Rabu, April 22, 2009

Catatan Perjalanan ke Lombok

Sore itu sekitar pukul 16:30, ketika aku baru kembali dari lantai 11:

Teman: Ko mau ke Lombok nggak?
Aku: (sedikit terkejut, dalam hati sih mau-mau aja) Kapan?
Teman: Besok
Aku: (terkejut) Ha? Yang bener nih? Kok mendadak banget. Dalam rangka apa?
Teman: Ini nemenin pemenang kuis bla bla bla. Harusnya si X yang dateng. Tapi dia nggak bisa.
Aku: Hmm.. Gimana yah? Udah ditawarin ke yang lain?
Teman: Udah, ke si A, si B, C, dll tapi pada nggak bisa semua.
Aku: Aku sih mau-mau aja. Tapi liat ntar deh ya, mau minta ijin dulu nih, nggak enak. Kalo udah kayak bgini, pasti mesti cuti.
Teman: Oke deh.

Yeah, itu adalah percakapan yang mengawali perjalanan ke Lombok kemarin. Bagai mendapat durian runtuh. Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba ditawarin pergi. Urusan jalan-jalannya sih nggak terlalu perlu. Yang penting adalah hunting dan foto-foto. Dan yang lebih penting lagi adalah, acara ini mendukung tema tahun 2009 ini: Jalan-jalan.

Hari pertama
Berangkat dari rumah sekitar setengah 8 pagi, menuju Bintaro Trade Center untuk selanjutnya naik X-Trans langsung menuju Bandara. Praktis deh. Nggak perlu jauh-jauh. Apalagi temanya kali ini adalah penghematan. Nggak usah terlalu boros di ongkos lah. Sampai di bandara sekitar jam 9an dan langsung ketemu orang-orang yang akan berangkat.

Pesawat yang akan aku tumpangi adalah Garuda yang berangkat langsung menuju Mataram pada pukul 10:50. Rencananya sih di pesawat mau tidur aja. Malam sebelumnya aku melakukan tindakan bodoh: nyari game classic di internet sampe ketemu dan tentu saja langsung memainkannya. Alhasil aku baru tidur jam setengah 2 pagi, mana malem sebelumnya udah punya utang tidur lagi. Klop deh.

Ternyata rencana sangat-sangat tak berjalan dengan mulus. Berhubung aku menggantikan orang lain, dan beberapa orang yang pergi juga menggantikan yang lain juga, akibatnya nama yang tertera di tiket tak sama dengan nama orang-orang yang berangkat. Setalah diurusin sana sini dan memakan waktu yang cukup lama, hingga melewati jadwal keberangkatan semula, akhirnya nggak bisa ngejar jadwal yang jam 10:50. Masalahnya sih beres. Tiket PP udah langsung diurus, tapi berangkatnya menggunakan flight berikutnya: jam 18:40.

Parah deh. Mesti nunggu 6 jam lebih di bandara. Tahu bgini kan nggak usah pake cuti segala. Rugi cuti buat dipake seharian di bandara. Sisi positifnya sih lumayan lah nambah-nambah pengalaman + melatih kesabaran. Karena bakalan bosan: terpaksa membuka New Moon dan mulai membacanya. Kalo dari awal aku baca buku itu terus-terusan bisa tamat tuh. Sayangnya udah bercampur aduk dengan rasa kantuk yang amat sangat karena punya utang tidur. Alhasil cuma bisa membaca sekitar 200 halaman.


Lobby Hotel Sanggigi Beach
Di pesawat bener-bener tidur deh. Tepar. Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam. Sangat cukup untuk membayar utang tidur. Sesampainya disana sekitar pukul 10 yang dilanjutkan dengan acara makan malam yang lokasinya ternyata cuma 100 m dari bandara. Lumayan untuk mengganjal perut. Padahal sih udah pengen banget buat tidur. Selesai makan malam, langsung menuju hotel Senggigi Beach yang berjarak sekitar 10 km. Hotelnya bagus, puas lah pokoknya. Yang jelas setelah itu aku langsung tidur :P karena jam sudah menunjukkan pukul 23:00 WITA

Hari Kedua
Hari kedua dimulai dengan bangun agak siang, dan tampaknya diikuti oleh seluruh rombongan. Maklum, menunggu seharian di bandara bikin teler juga. Setelah sarapan pagi, rencananya hari itu akan menuju Gili Trawangan.


Pantai Senggigi
Gili artinya pulau kecil. Jaraknya mungkin sekitar 30 s/d 40 km dari Senggigi. Berangkat sekitar jam 10 dari hotel. Di tengah perjalanan kami berhenti di daerah yang pantainya bernama Malimbu. Disitu ada bukit yang lumayan tinggi dan bisa memandang pantai dengan leluasa. Bahkan Gunung Agung yang berada di Pulau Bali pun kelihatan dari sana. Apalagi Gili Trawangan. Sangat jelas terlihat walaupun lumayan jauh. Kami beristirahat sejenak sambil menikmati kelapa muda. Hmm.. Sluuurp..

Untuk mencapai Gili Trawangan, mesti naik perahu lagi. Jaraknya dari pulau utama nggak bisa aku perkirakan. Tapi bisa ditempuh sekitar 45 menit menggunakan perahu motor. Walaupun pulaunya terlihat dengan jelas, ternyata lumayan jauh juga. Sesampainya disana, langsung makan siang dulu. Supaya bisa bebas setelahnya. Pantai di Gili Trawangan mantap abis deh. Di sepanjang garis pantainya, airnya begitu jernih. Indah sekali. Terakhir waktu ke Bali rasa-rasanya nggak sebagus disini. Gili Trawangan pada tengah hari dipenuhi dengan turis-turis asing yang sedang berjemur. Dan ada pula yang berenang di sepanjang pantainya. Bahkan beberapa ada yang bertelanjang dada. Benar-benar menggoda iman nih.


Gili Trawangan


Karena waktu yang terbatas, kami memutuskan untuk mengambil paket snorkeling, mengelilingi 2 Gili lainnya yang berada di dekat Gili Trawangan yang memakan waktu sekitar 3 jam. Sebenarnya sih melihat keindahan pulaunya, pengennya berkeliling pulau sambil hunting foto. Walaupun tengah hari, tapi cuacanya sedang cerah. Tapi, ya sudahlah. Nggak enak, masa iya mesti memisahkan diri dari kelompok.

Ternyata nggak rugi ikutan paket snorkeling menggunakan perahu yang dibawahnya dipasangi kaca sehingga bisa melihat dengan jelas dasar laut di sekitar Gili. Tak terlalu dalam, sekitar 4 s/d 10 m. Sepanjang perjalanan, kami bisa melihat kehidupan biota laut dengan jelas. Indah sekali dinding lautnya. Banyak ikan berwarna-warni menghiasi karang-karang di dasar laut. Bahkan kami bisa melihat penyu. Mantabh bener deh. Di tengah laut, kami nyemplung untuk snorkeling. Subhanallah, benar-benar indah. Nggak rugi deh ikutan. Apalagi di sana bisa langsung memberi makan ikan dengan remah-remah roti. Ikan-ikan kecil yang berwarna-warni pun mendekat dan berkumpul. Indahnya..

Selesai dari acara snorkeling, langsung mandi dan bersih-bersih. Udah nggak sempet ngapa-ngapain lagi nih. Maklum, waktunya sudah habis. Jadi langsung beres-beres dan segera menyeberang lagi ke pulau utama sebelum ombaknya terlalu besar.

Pulangnya, rute yang dilalui tidak menyusuri pantai lagi sepertu rute ketika berangkat. Namum memotong ke tengah, melewati gunung. Guide nya sih pengen membawa rombongan melihat kera-kera yang berkumpul di sepanjang perjalanan. Namun apa daya, aku sudah lelah, dan lebih menikmati perjalanan dengan tidur nyenyak. Bodo amat lah. Udah ngantuk.

Aku terbangun ketika rombongan sampai di tempat penjualan oleh-oleh. Ada beberapa makanan yang dijual disana. Diantaranya susu kuda liar, madu sumbawa, ceker ayam, agar-agar dan dodol rumput laut, dendeng rusa *kayaknya enak, dan katanya sih begitu. Tapi nggak tega membayangkan bambi-bambi yang jinak seperti di kebum raya bogor itu dibikin dendeng, sigh*. Aku membeli beberapa untuk di rumah dan di kantor. Selain itu di tempat tersebut dipajang juga perhiasan-perhiasan yang menggunakan mutiara. Ternyata mahal banget tuh mutiara air laut. Karena cuma bisa dipanen 2 tahun sekali. Berbeda dengan mutiara air tawar yang harganya jauh dibawahnya. Bisa dipanen lebih cepat dan lebih mudah dibudidayakan dibanding dengan mutiara air laut. Walaupun terlihat serupa, namun kualitasnya berbeda *aku sih nggak bisa ngebedain*. Konon, katanya mutiara air laut yang asli, dibakar selama 3 jam tak akan mengubah wujud dan bentuknya. Aku membeli beberapa gelang disana yang tentunya mutiara air tawar. Mutiara air laut sih nggak masuk budgetnya :P

Yang sangat disayangkan adalah saat sunsetnya. Pengennya melihat sunset di Senggigi yang bisa dilihat di komplek hotel tempat menginal. Dari situ bisa melihat sunset dengan background Gunung Agung. Aaargh.. sayang sekali memang waktunya tak memungkinkan. Yang ada sampai di Senggigi jam 8 malam yang diteruskan dengan makan malam. Walaupun makan malamnya cukup sederhana, namun terasa begitu lezat. Aku suka cah kangkungnya. Rasanya lebih gurih dan renyah dibandingkan dengan kangkung yang kumakan di Jakarta.

Sesampai di hotel, aku mandi dan berjalan-jalan di area kompleks hotel yang cukup luas. Aku berjalan ke arah pantai dan duduk di pasir. Indah sekali melihat langit yang begitu cerah. Banyak bintang-bintang bertebaran yang bisa kulihat dengan jelas. Jadi inget ketika malam menunggu penyu bertelur di Ujung Genteng nih. Sehabis dari sana, aku kembali ke kamar dan tidur. Lumayan, untuk nge-DP tidur buat keesokan harinya.

Hari Ketiga
Hari ketiga cukup mengecewakan. Berangkat agak-agak siang karena biasa lah, sudah kebiasaan dari sananya untuk terlambat dan tak tepat jadwal. Tujuan di hari ketiga ini adalah Pantai Kuta Lombok yang berada di bagian selatan pulau. Perjalanan ditempuh dalam waktu kurang lebih 1,5 jam. Jalanannya lumayan bagus, walaupun nggak terlalu mulus. Masih dibilang nyaman jika dibandingkan dengan perjalanan ke Ujung Genteng.

Sesampainya disana, waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Terik dan panas, mana daerahnya juga gersang. Pantai Kuta merupakan tempat yang cocok untuk surfing. Sayang sekali daerahnya menurutku sangat sepi, tak seramai Senggigi ataupun Gili Trawangan. Mungkin karena kurang dipromosikan aja.


Batu karang di Pantai Kuta
Pantainya pun menurutku bagus. Pasirnya sangat halus. Lebih halus daripada pasir yang ada di pantai Senggigi ataupun Gili Trawangan. Mau berenang juga bisa. Tapi masih jauh lebih enak di Senggigi, apalagi di Gili Trawangan. Entah apa karena datang kesananya pas tengah hari, jadi pas jelek-jeleknya. Di pantai ini konon pemandangannya sangat indah ketika matahari terbit. Waktu yang sangat sulit dicapai jika tak menginap di daerah tersebut.

Ketika pulang, tadinya sih mau singgah dulu di perkampungan Sasak, yang konon katanya adalah suku asli di Lombok. Namun berhubung waktunya sudah mepet *di Pantai Kuta yang dibela-belain 1,5 jam perjalanan aja cuma berhenti sekitar 15 menit*, jadi cuma lewat saja. Perkampungannya memang berada di pinggir jalan. Jadi dengan melihat saja sudah cukup. Rumah-rumahnya sangat unik. Semua beratapkan daun-daun ilalang kering, dan model rumahnya seperti rumah panggung.

Dari guide yang bercerita. Asal mula penduduk Lombok berasal dari Jawa. Karena itu disana banyak nama-nama Jawa, termasuk nama-nama daerahnya. Mendengar penjelasan ini, aku jadi sedikit mengerti mengapa rasanya aku tak merasa asing di Lombok. Penduduk Lombok mayoritas muslim, sepertinya memang bawaan dari Jawa. Tapi agak-agak aneh aja, padahal pulau Bali terletak diantara pulau Jawa dan Lombok, namun kenapa di Bali pengaruh Jawa-nya tak terasa, malah di Pulau Lombok yang letaknya lebih jauh yang lebih terkena pengaruh.

Sebelum menuju ke bandara untuk pulang, kami singgah dulu di toko yang menjual kaos secara grosir. Aku sih males belinya. Dah cukup lah. Kemudian, diteruskan dengan makan siang dengan Ayam Taliwang. Bweuh, 3 hari di Lombok akhirnya kesampaian juga makan Ayam Taliwang.

Yah, akhirnya kami pulang menggunakan Garuda yang berangkat pukul 14:20 dari Mataram. Sampai di Cengkareng langsung pulang ke rumah dan tepar. Untungnya sudah nge-DP tidur di perjalanan, jadi nggak terlalu ngantuk ketika sampai di rumah.

Kesimpulan:
Ini pertama kalinya aku pergi ke Lombok. Sejujurnya, menurutku tempatnya jauh lebih menyenangkan dibanding Bali *opini pribadi*. Beberapa alasanku diantaranya adalah:
1. Tempat tak terlalu ramai. Sangat cocok untuk orang-orang sepertiku.
2. Pemandangan lebih indah termasuk pemandangan bawah lautnya dan pantainya lebih jernih.
3. Mayoritas penduduknya muslim. Nyari mesjid gampang. Nyari makanan halal juga gampang.

Harapanku sih kedepannya tentu saja bisa balik lagi kesana. Kali ini akan aku kunjungi Gili Trawangan dan menghabiskan waktu yang lebih lama disana.

Minggu, April 19, 2009

It was a frantic day

Hari senin 13 April kemarin, aku berencana untuk membawa laptopku ke tempat service center Toshiba yang berada di daerah Harmoni. Alasannya sih sederhana, aku ingin mengganti memori laptopku yang rusak. Waktu itu pernah dibawa kesana juga, tapi karena untuk mengklaim garansi, mesti ditinggal bersama laptopnya juga, aku rada-rada males. Apalagi waktu itu aku sedang memerlukan laptopku, nggak bisa lah aku tinggal selama 5 hari kerja di tempat servis.

Aku berangkat kesana sekitar jam 14:30, sampai disana langsung mengantri dan setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dilayani juga. Setelah berbincang-bincang dengan agen yang melayaniku, tenyata baru tahu jika 5 hari kerja adalah waktu maksimal pelayanan dan itu tidak termasuk hari aku menyerahkan laptopku. Jadi paling lambat sebagai worst casenya, laptopku bisa aku ambil hari Senin minggu depannya. Tak apa-apa lah. Toh laptopku memang sedang tak aku pakai minggu ini. Selesai dari sana, berhubung masih jam 4 dan nanggung jika pulang lagi ke kantor, aku memutuskan untuk ke Mangga Dua dulu untuk membeli Hard Disk. Nanggung juga, karena sehari sebelumnya aku kesana namun sudah telat, tokonya masih buka tapi gudangnya sudah tutup, dan memang karena Mangga Dua jaraknya bisa dibilang tak terlalu jauh dari Harmoni.

Di perjalanan antara Stasiun Kota dan Mangga Dua aku naik angkot. Di angkot tersebut hampir saja aku kecopetan. Sebelumnya sudah agak-agak curiga dengan orang yang duduk di sebelah kananku, gelagatnya agak mencurigakan. Waktu itu HP E71 dan Esia ku aku simpan di saku kanan. Pasti kerasa lah sama orangnya kalo aku menyimpan HP d saku kanan. Tak lama kemudian dia menaruh jaket di pangkuannya. Yang bisa kulihat adalah tangan kanannya saja. Tangan kirinya berada di balik jaket. Aku sudah curiga, namun aku diamkan saja. Ketika aku merasakan tangannya berada di saku kananku (entahlah dia mau ngambil sesuatu dari saku kirinya atau nggak, yang jelas aku ngerasa juga lah, angkotnya penuh dan desak-desakan soalnya), aku segera mengeluarkan HP E71 ku, ketika mengambil, sempet bersentuhan tanganku dengan tangannya. Kupikir dengan ketahuan seperti itu membuatnya mundur. Ternyata nggak, dia ngerasa masih ada satu HP lg yg bisa digondol, terpaksa deh aku keluarkan HP esiaku. Dan kali ini kurasa aku melihat tangannya sudah mulai mencoba masuk ke sakuku. Emang dasar mo niat nyopet. Setelah itu dia langsung turun. Memang sih, ke orang-orang disekitar kita jangan sampai berburuk sangka. Tapi dalam kasus gelagatnya yang menyembunyikan tangannya menggunakan jaket sudah kuanggap sebagai tindakan yang sangat mencurigakan. Alhamdulillah aku nggak kenapa-kenapa, Allah masih melindungiku dari kejahatan.

Sampai di toko yang aku tuju sekitar jam 16:30. Ternyata barang yang aku beli mesti diambil dari gudang, karena sepertinya lama, jadi aku sholat Ashar dulu. Parahnya, barangnya baru datang sekitar 1 jam kemudian. Kesel banget deh. Itu kurirnya kayaknya nyasar atau gimana lah, kesannya seperti orang yang nggak punya beban aja. Aku hanya khawatir satu hal: macet.

Setelah transaksi selesai, aku langsung menuju terminal busway di stasiun kota. Sampe situ nggak terlalu telat, tapi rencana awalnya adalah aku ke kantor lalu ke pengajian. Tapi berhubung tidak terkejar, aku memutuskan untuk langsung ke tempat pengajian di Sunda Kelapa. Di Dukuh Atas aku berganti koridor yang ke arah Ragunan. Parah banget, ternyata antriannya sudah sangat menumpuk. Mana pada waktu itu aku sedang berpuasa dan parahnya maghrib sudah lewat. Akhirnya setelah menunggu lebih dari 30 menit, kebagian juga busway yang ke arah Ragunan. Di halte pertama aku turun dan menunggu busway yang ke arah Laturharhari. Karena sepertinya tidak ada tanda-tanda busway akan lewat, aku memutuskan untuk keluar dari sana dan naik Kopaja 66. Buru-buru banget karena waktu maghrib sudah akan segera habis, dan aku belum sholat, apalagi berbuka.

Setelah berlari-lari di daerah menteng, aku langsung menuju Sunda Kelapa. Alhamdulillah belum Isya. Aku langsung wudhu dan berbuka dengan air keran. Setelah sholat maghrib, barulah aku tenang. Aku mengikuti pengajian hingga selesai. Jam 8 pengajiannya dah selesai dan aku buru-buru kembali ke kantor untuk mengambil beberapa barangku yang tertinggal. Keberuntungan masih memihak. Setelah dari kantor, langsung menuju stasiun Palmerah.

Fiuhh.. Untung masih bisa mengejar kereta Ciujung Malam walaupun waktunya sangat mepet. Akhirnya sampe rumah malah pasang hard disk dulu dan sempet mengobrak-abrik isi gudang untuk mencari kabel SATA + powernya. Setelah itu memastikan semuanya beres, baru deh makan malam. Benar-benar mengerikan, tapi berhasil aku lalui.

Pesan Moral:
- Selalu waspada ketika sedang di kendaraan umum. Apalagi jika ada orang yang mencurigakan berada di dekat kita.
- Jangan naik busway pada jam-jam sibuk terutama pas mepet-mepet waktu maghrib. Bisa deg-degan dan nggak tenang karena belum sholat. Bingung aja, dari sekian banyak orang yang mengantri, kurasa mayoritas muslim. Kok mereka bisa tenang-tenang aja ya walaupun waktu maghrib sudah mau habis. Padahal mereka kurasa kebanyakan turun di daerah mampang kesananya lagi. Aku prediksi banyaj yang sholat maghribnya udah masuk waktu isya. Emang boleh ya dijama?
- Selalu ada yang dikorbankan ketika masalah waktu seperti: mengejar jadwal kereta, jadwal sholat, jadwal pengajian, dan jadwal-jadwal lain. Dalam kasus ini, sampe buka pake air keran

Kamis, April 02, 2009

Malam di Ujung Genteng

Di pantai ini aku berbaring
Dalam pekat dan gelapnya malam
Aku terdiam sunyi
Demi menanti sesuatu yang tak pasti

Malam yang indah, malam yang cerah
Langit gelap gemerlap
Ditaburi indahnya ribuan cahaya bintang
Bersama deru ombak menggema tak jauh dari tempatku berada

Butir-butir pasir yang lembut
Menjadi alas tempat tidurku
Membawaku ke alam mimpi
Aku ingin bermimpi indah malam ini


*gara-gara kelamaan nungguin penyu bertelur*