Senin, Januari 08, 2024

Catatan Liburan ke Situ Gunung

Di awal bulan Desember lalu aku dan keluargaku menginap di Situ Gunung, Sukabumi sebagai bagian dari pembayaran sajen untuk acara gowes Jabar Loop ku yang akan kueksekusi di minggu depannya. Rencana ini sempat tertunda 4 bulan dimana waktu itu tol seksi Cigombong-Cibadak baru dibuka di bulan Agustus. Harapannya dengan dibukanya tol hingga Cibadak, perjalanan menuju Situ Gunung yang biasanya sangat-sangat melelahkan bagi sopir baik ketika pergi maupun pulang bisa lebih menyenangkan.

Namun pada kenyataannya setelah pintu tol sudah dibuka sampai Cibadak, jalurnya tetap saja seperti neraka. Perjalanan ketika pergi maupun pulang tercatat memerlukan waktu 4-5jam ++ dimana ekspektasiku bisa dicapai dalam 3 jam. Dari Cibadak hingga pertigaan yang menuju Situ Gunung ini hanya berjarak 10-12 km an kalau aku nggak salah hitung. Namun demikian, jarak sependek ini harus ditempuh dalam waktu 1 jam lebih. Benar-benar pemborosan waktu. Well, Situ Gunung ini adalah salah satu tempat favoritku, dan ada kemungkinan kedepannya aku akan kesini lagi. Namun dengan kondisi seperti ini, aku mungkin akan menunggu hingga tolnya benar-benar sudah sampai Sukabumi terlebih dahulu sebelum berpikir untuk memutuskan apakah akan berlibur kembali kesini atau nggak.

Situ Gunung Glamping

Kami menginap di Situ Gunung Glamping, tempat yang sudah menjadi wishlist cukup lama, karena selain melihat dari foto lumayan oke, ada beberapa rekanku juga yang sudah menginap disini. Sebelumnya kami sudah pernah menginap di Situ Gunung, 2x menginap di Tanakita Star Camp dalam rangka acara camping anak, jadi sudah cukup familiar dengan tempat wisatanya. Nah pada saat terakhir ke Situ Gunung, tempat glampingnya belum ada, jadi terhitung baru.

Pada awalnya, kupikir Situ Gunung Glamping ini lokasinya tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Ternyata memang tidak terlalu jauh dari pintu masuk, namun ini hanya front office nya saja yang lokasinya berdekatan dengan suspension bridge utamanya. Setelah check in, kami meninggalkan barang-barang kami, dan berjalan kurang lebih 800m (info dari petugasnya sih sejauh ini) untuk menuju tempat glampingnya. Dari front office kami berjalan menyebrangi suspension bridge utamanya sepanjang 243m untuk menuju pos, dari sana kami dipandu oleh petugasnya menuju tempat menginap, berjalan kaki lagi dari pos sekitaran 300-400m.

Dengan harga yang ditawarkan, menurutku lumayan worth it. Tidak seperti bayanganku sebelumnya dimana lokasi penginapan ini akan berada cukup dekat dengan area lain, Situ Gunung Glamping lokasinya benar-benar ditengah hutan, cocok untuk keluarga yang mengharapkan liburan yang tenang. Kami menginap di Gede Tent yang berkapasitas 4 orang. Ruangannya menurutku sudah cukup luas untuk 4 orang.

Front office, jembatan utama, dan tenda glamping

Fasilitas kamarnya tergolong oke:

  • Peralatan mandi (standar)
  • Kopi & teh
  • Alat untuk merebus air
  • Air panas
  • WiFi (agak mengecewakan, kurang stabil mungkin karena banyak yang pakai)
  • Air panas yang tersedia 24 jam untuk membuat minuman (tersedia di area makan)
  • Free sarapan
  • Di depan tenda diberikan meja dan kursi kayu, sayangnya kurang terpakai karena bisa dibilang sepanjang kami disana cuacanya selalu hujan
  • Jagung bakar
  • Api unggun, yang sayangnya malam hari ketika kami menginap cuacanya hujan, jadi mager untuk keluar walaupun api unggunnya tetap dibuat

Kekurangannya mungkin pencahayaan di dalam tenda yang menurutku remang-remang. Cocok sih untuk liburan, namun kalau mau membaca buku jadi kurang nyaman.

Ekspedisi Lembah Purba

Salah satu tujuan kami ke Situ Gunung adalah untuk trekking. Ada beberapa jalur yang ditawarkan, mulai dari Jalur Hijau, Jalur Kuning, Jalur Merah, hingga yang terakhir Ekspedisi Lembah Purba. Bisa dikatakan Ekspedisi Lembah Purba ini memiliki rute yang paling panjang (sejauh kurang lebih 5km) dan paling mahal (per orang dikenakan Rp 300 ribu, namun karena kami menginap di Situ Glamping, mendapat potongan 50%). Dengan harga segini sudah termasuk paket makan siang dengan ayam goreng & ikan goreng.

Ekspedisi Lembah Purba, here we go

Rute Ekspedisi Lembah Purba ini bisa dikatakan eksklusif. Tidak seperti jalur lain yang rutenya beririsan dan hanya berbeda fasilitas saja. Rute trekking yang kami lewati hanya akan dilewati oleh pengunjung lain yang mengambil rute ini saja. Berdasarkan informasi dari guide kami, rute Ekspedisi Lembah Purba ini membuka jalur baru. Beberapa tahun yang lalu ketika aku trekking ke Curug Sawer, rute ini belum dibuka. Karena wilayah wisata ini masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, jadi pengelola tidak bisa seenaknya saja membuka jalur. Karena jalurnya eksklusif, jadi rutenya juga relatif sepi, dan sepanjang rute tidak ada fasilitas seperti warung, sehingga yang lewat rute ini harus menyewa pemandu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Kami trekking di rute ini di hari kedua, start jam 7:30 pagi. Karena kami menginap di Situ Gunung Glamping, titik mulainya adalah dari pos yang tidak jauh dari suspension bridge utama. Dari pos kami mulai menyusuri rute trekking dimana jalurnya lumayan lebar. Ada beberapa jembatan gantung yang kami lewati, dari mulai yang lebar, hingga yang sempit mungkin lebarnya hanya 20cm sehingga jalannya juga harus pelan-pelan. Di salah satu jembatan aku terpeleset, beruntung masih pegangan sehingga tidak sampai jatuh.

rute trekking menuju Curug Kembar

Tujuan akhir dari Ekspedisi Lembah Purba ini adalah Curug Kembar, air terjun kembar yang tingginya kurasa paling nggak 30-50m. Setelah puas berfoto ria di lokasi air terjun, untuk rute pulangnya kami memutar, tidak melewati rute yang sama ketika berangkat. Nah dari sini kami melewati jembatan gantung lagi yang sangat panjang, bisa dibilang lebih panjang daripada jembatan utama. Yang menantang adalah jembatan gantung ini tidak datar, tetapi dibuat menanjak. Jadi ibaratnya ini dari dasar lembah kembali lagi atas. Karena masih pagi, jembatannya cukup licin, ditambah lagi nanjaknya lumayan, kurasa dengan gradien minimal 30 derajat.

Setelah melewati jembatan ini, bisa dibilang rutenya relatif mudah, hanya berupa jalanan tanah, walaupun terkadang naik turun. Kurang lebih 1km sebelum pos tempat finish rute trekking yang kami lewati bertemu lagi dengan rute awal. Jadi ada rute yang beririsannya, selebihnya 1 arah.

finally sampe juga ke Curug Kembar

Kami finish di pos jam 10:30, 5km rute trekking ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam. Jujurly, dengan rute sepanjang ini aku sangat puas. Rutenya trekkingnya bagus, view di air terjunnya juga bagus, dan bisa dibilang foto-foto yang diambil juga lumayan banyak sehingga bisa menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Apalagi anak-anak juga tampaknya sangat menikmati.

curug sawer
Oh iya, tak lupa kuinfokan bahwa sepanjang jalur ini banyak ditemui pacet. Jadi ya jangan sembarangan menyentuh tanaman yang ada di sepanjang jalan. Nggak nyentuh aja mungkin bisa menempel. Kami berempat bisa dibilang kena pacet, lumayan perih lukanya, tetapi pemandu kami sudah cukup ahli melepas pacet yang terlanjur menempel. Kalau masih membandel tinggal diberi sanitizer otomatis langsung mati pacetnya.

Karena waktunya sudah mepet, kami tidak melanjutkan lagi rute ekspedisinya, sung ke tenda dan meminta paket makan siangnya diantarkan ke tenda sekalian beberes untuk check out. Sebenarnya rute ekspedisi ini akan melintasi Curug Sawer dan bisa gratis menaiki Keranjang Sultan, salah satu wahana dimana pengunjung naik keranjang dan melewati sungai dibawahnya dan lokasi keduanya sebenarnya tidak terlalu jauh dari tenda penginapan.


Akhirnya karena anak bungsuku penasaran, sebelum checkout dan pulang aku temani dia ke Curug Sawer, sementara anak pertama dan istriku menuju pos dan front office untuk check out duluan yang belakangan baru kutahu kalau mereka nyasar dan akhirnya mengambil rute yang berbeda walaupun akhirnya sampai ke front office namun tidak melewati jembatan utama.

rute bonus, jembatan merah
Sementara aku setelah berfoto-foto di Curug Sawer langsung skip Keranjang Sultan (ngantri banget) dan terus berjalan menyusuri rute. Baru tahu kalau ada rute lain menuju front office. Aku berdua melewati jembatan merah. Bisa dibilang ini jembatannya menyeberangi lembah yang sama dengan jembatan utama, hanya berbeda lokasi saja. Di ujung jembatan merah kami berjalan lagi dengan rute agak memutar hingga akhirnya sampai ke front office.

Penutup

Ekspektasiku selain Ekspedisi Lembah Purba, bisa menjajal flying fox sepanjang 700m yang melintasi danau. Namun tampaknya keinginanku untuk menjajal harus dipendam dalam-dalam, karena selain waktunya lumayan mepet, pada saat itu sudah mulai turun hujan. Memang kalau mau kesini kurasa harus diperhitungkan baik-baik waktunya, mengingat waktu tempuh dari Jakarta masih cukup lama: 4-5 jam. Jangan sampai pulang kesorean, bisa-bisa sampai rumah tengah malam.

Apakah kami akan kesini lagi? Absolutely. Mungkin next nya akan mencoba menginap di dekat danau sehingga bisa lebih leluasa untuk mencoba flying fox. Namun demikian ada term and conditionnya: tolnya sudah sampai Sukabumi dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar