Senin, April 15, 2019

Catatan Herbana Bromo KOM Challenge 2019: Perlu remedial

Tahun 2018 lalu, aku batal untuk mengikuti acara gowes Bromo 100K yang sudah diadakan secara rutin setiap tahunnya. Sebenarnya sudah mendaftar, tetapi karena tiba-tiba acaranya dibatalkan dan diganti jadi event KOM race dimana jaraknya berkurang menjadi 40km dan startnya dari Pasuruan, jadinya aku batalkan. Rasa-rasanya nanggung gowes jauh-jauh dari Jakarta hanya untuk gowes sejauh 40km disana, walaupun 40km itu sebenarnya adalah inti dari acaranya itu sendiri.

Nah berhubung di tahun 2019 ini format acaranya dikembalikan seperti semula dimana start gowesnya dari Surabaya, aku memutuskan untuk ikut lagi. Namun demikian beberapa minggu sebelum acaranya, sempat muncul keraguan karena aku sebenarnya mengincar jarak PP, sehingga total jarak yang ditempuh menjadi 200km. Sementara beberapa temanku rencananya hanya one way saja. Beruntung pada akhirnya beberapa temanku mau gowes PP, jadi ada barengan untuk gowes pulangnya. 


Yang menarik dari acara tahun 2019 ini adalah untuk segmen KOM nya dibagi menjadi 16 kategori. Dan masing-masing kategori memiliki warna jersey yang berbeda. Sayangnya aku baru tahu informasi ini belakangan, kalau tahu ada perbedaan seperti ini tentunya aku akan memilih untuk mendaftar di segmen yang kompetitif. Lumayan hitung-hitung punya jersey yang berbeda dari kebanyakan peserta.

Namun demikian di tahun 2019 ini, walaupun jaraknya sama dengan event tahun 2017, format KOM nya mengikuti event tahun 2018, dimana segment KOM nya dimulai dari awal tanjakan, bukan di KUD Puspo. Sehingga jarak segmen KOM nya sekitar 25 km, vs 16 an km kalau dimulai dari Puspo. 
Terlebih lagi, pitstop nya hanya ada satu saja yaitu di Pasuruan. Jadi setelah start Pitstop 1 ekspektasinya semua peserta langsung menuju titik finish di Wonokitri dengan jarak 40km, dimana 25km terakhirnya adalah segmen KOM. Inilah tantangan terberat dari event ini. Targetku ketika mengikuti acara seperti ini adalah tidak berhenti sama sekali di luar pitstop yang sudah disediakan. Walaupun disediakan 2 feeding zone yaitu di Puspo & Baledono, namun sejatinya ini tidak masuk hitungan.

rute BROMO KOM Challenge 2019

Titik Start - Pitstop 1
Acara Herbana Bromo KOM Challenge 2019 dimulai pada pukul 6:15 pagi, sedikit terlambat dari jadwal, dengan lokasi titik start dari Lapangan Makodam V Brawijaya. Dari sini semua peserta yang menggunakan road bike start bersepeda bersama-sama dalam peloton besar menuju titik Pitstop 1 di GOR Untung Suropati di kota Pasuruan. Jarak yang ditempuh kurang lebih sejauh 60km, dengan waktu tempuh kurang lebih 2jam 30 menit. Inilah yang aku suka dari event Bromo ini. Jalanan dari Surabaya menuju Pasuruan bisa dibilang lebar dan hampir semua ruas ada separator di tengah jalan sehingga lebih memudahkan panitia untuk mengamankan dan men-sterilkan rute yang dilewati. Titik Pitstop 1 menjadi tempat peristirahatan untuk peserta road bike dan titik start untuk peserta yang menggunakan Brompton/sepeda lipat.

Pitstop 1 - Finish
Peserta yang terdaftar di kategori kompetitif diberangkatkan terlebih dahulu sekitar pukul 9:00. Setelah semua peserta kategori kompetitif diberangkatkan, baru peserta dengan kategori non kompetitif diberangkatkan. Jarak dari titik Pitstop 1 sampai titik segmen KOM kurang lebih 15km, dengan rute cenderung flat.

Tidak seperti event 2 tahun yang lalu dimana cuacanya cukup bersahabat, sejuk dan cenderung berkabut, pada event kali ini panas terik sudah menerjang dari awal segmen KOM. Alhasil dari mulai nanjak, heart rate ku langsung manteng di area 170 bpm an, padahal rasa-rasanya aku gowes juga nggak maksa-maksa banget. Faktor cuaca kuakui sangat berpengaruh buatku, panas dikit pasti HR langsung naik walaupun itungannya gowes ringan. Terlebih lagi kondisi ini membuat tubuh lebih cepat mengalami dehidrasi dan kram. Target awalku untuk bisa gowes nanjak tanpa berhenti sepanjang 40km dengan elevasi > 1800 an terasa menjadi terlalu muluk-muluk disini.

Sekitar 7 km menjelang finish tenagaku sudah banyak terkuras. Karena aku menggunakan power meter, jadi bisa terlihat perbedaannya, sudah drop 30% dibandingkan kondisi ketika awal menanjak. Disinilah pentingnya power meter untuk memonitor performansi, tak cukup dari HR saja, karena HR ku dari awal menanjak sampai titik ini tidak banyak mengalami perubahan. Aku mencoba mengurangi power yang aku keluarkan agar bisa bertahan hingga titik finish. Namun apa daya kombinasi crank compact + sprocket 11-28T ku sudah mentok. Di kombinasi yang paling enteng pun cadence yang bisa aku pertahankan di sekitaran 40 rpm. Mungkin memang sudah saatnya menggunakan sprocket 11-34T untuk gowes dengan rute seperti ini.

Di Feeding Zone II Jembatan Baledono, aku berniat berhenti sebentar untuk mengisi air karena bidonku sudah kosong. Ketika mau melepas cleat di kaki kiriku, kakiku langsung kram dan merembet hingga ke paha dan merembet ke kaki kananku. Akhirnya aku putuskan untuk berhenti agak lama untuk meredakan kram sambil mengguyur pahaku dengan air dingin yang sudah disediakan panitia. Aku berhenti tak sampai 5 menit, dan setelah itu kulanjutkan perjalanan dengan lebih berhati-hati dalam mengatur ritme kayuhan agar tidak memicu kumatnya kram di kedua kakiku.

Akhirnya aku bisa finish juga sekitar jam 12:10 siang, sedikit kaget juga aku bisa menyelesaikan tantangan ini mengingat kondisi kakiku sudah nyut-nyutan karena kram. Ketika turun dari sepeda, rasanya badanku remuk, bahkan untuk berjalan saja rasanya sulit. Tampaknya euforia untuk menyelesaikan semua tanjakan ini telah mengalahkan kelelahan dan rasa tidak nyaman yang kualami dari titik 7km sebelum finish.

Pulang
Aku turun dari Bromo sekitar jam 15:10, terlambat dari jadwal yang sudah kurencanakan. Selain karena hujan yang tentunya akan beresiko tinggi jika kupaksa turun, salah satu teman barenganku ternyata tidak dapat melanjutkan sampai titik finish, jadi tunggu-tungguan deh. Rencana awalnya aku dan teman-temanku tidak loading lagi, tapi gowes lagi sampai ke Surabaya, demi mengejar target gowes PP 200km.

Aku sampai penginapan sekitar jam 9 malam. Cukup lama perjalanan yang kami tempuh. Selain gowesnya juga santai, kami berhenti beberapa kali utnuk sholat, makan malam, dan terjebak hujan deras. Di perjalanan pulangku kali ini, kejadian 2 tahun lalu terulang, ban depan sepedaku bocor. Kondisi hujan yang cukup deras sepertinya membuat ban luar sepeda menjadi lebih lembek dan lebih rentan pada batu-batu tajam. Setelah aku cek ada serpihan batu yang menancap yang menembus sampai ke ban dalam. Padahal batunya kecil, kalau jalanannya kering aku yakin sih nggak bakalan sampai bocor.

Penutup
Aku cukup kecewa dengan catatan waktuku di Bromo kemarin. Walaupun tidak bisa aku bandingkan secara langsung antara event di tahun 2017 dan 2019, namun segmen KOM tahun 2017 dari Puspo sampai Wonokitri bisa kujadikan patokan. Karena di segmen tersebut baik event 2017 maupun tahun ini seharusnya memang tidak ada titik peristirahatan lagi. Catatan waktuku di tahun ini jauh lebih lambat, terpaut 15 menit. Justifikasiku adalah di tahun ini adalah karena aku sudah gowes sejauh 25km sebelum Puspo, dan bukan rute flat pula. Namun demikian, aku tak menyangka bedanya sampai 15 menit.

Bagaimanapun juga, kuakui acara Bromo ini tanjakannya bikin nagih. Tahun depan rasa-rasanya aku bakalan ikut lagi jika teman-temanku ikutan juga. Setidaknya aku sudah menjajal segmen KOM di tahun ini untuk bisa diukur lagi tahun depan dengan harapan catatan waktuku menjadi lebih baik.

Kombinasi crank 34-50T dan sprocket 11-28T yang kugunakan saat ini menurutku kurang memadai untuk bertahan di keganasan tanjakan Bromo. Cadence 40-50rpm menurutku sangat menguras tenaga dan cepat memicu kram. Jika sepedaku belum ganti tahun depan, aku berencana untuk menggunakan crank MTB ku saja, dengan kombinasi 30-42T. Memang belum pernah aku coba sih dalam kondisi gowes beneran. Namun demikian pernah kucoba pasang dan gowes di sekitaran rumah ternyata oke dan bisa dipakai, walaupun rantai nya jadi longgar. 

Well done, sampai ketemu lagi di event Bromo KOM Challenge tahun 2020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar