Kamis, Desember 07, 2017

Catatan Liburan ke Pangandaran

sunset di Pangandaran
Perjalanan Berangkat
Aku dan anak-anak berangkat jam 3 pagi di hari Sabtu. Perjalanan masih cukup panjang karena harus menjemput istriku dulu di Bandung dan kemudian mampir dulu di Ciamis untuk membeli abon untuk oleh-oleh sekaligus bertemu dengan teman lamaku. Tak lupa aku mengunjungi Bakso langgananku ketika SMA dulu.

Jika ditotal sih waktu yang diperlukan sekitar 12 jam, termasuk melipir sebentar si Bandung, dan beristirahat kurang lebih 2 jam di Ciamis. Seandainya nggak mampir-mampir dulu, tentunya bisa lebih cepat. Dan karena perjalanannya didominasi di pagi dan siang hari, jalanannya pun ramai.


Nyiur Indah Beach
Kami menginap di Hotel Nyiur Indah Beach, karena hotel ini memiliki rating paling tinggi di Traveloka, memiliki review yang bagus, dan lokasinya dekat dengan pantai barat. Walaupun rate nya kurasa sedikit lebih mahal dibandingkan dengan hotel-hotel lain di sekitarnya, namun kami tetap memilih hotel ini. Rasa-rasanya review dari pengunjung sebelumnya tentunya valid dan dapat dijadikan pertimbangan utama.


Nyiur Indah Beach, hotelnya tidak terlalu luas dan ramai, namun homy

Kami sampai di hotel sekitar pukul 3 sore. Ternyata hotelnya tidak terlalu besar, jumlah kamarnya kutaksir tidak sampai 30 kamar dan memiliki 2 tingkat. Nyiur Indah Beach hotel memiliki nuansa Bali, dan suasananya lebih mirip ‘rumah’ jika dibandingkan dengan hotel. Sambil menunggu kamar disiapkan, kami disuguhi welcome drink berupa jus jeruk segar dan pisang goreng yang masih hangat. Nggak nanggung-nanggung, 2 pitcher dan 2 piring pisang goreng.

welcome drink, 2 pitcher jus jeruk kami
habiskan sembari menunggu kamar disiapkan
Kamar hotelnya tidak terlalu besar, namun cukup untuk kami berempat. Yang paling penting sih bersih, nyaman dan tentunya fasilitas yang diberikan sesuai dengan brosur. Selain itu hotel ini memiliki kolam renang kecil di bagian depan. Menurutku ini hanya untuk tambahan saja, karena jarak pantai dari hotel sangat dekat, tidak sampai 100m.

kamarnya bersih, nyaman, dan cukup luas
pilihan cemilan yang disediakan di kala sarapan
Soal pelayanannya, aku sangat puas. Karyawan hotelnya sangat ramah dan sangat membantu ketika kami memerlukan informasi seputar tempat-tempat di sekitar hotel. Bahkan di malam hari, semua mobil pengunjung hotel ini akan dicuci. Dan ketika pagi hari, bahkan pemilik hotelnya akan melayani pengunjung dan mengambilkan menu makanan. Luar biasa, dan salut dengan pelayanannya.
oleh-oleh keripik pisang sebelum kami pulang

Sebelum pulang, kami diberi oleh-oleh keripik pisang. Mungkin nggak seberapa, tetapi cara ini menurutku cukup efektif dalam menarik minat pengunjung agar menginap kembali di hotel ini di kemudian hari. Jika nanti ada kesempatan untuk ke Pangandaran lagi, kurasa aku akan menginap kembali di hotel ini.

Di Pangandaran
ekspresi kebahagiaan anak-anak,
it's priceless
Begitu sampai di hotel, anak-anak dan istriku langsung bersiap-siap untuk berenang di pantai yang jaraknya tak sampai 100m dari hotel tempat kami menginap. Kebetulan lokasi hotelnya memang berada di ujung, dekat lokasi Cagar Alam, dimana pantainya memang diperuntukkan untuk berenang. Ombaknya tidak terlalu besar, dan pantainya tidak terlalu curam, sehingga aman untuk anak-anak.

Malam harinya, kami mencari seafood di restoran yang di rekomendasikan oleh karyawan hotel. Ada beberapa restoran, dan kami memilih yang paling ramai. Banyak pilihan makanan laut yang tersedia, dari mulai ikan, kerang, udang lobster, hingga cumi-cumi. Untuk harga menurutku sih so-so lah. Dibilang murah juga nggak, tapi mahal juga nggak. Tapi menurutku harganya mengikuti kisaran harga di Jakarta, jadi untuk ukuran lokal disana mungkin bisa dibilang cukup mahal.

Sebelum beristirahat kami sempatkan untuk mencoba odong-odong yang banyak disewakan di sekitar hotel. Odong-odong ini dihias dengan lampu berwarna-warni sehingga terlihat mencolok di malam hari. Untuk menggerakkan odong-odong ini, kami harus mengayuh, seperti mengayuh sepeda. Namun bedanya posisi duduknya mungkin kurang nyaman untuk mengayuh, jadi bisa benar-benar melelahkan. Ada 2 tipe yang disewakan, yang model Hello Kitty dengan tarif 100rb/jam, dan model satunya lagi yang tidak terlalu meriah dengan tarif 50rb/jam.
salah satu odong-odong yang kami sewa
Di hari kedua, aku sudah berencana untuk hunting foto sunrise di pantai timur. Sayangnya cuaca kurang bersahabat. Langit mendung dan gelap, membuat foto apapun tampak kurang oke. Bahkan tak lama kemudian hujan turun, walaupun hitungannya masih gerimis sih. Jadilah aku kembali lagi ke hotel dan menunggu anak-anak bangun.




Berenang dan bermain pasir

Setelah sarapan, kami berenang lagi di pantai. Beruntung sudah tidak hujan, walaupun langitnya tidak cerah. Rasanya puas sekali melihat anak-anak tertawa senang bermain dan bereksperimen dengan ombak. Ekspresi seperti ini memang hanya bisa kulihat ketika mereka bermain dengan air. Mau diulang berapa kalipun kurasa mereka tidak akan pernah bosan.

Setelah puas berenang dan bermain dengan pasir, kami naik perahu ke arah tengah laut. Di pinggir pantai, banyak yang menawarkan jasa ini, dengan tarif yang menurutku tidak terlalu mahal, Rp10.000/orang per destinasi. Ada beberapa spot yang ditawarkan, dan kami memutuskan untuk mencoba semuanya (kemarin sih ada 5 spot, dan jujur saja aku lupa nama-nama spotnya). Salah satu spot nya adalah pasir putih yang berada di lokasi Cagar Alam. Pemandunya menawarkan untuk mampir dan berenang disana, namun kami memutuskan untuk melanjutkan ke spot berikutnya karena kami merasa sudah cukup puas berenang.

bangkai kapal pencuri ikan, menjadi daya tarik tersendiri
karena dari bibir pantai pun dapat dilihat dengan jelas
Di dekat pantai pasir putih ini ada bangkai kapal yang sudah oleng. Menurut info dari pemandunya, kapal tersebut adalah kapal pencuri ikan yang tertangkap (aku lupa tertangkapnya dimana, yang jelas sih bukan di perairan dekat Pangandaran). Oleh menteri Susi, kapal tersebut diledakkan sehingga tidak bisa dioperasikan lagi dan dipindahkan ke lokasi tersebut untuk “dipajang”. Pada awalnya kapal tersebut berdiri tegak dan pengunjung bisa kesana, namun mungkin karena tidak stabil, menjadi oleng dan rubuh.

Setelah tur dengan perahu ini selesai, kami pun segera kembali ke hotel dan bersiap-siap untuk pulang ke Jakarta.

Perjalanan Pulang
Untuk perjalanan pulang, aku memilih rute yang berbeda dengan rute berangkat. Alasanku sih sederhana, karena ingin mencoba jalanan yang lain yang menurutku lebih sepi sehingga tidak perlu melewati banyak truk/bus seperti ketika berangkat. Dan memang Google Maps memberikan rute alternatif sesuai dengan bayanganku: tidak melewati kota Ciamis, tetapi di Banjar memotong jalur ke arah Rancah & Rajadesa dan keluar di jalan raya utama menuju Cirebon, dan ujung-ujungnya masuk tol Cipali di Jatiwangi. Setelah itu bablas sampai Jakarta.

rute alternatif Google Maps, jalanannya sepi
dan pemandangannya pun cukup OK untuk dinikmati 
Anehnya, Google Maps yang ada di handphone istriku memberikan rute yang berbeda dengan Google Maps yang ada di handphone ku. Ketika bertemu dengan jalan raya menuju Cirebon alih-alih belok kanan menuju utara, malah diarahkan menuju selatan (ke arah Ciamis). Aku tahu ada sesuatu yang salah, namun karena sudah kadung belok dan agak males karena melewati jembatan rusak, kalau putar balik akan mengantri lagi, jadilah aku mengikuti rute tersebut.

rute alternatif yang lain, kali ini melewati reruntuhan desa
yang sudah ditinggalkan, dan kami harus memutar balik

Jadi rutenya itu diarahkan ke daerah Panjalu, setelah dari sana belok kanan ke arah utara dan melewati perbatasan Ciamis-Majalengka. Pada awalnya jalanannya sangat mulus, hingga akhirnya jalanannya berubah menjadi jelek hingga pada akhirnya mentok tidak bisa dilewati. Disini kami melewati desa yang tampaknya sudah lama tidak dihuni dan ditinggalkan oleh penduduknya. Gile dah, cocok banget ini buat lokasi film horor. Dan karena jalanan di depan kami tidak bisa dilewati lagi, aku berpikir ini dulunya pasti jalanannya bagus dan bisa jadi jalan pintas, karena Google Maps merekomendasikan jalanan ini. Namun karena sudah mentok terpaksa putar balik, sambil aku minta istriku untuk mencari info soal desa yang kami lewati tadi. Dan ternyata benar saja, di tahun 2013 ada beberapa desa di Majalengka yang tanahnya tidak stabil dan rawan longsor sehingga ditinggalkan oleh penduduknya. Beruntung hari masih sore, kebayang kan kalau malam-malam lewat sini dan nggak ada lampu sama-sekali.

Ternyata perjalanan kami cukup jauh untuk kembali ke jalan raya utama. Terlebih lagi jalanan yang kami lewati cukup sempit, dan ketika berpapasan dengan mobil dari arah berlawanan mesti pelan-pelan. Ini lebih mirip jalan kecamatan dibanding jalan kabupaten. Kondisi ini diperparah dengan bensin yang semakin menipis. Alhamdulillah ketika indikator bensin sudah tinggal 2 bar, kami ketemu jalan raya utama, dan langsung mencari pom bensin terdekat.

Pada akhirnya sih jalanan yang kami lewati jelas lebih lancar jika dibandingkan dengan rute berangkat. Tidak banyak bus dan truk yang kami lalui, namun karena sempat nyasar tadi, jadi hitung-hitungan waktunya menjadi tidak signifikan. Fiuh.. dua kali nyetir jauh, dan ketika pulang selalu ada cerita tersendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar