lokasinya dekat dengan pantai barat. Walaupun rate nya kurasa sedikit lebih mahal dibandingkan dengan hotel-hotel lain di sekitarnya, namun kami tetap memilih hotel ini. Rasa-rasanya review dari pengunjung sebelumnya tentunya valid dan dapat dijadikan pertimbangan utama.
Nyiur Indah Beach, hotelnya tidak terlalu luas dan ramai, namun homy |
Kami sampai di hotel sekitar pukul 3 sore. Ternyata hotelnya tidak terlalu besar, jumlah kamarnya kutaksir tidak sampai 30 kamar dan memiliki 2 tingkat. Nyiur Indah Beach hotel memiliki nuansa Bali, dan suasananya lebih mirip ‘rumah’ jika dibandingkan dengan hotel. Sambil menunggu kamar disiapkan, kami disuguhi welcome drink berupa jus jeruk segar dan pisang goreng yang masih hangat. Nggak nanggung-nanggung, 2 pitcher dan 2 piring pisang goreng.
welcome drink, 2 pitcher jus jeruk kami habiskan sembari menunggu kamar disiapkan |
kamarnya bersih, nyaman, dan cukup luas |
pilihan cemilan yang disediakan di kala sarapan |
oleh-oleh keripik pisang sebelum kami pulang |
Sebelum pulang, kami diberi oleh-oleh keripik pisang. Mungkin nggak seberapa, tetapi cara ini menurutku cukup efektif dalam menarik minat pengunjung agar menginap kembali di hotel ini di kemudian hari. Jika nanti ada kesempatan untuk ke Pangandaran lagi, kurasa aku akan menginap kembali di hotel ini.
Di Pangandaran
ekspresi kebahagiaan anak-anak, it's priceless |
Malam harinya, kami mencari seafood di restoran yang di rekomendasikan oleh karyawan hotel. Ada beberapa restoran, dan kami memilih yang paling ramai. Banyak pilihan makanan laut yang tersedia, dari mulai ikan, kerang, udang lobster, hingga cumi-cumi. Untuk harga menurutku sih so-so lah. Dibilang murah juga nggak, tapi mahal juga nggak. Tapi menurutku harganya mengikuti kisaran harga di Jakarta, jadi untuk ukuran lokal disana mungkin bisa dibilang cukup mahal.
Sebelum beristirahat kami sempatkan untuk mencoba odong-odong yang banyak disewakan di sekitar hotel. Odong-odong ini dihias dengan lampu berwarna-warni sehingga terlihat mencolok di malam hari. Untuk menggerakkan odong-odong ini, kami harus mengayuh, seperti mengayuh sepeda. Namun bedanya posisi duduknya mungkin kurang nyaman untuk mengayuh, jadi bisa benar-benar melelahkan. Ada 2 tipe yang disewakan, yang model Hello Kitty dengan tarif 100rb/jam, dan model satunya lagi yang tidak terlalu meriah dengan tarif 50rb/jam.
salah satu odong-odong yang kami sewa |
Berenang dan bermain pasir
Setelah sarapan, kami berenang lagi di pantai. Beruntung sudah tidak hujan, walaupun langitnya tidak cerah. Rasanya puas sekali melihat anak-anak tertawa senang bermain dan bereksperimen dengan ombak. Ekspresi seperti ini memang hanya bisa kulihat ketika mereka bermain dengan air. Mau diulang berapa kalipun kurasa mereka tidak akan pernah bosan.
Setelah puas berenang dan bermain dengan pasir, kami naik perahu ke arah tengah laut. Di pinggir pantai, banyak yang menawarkan jasa ini, dengan tarif yang menurutku tidak terlalu mahal, Rp10.000/orang per destinasi. Ada beberapa spot yang ditawarkan, dan kami memutuskan untuk mencoba semuanya (kemarin sih ada 5 spot, dan jujur saja aku lupa nama-nama spotnya). Salah satu spot nya adalah pasir putih yang berada di lokasi Cagar Alam. Pemandunya menawarkan untuk mampir dan berenang disana, namun kami memutuskan untuk melanjutkan ke spot berikutnya karena kami merasa sudah cukup puas berenang.
bangkai kapal pencuri ikan, menjadi daya tarik tersendiri karena dari bibir pantai pun dapat dilihat dengan jelas |
Setelah tur dengan perahu ini selesai, kami pun segera kembali ke hotel dan bersiap-siap untuk pulang ke Jakarta.
Perjalanan Pulang
Untuk perjalanan pulang, aku memilih rute yang berbeda dengan rute berangkat. Alasanku sih sederhana, karena ingin mencoba jalanan yang lain yang menurutku lebih sepi sehingga tidak perlu melewati banyak truk/bus seperti ketika berangkat. Dan memang Google Maps memberikan rute alternatif sesuai dengan bayanganku: tidak melewati kota Ciamis, tetapi di Banjar memotong jalur ke arah Rancah & Rajadesa dan keluar di jalan raya utama menuju Cirebon, dan ujung-ujungnya masuk tol Cipali di Jatiwangi. Setelah itu bablas sampai Jakarta.
rute alternatif Google Maps, jalanannya sepi dan pemandangannya pun cukup OK untuk dinikmati |
rute alternatif yang lain, kali ini melewati reruntuhan desa yang sudah ditinggalkan, dan kami harus memutar balik |
Jadi rutenya itu diarahkan ke daerah Panjalu, setelah dari sana belok kanan ke arah utara dan melewati perbatasan Ciamis-Majalengka. Pada awalnya jalanannya sangat mulus, hingga akhirnya jalanannya berubah menjadi jelek hingga pada akhirnya mentok tidak bisa dilewati. Disini kami melewati desa yang tampaknya sudah lama tidak dihuni dan ditinggalkan oleh penduduknya. Gile dah, cocok banget ini buat lokasi film horor. Dan karena jalanan di depan kami tidak bisa dilewati lagi, aku berpikir ini dulunya pasti jalanannya bagus dan bisa jadi jalan pintas, karena Google Maps merekomendasikan jalanan ini. Namun karena sudah mentok terpaksa putar balik, sambil aku minta istriku untuk mencari info soal desa yang kami lewati tadi. Dan ternyata benar saja, di tahun 2013 ada beberapa desa di Majalengka yang tanahnya tidak stabil dan rawan longsor sehingga ditinggalkan oleh penduduknya. Beruntung hari masih sore, kebayang kan kalau malam-malam lewat sini dan nggak ada lampu sama-sekali.
Ternyata perjalanan kami cukup jauh untuk kembali ke jalan raya utama. Terlebih lagi jalanan yang kami lewati cukup sempit, dan ketika berpapasan dengan mobil dari arah berlawanan mesti pelan-pelan. Ini lebih mirip jalan kecamatan dibanding jalan kabupaten. Kondisi ini diperparah dengan bensin yang semakin menipis. Alhamdulillah ketika indikator bensin sudah tinggal 2 bar, kami ketemu jalan raya utama, dan langsung mencari pom bensin terdekat.
Pada akhirnya sih jalanan yang kami lewati jelas lebih lancar jika dibandingkan dengan rute berangkat. Tidak banyak bus dan truk yang kami lalui, namun karena sempat nyasar tadi, jadi hitung-hitungan waktunya menjadi tidak signifikan. Fiuh.. dua kali nyetir jauh, dan ketika pulang selalu ada cerita tersendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar