Sabtu, Januari 07, 2012

Warna-warni 2011 - Bagian 2


Pada bagian ini, aku akan mencoba untuk mengupas beberapa catatan terkait dengan keluargaku. Tentunya aku tidak akan menuliskan hal-hal yang bersifat personal disini.

Tua di Jalan???
Inilah tahun pertama dimana aku tinggal setahun penuh di Bekasi. Jika dilihat di peta, jarak dari tempat tinggal ku sebelumnya, di daerah Tangerang Selatan lebih jauh daripada Bekasi. Tapi jarak tidak berelasi dengan waktu tempuh ke kantor. Waktu 1,5 jam adalah waktu paling cepat yang bisa ditempuh dari Bekasi ke kantor, tapi biasanya sih bisa lebih lama lagi. Yah, bisa aja sih lebih cepat, tapi tentunya berangkat lebih pagi dan menurutku berangkat sebelum jam 5:30 agak kurang masuk akal.

Ada beberapa alternatif kendaraan umum yang bisa digunakan. Naik bus, omprengan, atau naik kereta. Naik bus atau omprengan waktu tempuhnya bisa diluar perkiraan. Semakin siang, tol dalam kota macetnya bukan main. Dan dari pintu keluar Tol Cawang sendiri bisa 1 jam sendiri untuk sampai ke kantor. Naik omprengan lebih sedikit manusiawi karena sudah tentu kebagian duduk. Sementara naik bus dapat duduk saja sudah untung. Sementara itu kalau naik kereta, keuntungannya adalah waktu tempuh lebih cepat, walaupun nanti mesti naik angkutan umum sekali lagi. Permasalahannya adalah rute angkutan umum setelah naik kereta ini adalah rute macet. Yah, lebih baik waktu tempuh 1,5 jam tapi paling nggak bisa melihat banyak pemandangan sepanjang jalan daripada 1,5 jam tapi berhenti total. Pilihan yang sulit

Permasalahan berikutnya adalah ketika pulang. Jika masih dibawah jam 8, aku masih bisa naik omprengan. Diatas itu, mesti naik bus, dan busnya tentu saja belum tentu kebagian duduk dan kadang menunggunya pun lumayan lama. Waktu tempuh ketika pulang bisa dibilang lebih manusiawi lah dibanding waktu berangkat. Asal nggak parah-parah banget, bisa lah 1 jam sampai ke rumah.

Sebagai perbandingannya, ketika tinggal di Tangerang Selatan, waktu tempuh pulang pergi kurang lebih sama, sekitar 1 jam. Dan tidak perlu terjebak dalam macet pula, karena naik kereta dan rute kendaraan umum dari stasiun ke kantor bukan rute macet. Yang paling nyaman adalah waktu tempuhnya kurang lebih sama jika aku berangkan jam 6, jam 7, atau jam 8 sekalipun. Hehehe

Rumah Baru
Di awal tahun aku dan istriku memutuskan untuk membeli rumah di dekat tempat tinggalku dulu, di daerah Tangerang Selatan. Aku cukup beruntung untuk mendapatkan rumah dengan lokasi dekat stasiun dan pasar dan dengan harga yang terjangkau. Sebenarnya cluster rumahnya sudah terbeli semua. Hanya saja ada yang membatalkan. Dan kebetulan aku mendapat info tersebut. Beruntungnya, harga rumahnya sama dengan penawaran pertama 1 tahun yang lalu, dalam artian harganya belum naik. Dengan lokasi se-strategis itu, aku bisa mendapatkan rumah dengan harga yang lebih murah daripada  rumah dengan tipe yang sama yang lokasinya di sekitaran rumahku.

Walaupun sekitar pertengahan tahun 2011 rumah ini sudah jadi, namun baru akan kami tempati tahun ini. Maklum lah, udah jadi kan bukan berarti bisa langsung ditempati. Perlu waktu untuk mengisinya sedikit-sedikit. Belum lagi rencananya tahun ini kami akan menambah satu kamar lagi. Yah, semoga rencana ini bisa berjalan dengan lancar.

Sang Buah Hati
Pada bulan April, tepatnya tanggal 19 April, telah lahir putra pertama kami. Terasa lengkap sudah kebahagiaan yang kami rasakan. Pada awalnya aku dan istriku berencana untuk menjalani persalinan normal. Namun apa daya keinginan itu tak menjadi kenyataan. Di hari kelahirannya, ketuban pecah duluan. Karena masih menginginkan persalinan secara normal, dokter menyarankan untuk induksi. Konon katanya sakitnya bukan main. Yah, terbukti dari ganasnya cakaran-cakaran istriku setelah dilakukan induksi. Setelah beberapa jam tanpa ada hasil, terlebih lagi ketubannya sudah pecah sejak pagi, akhirnya kami memilih untuk persalinan secara caesar. Sore hari, pukul 15:30 putra pertama kami lahir.

Dengan bertambahnya anggota keluarga, selalu ada alasan untuk pulang cepat dari kantor. Hehehe.. Sayangnya dalam beberapa minggu pertama sejak hari kelahirannya aku tak bisa mengabadikan foto-fotonya karena kameraku tiba-tiba (dan entah kenapa) rusak. Sebenernya sih bisa aja ngambil pakai kamera HP, tapi berasa ga worth aja #lebay. Beban pengeluaran bulanan pun bertambah. Dan bertambahnya pun lumayan banyak. Pengeluaran untuk susu dan lain-lain kalau aku hitung-hitung kurang lebih sama dengan pengeluaran operasional bulanan untuk diriku sendiri. Apalagi ASI istriku tidak terlalu banyak, sehingga dari sejak lahir ya setengah-setengah dengan susu formula. Tapi walaupun demikian, kebahagiaan yang diberikan sebanding kok.

Investasi
Di sekitaran awal tahun 2011 aku memutuskan untuk mengkonversi sebagian tabunganku ke dalam dinar emas. Setelah sekian lama tidak yakin dengan dinar, akhirnya aku beranikan juga untuk mencoba. Secara performa, kenaikan harga emas per tahunnya ini jauh lebih baik daripada deposito. Dan kalau dipikir-pikir menyimpan uang di deposito itu malah rugi karena kisaran bagi hasil/bunganya berada di bawah inflasi. Sejak saat itu, ketika ada uang nganggur, aku konversikan ke dinar emas yang aku beli melalui geraidinar (www.geraidinar.com). Alasan lain adalah, aku memerlukan instrumen investasi (bukan invest sih, tapi lebih tepat kalau preserve kali yah) yang cukup likuid, mudah untuk dicairkan namun tetap perlu usaha untuk mencairkannya. Bayangkan aja kalo ngendon di deposito atau tabungan, bisa gampang banget kepake nya.

Pada saat pertama membeli dinar, harga per koin nya adalah sekitar 1,7 juta. Dan sekarang selang hampir setahun, harganya meningkat menjadi sekitar 2,1 juta. Agak-agak menyesal juga sih kenapa nggak dari dulu berinvestasi di dinar. Jika membeli melalui gerai dinar, kita akan diberikan 2 pilihan: membeli dinar fisiknya atau menyimpannya kedalam m-dinar. M-dinar ini semacam tabungan, yang nanti dananya akan diputar lagi oleh gerai dinar, sehingga tiap bulan pemilik akun m-dinar akan menerima bagi hasil. Walaupun bagi hasilnya ini tidak sebesar bunga bank konvensional atau bagi hasil dari bank syariah, namun nilai yang disimpan dalam satuan dinar. Jadi jika harganya naik ya nilai total investasi kita bertambah. Dengan memiliki dinar ini sebenarnya kita tidak akan bertambah kaya, karena nilainya ya segitu-segitu saja. Pemilik dinar akan memperoleh keuntungan dari capital gain karena memang tidak ada cash flow nya. Dinar hanya berfungsi sebagai instrumen yang menjaga nilai kekayaan yang dimiliki oleh pemegang dinar.

Pada pertengahan tahun, secara tak sengaja ditawari keripik Maicih yang dijual oleh salah satu resepsionis di kantorku. Karena rasanya enak dan istriku suka, akhrnya jadi sering membeli dan kecanduan deh. Akhirnya istriku mulai membawa produk tersebut ke kantornya, dan ternyata teman-teman kantornya banyak yang suka juga. Akhirnya istriku pun memutuskan untuk mencoba berjualan produk-produk Maicih di kantornya. Dan kini selain Maicih, merambah juga ke produk lain yaitu keripik Uyut. Walaupun keuntungan dari usaha ini kecil, namun paling nggak ada uang yang mengalir disini, tidak seperti dinar yang hanya tersimpan dan tidak termanfaatkan secara optimal. Dengan adanya cash flow, artinya dana yang kita miliki bisa termanfaatkan dengan baik dan tidak hanya diam saja.

Karena keterbatasan waktu dan hal-hal lain, perkembangan usaha jualan ini tidak terlalu pesat. No pain no gain lah. Walaupun masih untung, namun menurutku masih kurang optimal. Harapanku di tahun 2012 ini aku dan istriku bisa mengembangkan usaha ini dan kalau perlu merambah ke usaha-usaha lain. Btw, kalau mau produk-produk diatas, bisa menghubungi kami, nanti insyaAllah kami layani. Hehe, numpang ngiklan :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar